Trump Akan Mendeportasi WNI Keturunan Tionghoa Korban Kerusuhan 1998
Kamis, 21 Desember 2017, 15:40 WIBBisnisnews.id - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam akan mendeportasi warga negara Indonesia (WNI) keturunan Tionghoa yang terlibat pelarian gelombang kekerasan tahun 1998.
Reuters melalorkan, dokumen pengadilan setempat mencatat, sebanyak 51 WNI akan dideportasi setelah badan imigrasi setempat mengajukan banding atas keputusan hakim untuk menunda repatriasi mereka.
WNI keturunan Tionghoa disebutkan sudah tinggal secara ilegal selama 20 tahun di negara bagian New Hampshire. Badan imigrasi setempat mengatakan bahwa keselamatan mereka tidak akan terancam jika kembali ke Indonesia.
WNI itu tinggal bersama komunitas Tionghoa beranggotakan 2.000 orang di kota Dover, New Hampshire.
Sebelumnya , seorang hakim federal memutuskan bahwa 51 orang tersebut harus diberi waktu untuk menjelaskan perubahan situasi di Indonesia yang bisa membahayakan keselamatan mereka.
"Jikapun mereka kembali, bukti yang diajukan oleh para pemohon soal kondisi di Indonesia tidak cukup untuk menunjukkan bahwa persekusi ataupun penyiksaan akan dialami oleh para pemohon," demikian dokumen banding.
Badan imigrasi Amerika Serikat juga menyatakan bahwa pengadilan tidak punya hak yuridiksi terhadap imigran. Selain itu para imigran Indonesia itu juga dinilai tidak mempunyai klaim yang kuat.
Kelompok keturunan Kristen Tionghoa itu melarikan diri dari Indonesia menyusul kekerasan yang terjadi pada 20 tahun lalu dan tinggal secara bebas di New England di bawah kesepakatan informal dengan badan imigrasi dan bea cukai Amerika Serikat (ICE).
Mulai Agustus lalu, sebagian dari kelompok pelarian itu mendapat pemberitahuan agar mulai menyiapkan diri untuk meninggalkan Amerika Serikat, sesuai dengan kebijakan Presiden Donald Trump yang ingin membersihkan negaranya dari imigran ilegal.
Sebagian anggota kelompok, dalam wawancara dengan Reuters mengatakan bahwa mereka memasuki Amerika Serikat dengan visa wisatawan yang sudah kadaluwarsa. Mereka juga gagal mendapatkan status suaka.
Beberapa di antara mereka khawatir akan mengalami persekusi dan kekerasan karena berasal dari kelompok minoritas Kristen dan etnis Tionghoa jika kembali ke Indonesia.
Peraturan di Amerika Serikat memberikan kewenangan imigrasi kepada badan eksekutif, bukan yudikatif (pengadilan). ICE sendiri menegaskan mereka punya otoritas untuk mendeportasi para pelarian 1998.
Pada bulan lalu di Boston, kepala hakim distrik Patti Saris, menyatakan bahwa para imigran itu harus diberi kesempatan untuk menjelaskan kondisi Indonesia yang terus memburuk secara signifikan pada akhir-akhir ini sehingga berhak tinggal lebih lama di Amerika Serikat.. (Adhitio)