Inggris dan Rusia Saling Tuding Soal Racun
Kamis, 22 Maret 2018, 10:26 WIBBisnisnews.id - Hubungan London dan Moskow semakin mengkhawatirkan, setelah kedua negara itu saling tuduh dan saling serang, berlajut ke pengusiran pejabat diplomatiknya. Perang dingin kedua negara akhirnya tidak bisa dihindari.
Inggris menuduh Moskow menjalankan program pembunuhan untuk menghilangkan musuh-musuhnya sementara, Rusia menuding balik Inggris menjadi otak dibalik peracunan terhadap mantan agen ganda Rusia Sergei Skripal dan putrinya, Yulia, di Inggris.
Dalam pemandangan luar biasa pada suatu acara Kementerian Luar Negeri Rusia di Moskow, yang dihadiri puluhan diplomat asing dan disiarkan di televisi pemerintah, kedua pihak saling melancarkan tuduhan tajam menyangkut serangan racun saraf.
Serangan yang terjadi di Salisbury, Inggris itu telah membawa hubungan London dan Moskow jatuh ke titik krisis terendah sejak Perang Dingin.
Rusia menyelenggarakan acara pada Rabu itu untuk menjelaskan posisinya. Negara itu seperti khilangan kesabaran untuk mengungkapkan dugaan bahwa Inggris secara tidak langsung telah mengatur serangan tersebut. Selain itu, kemungkinan Inggris telah melakukan pembiaran.
"Tidak ada yang tahu apa yang telah terjadi di Salisbury," kata Vladimir Yermakov, diplomat yang memimpin acara, kepada para diplomat negara-negara asing. "Mari kita selidiki apa yang sebenarnya telah terjadi."
Menurut pandangannya, kata Yermakov, peracunan itu merupakan tindakan yang sudah direncanakan dengan niat untuk menyudutkan Rusia.
Diplomat Inggris, Emma Nottingham, membalas dengan mengatakan bahwa London telah menyimpulkan Moskow "kemungkinan besar" berada di balik upaya pembunuhan terhadap Skripal dengan empat alasan.
"Identifikasi bahan kimia oleh para ilmuwan kelas dunia kami, menurut pengetahuan kami Rusia telah memproduksi bahan (beracun, red) ini ... catatan Rusia dalam melakukan pembunuhan yang didukung negara ... dan penilaian kami bahwa Rusia menganggap para penyeberang sebagai target yang sah."
Banyak duta besar, termasuk dari Inggris, Prancis, Jerman dan Amerika Serikat, tidak menghadiri acara di Moskow itu dan sebagai gantinya, mereka mengirim para pejabat junior.
Negara-negara kunci di Barat telah mengkritik Rusia dan menawarkan dukungan bagi Inggris. Beberapa negara lain, termasuk Swedia dan Republik Ceko, secara terbuka menyatakan keluhan soal tuduhan Rusia bahwa negara mereka kemungkinan merupakan tempat racun saraf berasal, yang digunakan dalam serangan di Salisbury.
Skripal dan putrinya, Yulia, berada dalam keadaan kritis sejak 4 Maret, yaitu saat mereka ditemukan dalam keadaan tidak sadarkan diri di sebuah bangku di kota katedral Inggris itu.
Skripal merupakan mantan kolonel di badan intelijen militer Rusia GRU yang telah mengkhianati puluhan agen Rusia untuk menyeberang ke Inggris.
Skripal mengungsi ke Inggris setelah dibebaskan oleh Moskow dalam kesepakatan pertukaran mata-mata. Pertukaran itu melibatkan beberapa agen intelijen Rusia yang ditahan di Barat.
Inggris mengatakan racun saraf tingkat militer, yang disebut dengan Novichok, pertama kali dikembangkan oleh Uni Soviet dan telah digunakan dalam serangan itu.
Nottingham mengatakan Rusia tidak bisa menjelaskan bagaimana racun saraf itu yang digunakan dalam serangan tersebut bisa sampai ke Inggris dari Rusia dan mengapa Rusia menjalankan program senjata kimia secara ilegal.
Yermakov mengatakan Rusia tidak mengerti apa yang ada di benak para pejabat Inggris. "Apakah kalian tidak malu?," tanya Yermakov kepada Nottingham. "Tarik sedikit diri kalian dari fobia terhadap Rusia dan mental pulau kalian."
Yermakov mengatakan Moskow tidak punya keterlibatan apa pun dengan tragedi itu dan ingin melakukan penyelidikan lebih lanjut yang, kata dia, berarti bahwa London harus berbagi informasi dan bekerja sama dengan Moskow.
Ketika berbicara dalam kunjungannya di Jepang, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan Rusia menginginkan Inggris mengatakan kepada pihaknya di mana keberadaan Skripal sekarang.
Lavrov mengatakan bahwa Moskow juga ingin mengetahui mengapa pemerintah Inggris telah menuding Rusia sebagai pihak yang harus bertanggung jawab padahal kepolisian belum menyelesaikan penyidikannya terhadap insiden Salisbury. (Ari)
Sumber: Antaranews