Adilkah Industri Mengkonsumsi Gas Subsidi ?
Senin, 30 September 2019, 09:29 WIBBisnisNews.id -- Kalangan industri melalui para pengusaha nasional yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bersikap aneh dan kekanak-kanakan. Pasalnya, setelah mengadakan kegiatan Kelompok Diskusi Terarah (Focus Group Discussion/FGD) terkait penerapan harga gas bumi untuk industri yang diadakan di Kantor Kadin, pada Hari Rabu 25 September 2019.
Dari FGD itu menyatakan menolak kenaikan harga gas oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang akan diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 2019. Pernyataan yang dikemukakan Wakil Ketua Komite Industri Hulu dan Petrokimia Kadin Achmad Widjaja tersebut, bahkan "menyampaikan kesepakatan pelaku industri untuk menggunakan harga lama jika PGN tetap ngotot menaikkan harga gas."
Pertanyaannya adalah, apa urusan Kadin menolak penetapan kebijakan kenaikan gas industri oleh perusahaan yang harus menyelamatkan kepentingan bisnisnya dan apalagi PGN merupakan Badan Usaha Milik Negara?
Selama ini Kadin dan para anggotanya telah begitu lama menikmati subsidi BBM yang diberikan Pemerintah untuk kalangan industri agar mampu berkompetisi sejak dini, lalu apakah kompetisi dalam pasar harus dimenangkan hanya dengan porsi gas subsidi?
Sikap dari Kadin ini semakin menunjukkan bukti nyata bahwa kalangan industriawan Indonesia selama ini menjadi tumbuh dan besar lebih karena adanya biaya-biaya yang membentuk harga pokok produksi (HPP) berdasar kebijakan pemerintah dan atau BUMN.
Menjadi bukti nyata pernyataan Kadin soal penolakan rencana kenaikan harga gas oleh PGN tersebut tidak memahami posisinya sebagai pengusaha yang harus profesional, dan menerapkan prinsip manajemen efektif dan efisien, bukan seperti demonstran jalanan.
Kadin seolah-olah tak mau tahu bahwa, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah melakukan penyesuaian harga energi, yaitu Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar dan gas serta listrik pada Tahun 2020. Hal ini sebagai tindak lanjut dari kebijakan pemerintah dalam memangkas subsidi energi pada Tahun 2020 sebesar Rp137,5 triliun.
Jumlah tersebut terdiri dari subsidi listrik sebesar Rp62,2 triliun dan subsidi BBM sebesar Rp75,3 triliun. Angka subsidi energi ini turun jika dibandingkan dengan 2019 sebesar Rp142,6 triliun.
Oleh karena itu, subsidi energi harus diarahkan untuk menjaga stabilitas harga dengan memperkuat pengendalian dan pengawasan konsumsi energi agar tepat sasaran, yang selama ini dinikmati kalangan industri dan bukan kelompok masyarakat miskin.
*Defiyan Cori, aktivis Ekonomi Konstitusi/elm