Usulan Agenda Penting Buat Presiden Terpilih, Indonesia Membutuhkan Badan Logistik Nasional
Rabu, 22 Mei 2024, 07:25 WIBBISNISNEWS.id - Pelaku usaha usulkan pemerintah membentuk satu lembaga khusus menangani masalah logistik, yang dapat menopang secara langsung kelancaran distribusi barang yang dapat mendongkrak perekonomian nasional.
Sebagai negara kepulauan, Badan Logistik Nasional, yakni lembaga setingkat kementerian yang bertanggungjawab langsung kepada presiden ini, menjadi sangat penting, ketika menghadapi beragam kendala global.
Usulan pembentukan lembaga logistik ini, menurut Ketua DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, Adil Karim sudah pernah disampaikan kepada pemerintah, namun belum direalisasikan.
Pembentukan badan logistik setingkat kementerian yang bertanggungjawab langsung kepada presiden tersebut, dimulai dengan membentuk Tim Adhoc yang bertugas untuk merumuskan rencana tersebut
Baca Juga
HASIL RAKERNAS
Aptrindo Putuskan Mogok Nasional Menolak Odol, BBM Subsidi dan Sertikat Halal, Angkutan Barang Lumpuh
TRUCKING
Aptrindo Teriak, Keseriusan Pemerintah Terhadap Distribusi Logistik Dipertanyakan
GALANGAN
Homebase Armada Self Propelled Oil Barge di Kanal BCL, Tekan 60 Persen Biaya Perawatan
Anggota Tim Adhoc melibatkan kalangan profesional, pakar hukum dan para stakeholder yang bersama-sama pemerintah, membuat rumusan aturan main lembaga logistik.
" Tugas utama Tim Adhoc itu membuat satu rumusan pembentukan satu badan hukum yang fokus menangani logistik di tanah air," kata Adil.
Karena sampai saat ini belum ada satu lembaga yang menangani secara khusus, karena masing-masing kementerian menangani sendiri.
" Saat pandemi Covid-19, sektor logistik menjadi usaha yang diandalkan dan mampu survive," jelas Adil, Selasa (21/5/2024) di Jakarta.
Menurut Adil, ALFI dan sejumlah stakeholders terkait sudah cukup lama mendorong agar ada badan atau lembaga yang fokus menganani logistik.
Adil berharap, di periode pemerintahannya Prabowo Subiyanto nantinya lembaga atau badan logistik nasional bisa terbentuk. " Kami berharap sekali, usulan kami para pelaku usaha di sektor logistik bisa diakomodir," jelasnya
Krisis komunikasi seringkali terjadi dan menjadi penyebab terhambatnya distribusi barang, darat, laut dan udara. Solusi terbaik untuk menyelesaikan beragam persoalan distribusi barang dengan difokuskan ke satu lembaga.
" Konsens kami, kalau lembaga logistik itu sudah berdiri, kami para pelaku usaha bisa lebih fokus, karena semua persoalan distribusi barang langsung dibicarakan dengan lembaga logistik nasional," jelasnya
Diakui, selama ini penanganan krisis komunikasi yang terjadi pada kegiatan distribusi barang dilakukan di masing-masing lembaga. Akibatnya adalah, persoalan dasarnya tidak terselesaikan.
Selain lebih fokus dan memperlancar arus barang pada seluruh sektor, lembaga atau badan yang diusulkan itu juga bersifat strategis dalam memangkas biaya mata rantai pasok dan logistik.
Harapannya, Badan atau Lembaga itu bisa mengawal Cetak Biru Rantai Pasok dan Logistik Nasional secara berkelanjutan dan tidak terganggu oleh kepentingan politik. Dengan demikian, Indonesia bisa bersaing secara sehat di dunia internasional.
Kan kita akan menuju Indonesia Emas di 2045, harapan kita semua Indonesia bakal menjadi negara industri yang terdepan Insya Allah akan terwujud," harap Adil.
Berdasarkan data, biaya rantai pasok logistik di Indonesia masih terbilang mahal di banding negara tetangga. Data Bapenas Tahun 2023 menyebutkan, biayanya masih bertengger di atas 14.29 persen terhadap gross domestic produc/GDP atau senilai IDR 2.515 triliun dari GDP RI yang tercatat USD 1.1 triliun.
Bank Dunia pada 2023 juga merilis terjadinya penurunan Logistics Performance Index (LPI) Indonesia tahun 2023 sebanyak 17 peringkat ke posisi 63 dari posisi 46 (tahun 2018).
LPI yang dirilis itu berdasarkan enam dimensi, yaitu: Customs, Infrastructure, International Shipments, Logistics Competence and Quality, Timelines, dan Tracking & Tracing.
Diantara negara-negara ASEAN, peringkat LPI 2023 tertinggi setelah Singapore (peringkat 1), adalah Malaysia (31), diikuti Thailand (37), Philippines (47), Vietnam (50), Indonesia (63), Cambodia (116), dan Lao PDR (82).
(Syam)