Akhirnya Angkat Bicara, Suu Kyi Tolak Kritik Dunia
Selasa, 19 September 2017, 17:08 WIBBisnisnews.id - Aung San Suu Kyi mengatakan pada hari Selasa 19 September bahwa dia tidak takut pada pengawasan dunia atas krisis Rohingya, berjanji untuk menahan pelanggar HAM dan memukimkan kembali beberapa dari 410 ribu Muslim yang telah melarikan diri dari operasi militer di negaranya.
Dalam pidato yang disampaikan sepenuhnya dalam bahasa Inggris dan ditujukan kepada audiensi internasional , dia meminta kesabaran dan pemahaman tentang krisis demokrasi yang rapuh.
Namun dia tidak memberikan solusi. Di Myanmar, para pendukung mengatakan pemimpin berusia 72 tahun tersebut tidak memiliki wewenang mengendalikan militer, yang telah menjalankan negara tersebut selama 50 tahun dan hanya menyerahkan kekuasaan terbatas kepada pemerintah sipil.
Penasihat Negara Myanmar, Aung San Suu Kyi meminta dukungan dari masyarakat global mengenai krisis pengungsi Rohingya dalam sebuah pidato nasional di Naypyidaw.
"Dia mencoba mengembalikan kredibilitas dengan masyarakat internasional, tanpa mengatakan terlalu banyak hal yang akan membuat dia bermasalah dengan orang-orang militer dan orang-orang Burma yang tidak menyukai orang Rohingya," kata Phil Robertson. dari Human Rights Watch.
Janji repatriasi
Dalam pidato 30 menit Suu Kyi menyampaikan kepada para kritikus yang telah mengutuk kegagalannya.
"Myanmar siap kapan saja", katanya, untuk memulangkan pengungsi sesuai proses verifikasi yang disetujui dengan Bangladesh pada awal 1990an.
"Mereka yang telah diverifikasi sebagai pengungsi dari negara ini akan diterima tanpa masalah," tambahnya.
Tapi jantung dari perdebatan sengit tentang kelompok Muslim tersebut adalah ditolaknya kewarganegaraan oleh negara dan dianggap sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.
"Janji pemulangan Suu Kyi itu baru dan signifikan", kata Richard Horsey, analis independen yang berbasis di Myanmar, pada prinsipnya akan memungkinkan mereka yang dapat membuktikan bisa kembali tinggal di Myanmar, daripada kewarganegaraan.
Tidak ada lagi kekerasan?
Suu Kyi mendesak operasi pembersihan selesai pada tanggal 5 September.
Namun pemantau hak dan pengungsi Rohingya mengatakan tentara bersama gerombolan etnis Rakhine secara sistematis menyerang kaum Muslim dan kemudian membakar desa mereka.
Tanpa menyalahkan satu kelompok pun, Suu Kyi berjanji untuk menghukum siapapun yang terbukti bersalah melakukan pelanggaran, terlepas dari agama, ras atau posisi politik mereka.
Suu Kyi mengatakan bahwa mayoritas Muslim di negara bagian Rakhine belum bergabung dengan eksodus. Lebih dari 50 persen desa Muslim masih utuh.
Sekitar 170 desa Rohingya memang telah diratakan, pemerintah mengakui. Kelompok hak asasi manusia mengatakan bukti satelit menunjukkan kerusakannya lebih meluas dan verifikasi independen tidak mungkin dilakukan.
Pidatonya disambut hangat di Myanmar.
"Dia menceritakan situasi sebenarnya kepada dunia atas nama orang-orang Myanmar," kata warga Yu Chan Myae kepada AFP. (marloft)