Taksi Udara ' Helikopter 'Kini Jadi Kebutuhan di Kota Besar
Kamis, 14 November 2019, 14:11 WIBBisnisNews.id - Industri transportasi helikopter tumbuh signifikan dalam dua tahun ini. Yakni, 4,6 persen pada 2018 dari sebelumnya 3,9 persem di 2017 dan pasar ini akan terus tumbuh di 2019.
Tingkat pertumbuhan itu bergeser dari sebelumnya pada proyek-proyek pendukung pengeboran minyak di lepas pantai atau alat angkut para pekerja ke perkotaan.
Pergeseran pasar itu disebabkan oleh menurunnya proyek pengeboran minyak dan gas lepas pantai dan naiknya tingkat kebutuhan penumpang di perkotaan akibat kemacetan lalulintas pada transportasi berbasis jalan raya.
Direktur Utama PT Whitesky Aviation yang juga Ketua Umum Indonesia National Air Carrier Association (INACA) Denon Prawiraatmadja optimis, pasar di bisnis ini tumbuh berkembang seiring tingginya tuntutan pasar, terutama di kota-kota besar, seperti Jakarta.
Namun, yang perlu dikembangkan ialah infrastruktur. Selain soal infrastruktur juga regulasi. Dua masalah ini harus dikembangkan secara bersamaan.
Taksi udara menggunakan alat angkut helikopter ini adalah transportasi umum masa depan untuk kota-kota besar yang terus berkembang. Karena kedepan, akan banyak orang yang bermukim di kota besar . Masalah utama di kota besar adalah kemacetan transportasi, dan helikopter adalah jawabannya.
Selain itu, juga adanya perubahan desa menjadi kota, dimana tingkat pertumbuhan penduduk naik signifikan diikuti dengan kebutuhan transportasi.
"Regulasi dan infrastruktur untuk taksi udara yang menggunakan alat angkut helikopter berjalan bersama-sama dan ini akan terus dikembangkan," kata Denon, Kamis (14/11/2019) di sela-sela acara Helicopter Forum Seminar, yang berlangsung di Hotel Mulia Jakarta.
Bagaimana dengan biaya sewa ? Relatif terjangkau. Denon mencontohkan, untuk seputaran terbang di wilayah udara Jabodetabek, hingga ke kota Bandung Rp 18 juta sampai Rp 20 juta per unit helikopter untuk empat penumpang.
"Biaya sewa terendah Rp 18 juta tapi tergantung jarak juga dan kebutuhan," jelasnya.
Helikopter di kota-kota besar ini, lanjut Denon, menjadi kebutuhan bukan hanya dominasi para pelaku usaha atau bisnis tapi masyarakat umum sudah mulai menggandrunginya.
Bahkan belakangan ini, helikopter banyak digunakan untuk kebutuhan medis. Dengan taksi udara menggunakan helikopter, penumpang yang sakit dan memerlukan perawatan ke rumah sakit yang dirujuk bisa lebih cepat sampai ke rumah sakit dan nyawa pasien dapat diselamatkan," tuturnya.
Disinggung soal aksesibilitas pelayanan helikopter ke bandar udara reguler yang dikelola PT Angkasa Pura I dan II serta bandara perintis Ditjen Perhubungan Udara, menurut Denon, tetap akan menghadapi kendala.
Kalau saja helikopter sebagai taksi udara ini dibuka di bandara, akan memicu banyak protes dari kalangan airlines reguler. " Makanya, kalau ditanya, apakah aksesibilitas ke bandara, saya tegaskan , .sampai kapanpun tidak terjadi, kecuali di luar bandara," kata Denon.
Dia menyadari itu, dan para pelaku usaha helikopter ini juga tidak akan memaksakan diri. Karena itu, ungkapnya, pengembangan usaha dilakukan diluar bandara.
"Kami hadir di Bandara Soekarno-Hatta, tapi diluar , bukan di dalam," tuturnya.
Sementara itu Dirjen Perhubungan Udara Kememhub, Polana B.Pramesti menjamin, operasional helikopter di kota-kota besar akan berjalan normal dan tumbuh seiring kebutuhan pasar yang terus meningkat.
"Regulasi kita kembangkan sesuai kebutuhan pasar,. Misalnya saja soal terbang malam dan ketersediaan landasan di gedung-gedung perkantoran dan fasikiras umum lainnta," jelas Polana.(Syam S)