Tunda Kebijakan Bebas ODOL 2021 ?
Senin, 17 Februari 2020, 07:33 WIBBisnisNews.id -- Program Indonesia bebas over dimension over loading (ODOL) 2021 nampaknya masih mendapat kendala dengan adanya penolakan dari Menteri Perindustrian. Padahal kesepakatan ini sudah ditandantangani oleh tiga instansi yang berkaitan langsung dengan aktivitas kendaraan barang ODOL yang sudah cukup lama direncanakan dan dikerjakan.
"Mereka yang terlibat dan teken komitmen bersama adalah Dirjen. Hubdat Kemenhub, Kepala Korlantas Polri dan Dirjen. Bina Marga Kementerian PUPR, dan beberapa asosiasi serta pemangku kepentingan di Tanah Air," kata akademisi dan pengamat transportasi dari Unika Seogijopranoto Djoko Setijowarno di Jakarta.
Menurutnya, over dimension adalah suatu kondisi dimana dimensi pengangkut kendaraan tidak sesuai dengan standar produksi pabrik (modifikasi). Sedangkan over loading adalah suatu kondisi dimana kendaraan yang mengangkut muatan yang melebihi batas beban yang ditetapkan
Sementara., kata Djoko, dampak ODOL terhadap infrastruktur dan lingkungan telah menyebabkan kerusakan infrastruktur jalan, jembatan (runtuh atau putus) dan pelabuhan, penyebab dan pelaku kecelakaan lalu lintas, tingginya biaya perawatan infrastruktur, berpengaruh pada proyek KPBU infrastruktur jalan.
"Kemudian mengurangi daya saing internasional karena kendaraan ODOL tidak bisa melewati Pos Lintas Batas Negara (PLBN) tidak dapat memenuhi AFTA (Asian Free and Trade Association), ketidakadilan dalam usaha pengangkutan barang, tingginya biaya operasional kendaraan, menyebabkan kerusakan komponen kendaraan, memperpendek umur kendaraan dan menimbulkan polusi udara yang berlebihan," jelas Djoko.
Data Kementerian PUPR, aku Djoko, menyebutkan kerugian negara mencapai Rp43 triliun untuk perbaikan jalan nasional akibat dilewati truk-truk ODOL. Semuanya itu bermuara pada turun atau rendahnya tingkat keselamatan lalu lintas di jalan.
ODOL Untungkan Pengusaha ?
Kendaraan ODOL dari sisi pengusaha angkutan bisa jadi menguntungkan dalam jangka pendek, karena dapat mengangkut lebih banyak dengan frekuensi yang lebih sedikit. Namun karena melihat dampaknya pada kerusakan kendaraan juga belum tentu untung bahkan buntung," papar Djoko.
"Namun risiko bagi publik cukup besar, dari sisi risiko kecelakaan lalu lintas serta kerusakan jalan yang dilalui," kilah Djoko.
Oleh karenanya, tindakan tegas dari Pemerintah untuk penanganan ODOL akan bermanfaat bagi pengurangan berbagai risiko. "Namun, asosiasi dan beberapa pemangku kepentingan belum semua siap beradaptasi," terang Djoko.
Menurut Direktur Prasarana Ditjehubdat Risal Wasal (2019), ada tiga hal kondisi terbaru terhadap ODOL adalah (1) hilangnya keadilan, seharusnya truk kecil bisa hidup tetapi dihajar ODOL muatannya, (2) kendaraan barang kita tidak bisa keluar lintas batas negara karena ODOL.
Dan, (3) proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Avaibility Paymen (KPBU AP) pembangunan jalan oleh Kementerian PUPR, seperti di Sumatera Selatan dan Papua, mensyaratkan kendaraan yang melintas di jalan raya tidak boleh ODOL.
Jika mengikuti perkembangan kebijakan bebas ODOL sejak diluncurkan tahun 2017 hingga tahun 2020, upaya Pemerintah setidaknya sudah melakukan empat hal. "Yaitu penguatan regulasi; sosialisasi, koordinasi dan kesepakatan; pelaksanaan program pendukung; dan penindakan dan penegakan hukum," kata Risal saat itu.
Dari beberapa kesepakatan yang sudah dilakukan ada hal yang dianggap berhasil, menurut Djoko, seperti PT Astra Honda Motor memberlakukan pengangkutan sepeda motor tidak over dimension over loading, PT Pelindo melarang truk over dimension over loading melarang memasuki wilayah pelabuhan.
Di sisi lain, menurut Djoko, sudah dapat mengubah pandangan atau image di masyarakat jika Unit Pelaksanaan Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) atau jembatan timbang yang selama ini sebagai salah satu sarang pungli, sudah tidak terjadi lagi.
"Jika terbukti masih terjadi, maka sanksinya cukup berat bagi petugas yang melakukannya, dapat dipecat. Targetnya sudah menjadi tempat beristirahat pengemudi truk. Apalagi ketersediaan terminal angkutan barang di jalan nasional masih sangat minim," tegas Djoko.(helmi)