Trafik Pergerakan Pesawat Turun, AirNav Klaim, Imbasnya Minim
Rabu, 15 Mei 2019, 08:31 WIBBisnisnews.id - Penurunan trafik
pergerakan pesawat nasional periode Januari - Maret 2019 akibat tingginya harga tiket pesawat tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja AirNav Indonesia.
Seperti diketahui dalam periode Januari - Maret 2019, trafik penerbangan di bandara yang dikelola PT Angkasa Pura II turun 18,9 persen. Yaitu dari 26,9 juta penumpang menjadi 21,8 juta. Penurunan itu juga dialami PT Angkasa Pura I sekitar 15 - 20 persen atau 3,5 juta penumpang.
Direktur Utama Perum AirNav Indonesia Novie Riyanto Rahardjo, mengatakan pengaruh penurunan yang dialami sangat kecil, sekitar satu persen. Angka itu, tidak berpengaruh karena selain tarif AirNav ditentukan oleh pemerintah (Kementerian Perhubungan) fokus AirNav adalah pelayanan dan keselamatan penerbangan.
Kendati diakui, sejak muncul keluhan masyarakat pengguna terhadap harga tiket pesawat mahal, frekuensi penerbangan menurun. Hal ini terlihat di Bandara Utama Internasional Soekarno-Hatta, dari sebelumnya 1000 - 1100 per hari turun sekitar 15 persen.
Namun kata Novie, pada awal bulan Ramadhan (Puasa) frekuensi mulai kembali bergerak naik tipis, yaitu pada kisaran 1000 pet hari. Tapi pada minggu pertama dan kedua puasa turun lagi sekitar 850 per hari. Novie berharap, minggu ketiga sudah bisa naik lagi.
"Memang ada penurunan frekuensi penerbangan, tapu pengaruhnya buat kami sangat kecil sekali. Pertama, kita di AiNav ini hanya pelayan. Ya, hanya melayani pesawat udara, sedangkan kontribusi yang dikaitkan dengan tarif dan sebagainya sangat kecul sekali sekitar satu persen. Artinya, tidak berpengaruh sama sekali," kata Novie, di sela-sela acara buka puasa bersama AirNav Indonesia dengan awak media Selasa (14/5/2019) di Jakarta.
Artinya, jangan disamakan antara pendapatan maskapai penerbangan dan pengelola bandara ( PT Angkasa Pura I dan II) yang berorientasi bisnis dengan AirNav yang hanya fokus pada pelayanan. Lembaga navigasi ini tidak dibebani target keuntungan maupun pendapatan tapi keselamatan.
Novie kembali menegaskan, Perum AirNav Indonesia hanya menjalankan tugas sesuai yang diperintahkan peraturan dan tidak pernah menetapkan tarif sendiri yang.
"Kamibhanta menhalankan tugas, soal tarif kewenangan kementerian Perhubungan, belerkasama dengan stakeholder yang lain. Seperti INACA IATA. Jadi tarif kami bersifat cost recovery ya jadi tidak beroriantasi kepada profit," tegas Novie.
Demikian juga soal pengaruh penurunan tanf hanya sekitar satu persen, Novie mengilustrasikan, misalnya ke cost operasioal pesawat udara. Contoh, misal per Km berapa, Airnav itu chargenya hanya 1.5 persen . "Ini tidak berdampak, kita ikut saja berapapun yang pemerintah tetapkan," tuturnya.
Demikian juga kontribusi ke Perusahaan, Novie mencontohkan, misalnya charge dari internasional maupun domestik, kontribusinya 62 persen digunakan untuk membayar pegawai ATC yang jumlahnya 2000 pegawai tersebar di seluruh pegawai.
Para pegawai itu digaji dari hasil pendapatan pesawat-pesawat yang dilayani. " Kita tetap harus lakukan efisiensi disana sini, artinya bagimanapun karena penerbangan turun itu otomatis revenue kita ikut turun, ya karena kita harus menyesuaikan. Tapi kita halan saja tidak ada target makanya tidak ada revisi artinya maish on the track ya," tuturnya.(Syam S)