Temukan Pelanggaran, Pengiriman Barang Melalui Tol Laut Diperketat Dengan Sanksi Tegas
Senin, 16 Maret 2020, 14:09 WIBBisnisNews.id -- Kementerian Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menemukan adanya dugaan penyimpangan data muatan Tol Laut yang terjadi di Pelabuhan Tahuna, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Minggu(15/3/2020).
Terjadinya penyimpangan data muatan tol laut disebabkan adanya perbedaan data dengan muatan dan Pemerintah menyiapkan sanksi terhadap pelaku pelanggaran Standard and Procedure (SOP) atau mekanisme penyelenggaraan program Tol Laut tersebut.
Demikian disampaikan oleh Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Capt. Wisnu Handoko saat melakukan jumpa pers di Pelabuhan Tahuna bersama dengan tim gabungan tol laut.
Tim Gabungan yang terdiri dari Timsus Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Bareskrim Mabes Polri, Polda Sulawesi Utara (Sulut), Lanal Sangihe dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sangihe, Sulut, mengamankan 7 (tujuh) kontainer yang memuat sejumlah barang kebutuhan pokok yang tidak sesuai manifest dan data yang dilaporkan. Saat ini pelanggaran hukum manifest barang dan data tersebut tengah ditangani oleh Bareskrim Mabes Polri.
"Tim gabungan yang mengamankan 7 kontainer tersebut merupakan tindaklanjut dari rapat terbatas Presiden Joko Widodo, Kementerian Perhubungan dan para Menteri terkait adanya dugaan penyimpangan Standard and Procedure (SOP) atau mekanisme penyelenggaraan program Tol Laut."
Padahal dengan adanya program Tol Laut, Pemerintah ingin agar ada kesamaan atau disparitas harga kebutuhan pokok antara Pulau Jawa dan pulau lainnya yang ada di Indonesia. "Dan penindakan terhadap 7 kontainer ini berlangsung pada hari Jumat (13/3/2020) kemarin," ujar Capt Wisnu.8
Capt. Wisnu menuturkan, tujuan dari keberadaan tim gabungan ini adalah dalam rangka menemukan dugaan – dugaan penyimpangan yang menyebabkan Program Tol Laut tidak berjalan dengan baik, dimana hal ini tidak sejalan dengan tujuan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang dari dan ke daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan yaitu dalam rangka menurunkan disparitas harga kebutuhan bahan pokok di seluruh Indonesia.
"Dugaan awal adanya penyimpangan ini adalah ditemukannya fakta bahwa meskipun tarif biaya angkut atau tol laut sudah disubsidi sehinga jauh lebih murah dari tarif umum, harga sembako di tempat tujuan masih tinggi, sehingga muncul dugaan bahwa terjadi penyimpangan manifest yang tidak sesuai dengan jenis barang yang dikirimkan," jelasnya.
Selain adanya pelanggaran manifest 7 kontainer yang diamankan, juga terindikasi melakukan manipulasi terkait jumlah barang yang dikirimkan melalui Tol Laut.
"Pelanggaran data yang dilakukan yakni harusnya setiap kontainer memuat barang seperti beras, minyak atau terigu seperti yang tertulis dalam manifest namun mereka memanipulasi data dengan memasukan barang yang tidak sama dengan yang tertulis dalam manifest seperti mie instan atau lainnya."
"Oleh karena itu pihaknya ke depan akan makin memperketat implementasi pelaksanaan SOP pengiriman barang dengan meregistrasi sesuai KTP, dan NPWP," tandas Capt. Wisnu.(nda/helmi)