Ikan Tuna Hasil Tangkap Tradisional Indonesia Ternyata Diburu Pasar Dunia
Senin, 24 November 2025, 23:24 WIB
BISNISNEWS.id - Indonesia berpeluang besar menjadi produsen dan pemasok tuna ke pasar premium dunia, terutama tuna yang ditangkap dengan menggunakan joran dan tali pancing. Pola ini memiliki nilai strategis dalam menjaga keberlangsungan tuna.
Sebagai negara penghasil tuna terbesar dunia, Indonesia memiliki tanggung jawab menerapkan praktik penangkapan yang mampu menjaga keseimbangan antara produktivitas dan kelestarian sumber daya ikan.
Berdasarkan informasi, ternyata penduduk sejumlah negara di Eropa dan Inggris, menyukai pasokan ikan tuna dari Indonesia, karena cara tangkapnya menggunakan metode berkelanjutan huhate (pole and line, metode penangkapan tuna tradisional Indonesia).
Penangkapan ikan tuna secara tradisional ini, ternyata sangat disukai, dengan permintaan mencapai lebih dari 26 ribu metrik ton (MT).
Permintaan ini akan terus bertambah dan berpeluang besar dalam menguatkan perikanan huhate Indonesia. Pola ini juga menjadi salah satu kunci bagi industri untuk tetap mempertahankan daya saing di pasar dunia.
Mengacu pada data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), nilai ekspor tuna Indonesia mencapai 680 juta dolar AS pada 2022, dan tren permintaan terhadap tuna yang ditangkap secara bertanggung jawab dan berkelanjutan tumbuh di atas 15 persen per tahun di pasar Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa.
Pada peringatan World Fisheries Day benerapa hari lalu, Tuna Consortium (TC) dan Asosiasi Perikanan Pole & Line dan Handline Indonesia (AP2HI) menegaskan kembali bahwa huhate—metode penangkapan tuna tradisional memiliki nilai strategis.
Bukan hanya bagi keberlanjutan ekosistem laut, tetapi juga bagi perekonomian pesisir dan memberikan keunggulan kompetitif bagi industri tuna nasional.
Penegasan yang disampaikan dalam arena diskusi di kawasan Kelapa Gading pada Jumat 21 Nopember 2025, secara khusus menyoroti peluang ekonomi dari praktik perikanan yang bertanggung jawab.
Diskusi yang dihadiri sekitar 30 perwakilan elemen masyarakat, seperti media nasional dan kreator konten.
Sebagai negara penghasil tuna terbesar di dunia, Indonesia memiliki tanggung jawab untuk menerapkan praktik penangkapan yang mampu menjaga keseimbangan antara produktivitas dan kelestarian sumber daya ikan.
Huhate merupakan tradisi perikanan Nusantara yang telah dijalankan selama puluhan tahun. Teknik ini dikenal efisien, selektif, minim bycatch (tangkapan sampingan), dan menghasilkan kualitas tuna yang tinggi sehingga berkontribusi langsung pada stabilitas populasi tuna.
Program Lead Indonesia Tuna Consortium,Thilma Komaling memjelaskan, keunggulan metode memancing satu per satu (one by one) ini juga memperkuat nilai produk tuna Indonesia, membuka akses lebih luas ke pasar global, serta meningkatkan posisi Indonesia dalam rantai pasok tuna berkelanjutan.
“Huhate bukan hanya warisan budaya, tetapi juga aset ekonomi yang membuka peluang besar bagi masyarakat pesisir dan industri tuna nasional melalui pemenuhan standar keberlanjutan global yang kini menjadi syarat utama akses pasar,” ujar Thilma.
Ia menekankan bahwa metode ini mendorong terciptanya lapangan kerja yang berkelanjutan, meningkatkan pendapatan nelayan, serta memperkuat rantai pasok yang kredibel, yang merupakan faktor penting memenuhi standar internasional yang semakin menuntut praktik perikanan berkelanjutan.
Keberlanjutan tuna, lanjutnya, juga berarti menjaga laut tetap menjadi dapur protein bagi generasi sekarang dan mendatang.
Ketua AP2HI, Abrizal Andrew Ang, menambahkan bahwa sebagian besar operasi pole & line dijalankan oleh unit usaha berskala kecil dan menengah yang mengandalkan tenaga kerja lokal, mulai dari nelayan, pengolah, hingga rantai distribusi.
Oleh karena itu, setiap praktik penangkapan dengan huhate memberikan multiplier effect signifikan bagi ekonomi komunitas pesisir. Mulai dari sektor penangkapan, pengolahan, hingga distribusi.
Selain berdampak pada lapangan kerja, produk tuna yang ditangkap dengan metode ini memiliki harga jual 15-30 persen lebih tinggi di pasar ekspor karena memenuhi standar keberlanjutan.
“Ketika kita mendukung huhate, kita tidak hanya menjaga keberlanjutan stok tuna, tetapi juga memastikan ribuan keluarga nelayan memperoleh pendapatan stabil dan memiliki peluang untuk meningkatkan kesejahteraannya,” ujarnya.
TC dan AP2HI menilai bahwa keberlanjutan ekonomi jangka panjang hanya dapat dicapai melalui praktik penangkapan yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan.
Dengan mempromosikan pole & line yang berbasis sains, ramah lingkungan, terbukti selektif, Indonesia dapat terus memperkuat reputasinya sebagai pemasok tuna berkelanjutan, sekaligus meningkatkan daya tawar produk di pasar domestik dan global.
Pendekatan ini berkontribusi pada ketahanan pangan nasional dan memperkuat posisi Indonesia di industri perikanan bernilai tinggi.
Seperti diketahui, Indonesia Tuna Consortium merupakan kolaborasi antara Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI), Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), Yayasan IPNLF Indonesia (YII), Fair Trade USA, Marine Change, dan Resonance yang berfokus pada keberlanjutan perikanan tuna melalui penyediaan data, riset, dan program pemberdayaan.
Sementara AP2HI adalah asosiasi perikanan pole & line dan handline Indonesia hang terus berkomitmen memajukan industri tuna nasional melalui praktik penangkapan yang bertanggung jawab, menjaga keberlanjutan sumber daya ikan, serta memastikan nilai ekonomi yang optimal bagi masyarakat pesisir.
(Syam)