Biaya Tinggi Logistik, BUMN dan Swasta Harus Fokus
Senin, 07 Agustus 2017, 17:02 WIB
Bisnisnews.id - Akar masalah tingginya biaya logistik di tanah air, selain faktor infrastruktur yang belum memadai dan birokrasi panjang juga masih terlalu liarnya monopoli yang dilakukan BUMN melalui anak-anak usahanya.
Sekretaris Jenderal Assosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Akbar Johan menegaskan Public Private Partnership/PPP (Kerjasama Pemerintah dengan Swasta/KPS) yang sudah terbangun sejak lima tahun silam harusnya tetap dipertahankan dan dikedepankan. Bukan justru memotong usaha yang sudah dibangun swasta dan berusaha diambil alih oleh anak-anak usaha BUMN.
Apapun alasannya, bila belum ada keberanian pemerintah bersikap tegas terhadap masalah yang ada di lapangan, biaya logistik tetap tinggi dibanding negara-negara di kawasan ASEAN. Masing-masing pihak, yaitu pemerintah, BUMN dan swasta harus fokus pada core business atau bisnis utamanya, jangan lagi liar yang akhirnya merusak mata rantai yang sudah ada.
"Harusnya Public Private Partnership yang sudah terbangun terus ditingkatkan. Kalau masih ada kelemahan untuk menurunkan biaya logistik, dibenahi infrastruktur dan birokrasinya, bukan malah menambah beban," jelas Johan pada Bisnisnews, Senin (7/8/2017), meyikapi masih tingginya biaya logistik di tanah air.
Posisi anak-anak usaha BUMN yang terkait pada kegiatan logistik bisa tumbuh dan berkembang bersama swasta, bila dilakukan secara profesional. Tapi kalau anak usaha BUMN kerjanya hanya menyusu pada induknya, pada akhirnya bukan hanya memicu biaya logistik tapi juga menambah beban induknya (holding).
Swasta ada dan tumbuh berkembanng, bermitra dengan BUMN dan pemerintah telah mengantongi kewajiban, yaitu membayar pajak, membuka lapangan kerja. Tapi bila tatanan yang sudah ada ini disesaki dengan kepentingan lain, yang terjadi adalah berkurangnya lapangan kerja, angka pengangguran bertambah, pemasukan ke kas negara melalui pembayaran pajak berkurang.
"Pada akhirnya yang rugi pemerintah, karena BUMN tidak bisa sepenuhnya jadi andalan. Makanya biaya logistik kita tetap tinggi, karena faktor-faktor itu, yang bila terus dibiarkan dampaknya akan lebih luas," jelasnya.
BUMN mapun anak-anak usahanya, bagus untuk tumbuh bersama dengan swasta, asal kompetisinya dilakukan secara profesional, bukan sebaliknya. "Silahkan cermati itu, memangnya kalau swasta tumbuh dan berkembang di sektor logistik, tidak bayar pajak, tidak pakai tenaga kerja. Kalau bangkrut, berapa ribu tenaga kerja harus di-PHK dan berapa besar pajak yang harusnya masuk ke kas negara hilang karena perusahaannya gulung tikar," kata Akbar.
Gesekan antara BUMN dengan anak-anak usahanya dan swasta terjadi di pelabuhan maupun bandar udara. "Kalau untuk logistik, gesekan ada di pelabuhan maupun bandar udara," kata Akbar.
Seperti soal pengelolaan pergudangan, lapangan penumpukan maupun bongkar muat. Belum lagi masalah yang terjadi di jalan, dimana infrastruktur rendah, kemacetan dan masih hadirnya oknum-oknum nakal yang mencari kesalahan para sopir angkutan barang.
"Faktornya sih banyak sekali, tapi yang terpenting masinng-masing pihak fokus pada bidangnya. Swasta fokus ke bisnis utamanya dan harus profesional, bersaing secara sehat, demikian juga BUMN melalui anak-anak usahanya, marilah kita bangun negeri ini dengan menjauhkan sikap monopoli," kata Akbar.
Misalnya, BUMN selaku pemilik lahan, jangan bersikap sewenang-wenang. Kompetisi harus jalan secara sehat dan jangan saling mematikan. "Saya tidak alergi terhadap perusahaan yang dibangun oleh BUMN asal profesional, tidak ada pelayanan tidak ada tagihan, jangan dibalik-balik," jelasnya.
Biaya Logistik
Kepala Konsultan dari Supply Chain Indonesia, Zaroni mengatakan secara umum, biaya logistik dikelompokkan menjadi tiga klasfikasi.
Yaitu biaya transportasi, biaya penyimpanan barang, dan biaya administrasi. Berdasarkan pengelompokkan biaya logstik tersebut, biaya logistik mencakup semua komponen biaya .
Dalam penghitungan biaya logistik, komponen biaya yang harus dilihat ialah transportasi mencakup biaya transportasi primer dan sekunder.
Transportasi primer adalah pergerakan produk jadi dari pabrik dan pemasok ke gudang. Biaya transportasi primer mencakup biaya pergerakan barang dari pabrik atau pusat distribusi ke pabrik atau pusat distribusi lain, atau angkutan inbound pembelian barang dari pabrik atau distributor untuk dijual kembali (resale).
Sementara transportasi sekunder merupakan distribusi atau pengiriman produk jadi ke konsumen akhir. Biaya transportasi sekunder mencakup biaya pickup, biaya angkutan distribusi, biaya operasional bongkar dan muat barang, dan biaya administrasi distribusi.
Biaya transportasi mencakup semua biaya transportasi setiap moda transportasi yang digunakan untuk aktivitas pergerakan barang dalam rangkaian proses rantai pasok dan saluran distribusi.
Moda transportasi meliputi trucking, kereta api, transportasi air, saluran pipa, transportasi udara, baik domestik maupun internasional. Dalam penghitungan biaya transportasi ini juga mencakup penggunaan fasilitas dan layanan logistik di pelabuhan, stasiun, dan terminal.
Prinsip dasar dalam penghitungan biaya logistik dari komponen biaya transportasi adalah pemakaian sumber daya di setiap aktivitas transportasi, yang meliputi semua moda transportasi, infrastruktur, dan fasilitas transportasi. Setiap perusahaan atau rantai pasok barang berbeda dalam proses rantai pasoknya, oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi proses aktivitas rantai pasok setiap komoditas, perusahaan, industri, dan sektor ekonomi, agar dapat dihitung biaya logistik secara akurat, lengkap, dan komprehensif.
Biaya penyimpanan barang mencakup biaya aktivitas penyimpanan di gudang, biaya penggunaan modal kerja untuk pembelian dan penyimpanan barang , pajak, asuransi, dan biaya risiko shrinkage. Dalam penghitungan biaya logistik dari komponen biaya penyimpanan barang, dikelompokkan menjadi: capital costs, inventory service costs, storage space costs, and inventory risk costs.
Komponen ketiga dalam biaya logistik adalah biaya administrasi. Termasuk dalam biaya administrasi adalah biaya gaji pegawai dan staf kantor pusat dan cabang, gaji pegawai di pusat distribusi, gaji pegawai analis dan perencanaan inventory, dan traffic; biaya ICT, dan biaya overhead di kantor pusat dan unit support. (Syam S)