AP II Menjamin, Pelaku Usaha Cargo Udara Soetta Menjadi Mitra Strategis
Kamis, 08 Februari 2018, 12:11 WIBBisnisnews.id - Pembangunan cargo vilage di bandara Internasional Soekarno-Hatta dijamin tidak akan menggusur para pelaku usaha pergudangan (warhouse) yang selama ini menjadi mitra kerja PT Angkasa Pura II.
Kawasan pergudangan yang nantinya berada di selatan bandara, tepatnya kompleks perkantoran Soewarna itu, menurut President Director PT Angkasa Pura II Muhammad Awaludin, justeru ingin mendorong pertumbuhan produksi cargo udara di Bandara Soekarno-Hatta.
Kekhawatiran yang sempat diletupkan sembila pengelola pergudangan di bandara paling padat itu, kata Awaludin terlalu berlebihan. "Mereka kan selama ini menjadi kitra kami, kenapa harus khawatir, karena kita sama-sama membutuhkan, kita jalankan bisnis ini bersama-sama," jelas Awaludin, menjawab petanyaan seputar kekhawatiran pelaku usaha cargo udara di bandara Soekarno-Hatta, Rabu (7/2/2018), saat berlangsungnya pemaparan kinerja perseroan 2017 dan proyeksi 2018 di Jakarta.
Pengelolaan pergudangan oleh PT Angkasa Pura II sebagai operator bersama anak usahanya, tdak akan mengganggu jalinan kontrak kerja antara masing-masing perusahaan pengelola cargu udara dengan airlines.
Swasta sebagai pelaku usaha yang selama ini membangun usaha bisnis cargo udara di bandara Soekano-Hatta, dipastikan menjadi mitra strategis perseroan dan anak-anak usahanya. Tentu, prosedur kemitraan tetap dijalankan sesuai ketentuan yang berlalu.
Perseroan, ungkap Awaludin akan menggenjot peningkatan produksi cargo udara di bandara internasional Soekarno-Hatta menjadi 1,5 juta ton per tahun. Saat ini kapasitas tersedia hanya 700 ribu ton atau ada peningkatan kapasitas isi dua kali lipat.
Tentunya, kata Awaludin, operator cargo udara, sesuai UU No.1/2009 adalah pemilik Badan Usaha Bandar Uara (BUBU). "Teman-teman kita yang sekarang ini mengelola pergudangan, tetap menjadi mitra kita, untuk melanjutkan kegiatan bisnisnya di Bandara Soekarno-Hatta," kata Awaludin.
Pola kerjasa sama yang dibangun, dapat dibicarakan lebih lanjut. Diantaranya, dengan skema kontrak pengelolaan. Sedangkan operator, sesuai amanat UU saat ini tetap berada di tangan PT Angkasa Pura II.
Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan ada operator lain yang datang dari pelaku usaha yang ada saat ini di Bandara Soekarno-Hatta. Syaratnya, harus mengantongi izin BUBU. "Kalau mau jadi operator, harus ikutin aturan mainnya. Dalam UU No.1/2009 tentang Penerbangan jelas, operator adalah pemegang izin BUBU, penuhi aja aturan itu," jelas Awaludin.
Cargo vilage itu sendiri akan dibangun dalam dua tahap. Yakni, tahun 2018 dan tahun 2019 dengan luas area 90 hektar. Tahap awalpebangunan sudah mulai dilakukan berupa pembangunan appron seluas 18.000 meter persegi yang terhubung langsung ke lini satu warehouse cargo village.
Di lokasi pergudangan itu juga nantinya, akan dibangun terminal 4 Bandara Interasional Soekarno-Hatta. Artinya, akan ada keterhubungan antara cargo vilage dengan masing-masing terminal, sehingga kegiatan bongar - muat lebih efektif dan efisien.
Pembangunan cargo vilage yang diperkirakan bakal menyedot investasi sekitar Rp 2,2 trilun itu, nantinya akan menjadi salah satu pendukung pusat logistik berikat (PLB). "Kami juga butuh mitra kerja, swasta yang mau masuk, silahkan," jelasnya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi belum lama ini menyebutkan, cargo vilage nantinya akan dikelola langsung oleh sejumlah anak usaha milik PT Angkasa Pura II bersama mitranya sebagai strategic partner.
"Kita akan mencari strategic partner. Tentunya kita ingin sekali pergerakan kargo kita ke destinasi akhir itu memang terjadi. Jangan kita hanya ke negara-negara yang dekat sehingga kita tidak dapat memaksimalkan export kita," ujar Menhub. (Syam S)