Awas, Ini Tiga Hal Penting Mengancam Keselamatan Pengguna Jalan Tol
Sabtu, 09 November 2019, 13:55 WIBBisnisNews.id -- Tol Transjawa yang membentang dari Merak hingga ke Banyuwangi sudah jadi. Tak lama lagi, juga akan tersambung dengan Tol Trans Sumatra yang menhubungkan Bakahuni Lampung hingga ke Banda Aceh. Kisah lama tentang perjalanan yang membosankan dan melelahkan, diwarnai dengan kemacetan, mix traffic serta waktu tempuh yang lama sudah tidak ada lagi.
“Pesan” berantai mengenai jalan tol saat ini adalah tentang kecepatan, kenyamanan berkendara serta kehandalan jalan seringkali mewarnai dunia transportasi jalan kita. Bahkan saat ini industri angkutan umum melalui moda jalan mulai bergeliat dan berani bersaing dengan moda kereta api maupun pesawat terbang, dimana sebelumnya hal ini hampir dapat dikatakan “impossible, “ kata investigator senior KNKT Achmad Wildan kepada BisnisNews.id di Jakarta, Sabtu (9/11/2019).
Fenomena ini, lanjut dia, diwarnai dengan makin maraknya bus bus modern, bus double decker yang memiliki fasilitas sekelas pesawat dan waktu tempuh serta tarip yang kompetitif dengan kereta api.
Baca Juga
Namun demikian ada beberapa hal yang perlu diwaspadai oleh para pengguna jalan yang akan menggunakan jalan tol. “Yang sangat penting dan mungkin saat ini terabaikan namun bisa menjadi mesin pembunuh di jalan to,” kata Wildan serius.
Menurut dia, ada 3 tiga hal penting yang perlu menjadi perhatian pengguna jalan agar tak menjadi korban kecelakaan di jalan tol.
Batasi Kecepatan
Jalan tol dibangun dengan standar teknis ideal, akses dibatasi serta performansi jalan yang terjaga dengan baik. Hal itu sangat memungkinkan para pengguna jalan untuk memacu kendaraannya semau dia mampu atau yang dikenal dalam ilmu transport dengan istilah “free flow speed” atau kecepatan arus bebas.
Pada kondisi kecepatan arus bebas, seorang pengemudi mampu mengemudi pada kecepatan yang tidak dibatasi oleh gangguan arus lalu lintas lainnya. “Namun satu hal yang harus diingat adalah bahwa kendaraan saat ini tidak ada yang memiliki desain passive safety untuk keadaan tabrakan pada kecepatan 100 km/jam ke atas,” jelas Wildan.
Ketahanan tabrak kendaraan saat ini, menurut Wildan, didesain maksimal pada kecepatan 70 km/jam. Artinya, jika terjadi kecelakaan pada kecepatan diatasnya, maka teknologi otomotif belum mampu menjaga keselamatan anda! “Oleh sebab itu, jangan tergiur dengan pesan berantai mengenai kecepatan waktu tempuh di jalan tol, tetap kendalikan kecepatan dan patuhi rambu batasan kecepatan di jalan tol,” pesan alumni STTD Bekasi itu.
Lengah / Mengantuk
Mengemudi pada pagi hari, menurut Wildan bisa menjadi ancaman di jakan tol. Mengemudi pada jalan yang lurus dan monoton, mengemudi tanpa gangguan lalu lintas lainnya adalah salah satu penyebab kelengahan, kejenuhan dan berdampak pada mengantuk dan menurunnya kewaspadaan serta reaksi mengemudi.
“Perbedaan kecepatan antara kendaraan pribadi dengan kendaraan barang juga perlu mendapat perhatian yang sangat serius. Hasil survey KNKT pada ruas jalan tol Cipali dan Cipularang menunjukkan gap kecepatan antara kendaraan pribadi dengan kendaraan barang adalah pada angka 50 s/d 100 km/jam,” papar Wildan.
Sementara iRap hanya merekomendasikan gap tersebut maksimal pada angka 30 km/jam. Peningkatan gap diatasnya akan berpotensi pada peningkatan resiko tabrak depan belakang. Hal ini menjawab pertanyaan kenapa kecelakaan di Cipularang didominasi oleh kecelakaan tabrak depan belakang dan di ruas jalan tol Cipali statistic kecelakaan pada bulan Juli 2018 sampai Juli 2019 menunjukkan adanya kejadian tabrak depan belakang setiap harinya!
“Oleh sebab itu sudah saatnya pengelola tol serius dalam menerapkan konsep speed management di jalan tol dan bagi pengguna jalan tol agar lebih waspada mengenai fenomena ini,” terang Wildan.
Pecah Ban
Terakhir, tamnah Wildan, adalah bahaya pada ban. Masyarakat saat ini terjebak pada anggapan bahwa penyebab pecah ban adalah karena ban gundul. Salah besar! Penyebab pecah ban adalah tekanan angin yang kurang. “Pada kondisi tekanan angin ban dibawah standar, maka tekanan udara didalam ban akan meningkat yang diikuti oleh naiknya temperatur,” urai Wildan.
Temperatur udara yang tinggi inilah yang memicu terjadinya proses polymerisasi pada ban, dimana strukturnya akan mengalami perubahan dan menurunkan performance ban. Pada saat tekanan angin kurang, bagian ban yang paling banyak mengalami peningkatan tekanan adalah pada sisi dinding ban (side wall) dimana sisi ini adalah sisi paling kritis pada ban.
“Sehingga saat terjadi polymerisasi maka pertama kali yang akan mengalami perubahan struktur adalah pada bagian dinding ban dan dampaknya pada titik tertentu ban akan meledak karena struktur ban tidak mampu lagi menahan tekanan udara didalamnya,” sebut Wildan.
Beberapa investigasi KNKT pada kasus kecelakaan pecah ban menemukan adanya bekas polymerisasi ini pada ban berupa warna ungu pada bagian dalam ban dan munculnya “chicken crack” berupa pecah-pecah pada bagian sisi ban.
“Jadi, sekalipun mobil anda baru, ban anda baru, tapi anda lupa memeriksa tekanan angin ban anda, maka pada saat melaju di jalan tol maut mengintai anda setiap saat, karena hampir semua kecelakaan pecah ban selalu memberi dampak fatality yang tinggi,” tegas Wildan.(helmi)