Airlines Usulkan, Penerbangan Jalur Selatan Diperpendek Untuk Menghemat Bahan Bakar
Jumat, 02 Maret 2018, 17:59 WIB
Bisnisnews.id - Agar penerbangan lebih efisien dan hemat bahan bakar, airlines mengusulkan rute selatan atau Tango One (T1) lebih diperpendek. Minimal waktu tempuhnya sama dengan jalur utara atau Whiskey Four Five (W45).
Misalnya dari Cilacap, sekarang ini pesawat harus memutar ke arah Progo, padahal rute itu bisa dipotong sehingga penerbangan bisa langsung. Dengan demikian, akan ada penghematan waktu tempuh sekitar enam menit dan bahan bakar yang dihabiskan juga lebih sedikit.
Usulan pemangkasan rute itu mengemuka pada seminar bertajuk 'Pengelolaan Navigasi Penerbangan Indonesia' di Hotel Novotel, Tangerang, Kamis (1/3/2018) yang digelar Himpunan Taruna Jurusan (HTJ) Keselamatan Penerbangan Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug.
Capt.Triyanto Moeharsono dari maskapai penerbangan Garuda Indonesia dalam bahasannya pada seminar yang bertema 'Tinjauan Efektifitas Rute Penerbangan Jalur Selatan serta Pengambilalihan Ruang Udara Sektor A B C dan Dampaknya Terhadap Perekonomian, Pertahanan dan Kedaulatan Nasional,' itu menjelasan, pemangkasan rute di jlur selatan itu sangat menguntungkan semua pihak. Bukan hanya pihak airlines dari sisi beban operaional tapi juga penumpang.
"Dari kami sebagai pihak airlines mengusulkan untuk dapat memperpendek lagi rute jalur selatan ini agar dapat lebih efisien, seperti dari Cilacap yang tidak perlu lagi ke arah selatan Progo, akan tetapi dapat langsung ke Kidul," jelas Triyanto.
Kasubdit Operasi Navigasi Penerbangan Ditnavpen Kementerian Perhubungan, Mohamad Hasan Bashory mengakui bahwa rute Tango One (T1) pada jalur selatan ini membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan rute Whiskey Four Five (W45) pada jalur utara, karena terdapat perbedaan jarak tempuh.
"Rute ini memang memerlukan waktu lebih jika dibandingkan dengan W45, karena terdapat perbedaan hingga 20 nm atau setara dengan 37,04 km pada jarak tempuhnya. Namun rute ini diperlukan karena padatnya rute W45," jelas Hasan.
Terkait usulan itu, Direktur Operasi Airnav Indonesia, Moeji Subagyo dalam seminar itu menjelaskan, dibukanya jalur selatan untuk penerbanan sipil, merupakan solusi untuk mengurangi kepadatan traffic pada jalur utara Jawa.
Jalur selatan ini, ungkapnya dapat mengurangi 30 persen kepadatan jalur utara yang sudah mendekat titik jenuh atau overcapacity sekitar 61 persen.
"Karena saat ini kondisi pada jalur utara sudah overcapacity sekitar 61 persen, sehingga perlu adanya jalur alternatif untuk mengurangi kepadatan ini. Tetapi akan ditinjau kembali untuk jalur ini, karena memang belum efisien," jelas Moeji.
Terkait kesiapan pengambilalihan ruang udara/Flight Information Region (FIR) sektor A,B, C di seputar wilayah Batam yang selama ini masih dikelola oleh Singapura dan Malaysia, Airnav Indonesia ungkap Moeji, secara infrastruktur sudah siap.
"Secara teknik, baik infrastruktur maupun personil untuk mengontrol ruang udara tersebut, sudah mencapai 99 persen," jelas Moeji.
Pada kesempatan yang sama, Panglima Komando Pertahanan Nasional, Marsekal Muda TNI Imran Baidirus menjelaskan bahwa dalam pengambilalihan ruang udara sampai saat ini sedang dilaksanakan diplomasi. Namun, ungkapnya, masih perlu pendekatan yang lebih intensif lagi kepada pihak ICAO.
"Dengan diaturnya ruang udara yang kita miliki oleh egara lain akan berdampak secara langsung terhadap kebutuhan nasional kita. Seperti militer yang akan melakukan training di Negara sendiri, yang diharuskan untuk ijin kepada Negara lain. Oleh karena ini kita masih terus melakukan diplomasi untuk pengembilalihan ruang udara sektor A, B, C ini," kata Imran. (Syam S)