Demo Selamat Datang Di Neraka Sambut Pemimpin 20 Negara
Kamis, 06 Juli 2017, 11:08 WIB
Tuan rumah G20 di G20, Hamburg bersiap untuk demonstrasi dengan slogan "Selamat Datang Di Neraka" -Welcome to Hell, yang berpotensi menimbulkan kekerasan oleh gerilyawan anti-kapitalis pada Kamis 6 Juli 2017.
Polisi anti huru hara menggunakan semprotan air dan merica untuk menertibkan demonstrasi tidak sah pada Selasa malam (4/7/2017) sehingga lima orang cedera dan memicu kekhawatiran lebih jauh.
Hingga 100 ribu demonstran diperkirakan akan hadir dalam pertemuan dua hari Grup 20 yang dimulai pada hari Jumat 7 Juli 2017.
Kota kedua di Jerman ini telah mengerahkan sekitar 20 ribu polisi di sekitar lokasi acara, dilengkapi dengan perlengkapan anti huru hara, kendaraan lapis baja, helikopter dan pesawat pengintai.
Sebuah pusat untuk tahanan telah didirikan dengan kapasitas 400 orang dan hakim penahanan.
Sekitar 30 demonstrasi telah diumumkan sebelum dan selama pertemuan, yang diselenggarakan oleh aktivis anti-globalisasi dan pemerhati lingkungan, serikat pekerja, kelompok pelajar dan gereja.
Sebagian besar diperkirakan damai tapi beberapa akan dipelopori oleh militan sayap kiri radikal dan anarkis yang dikenal sebagai aktivis blok hitam yang sering bentrok dengan polisi, melemparkan batu, botol atau kembang api.
Penyelenggara protes dengan slogan Selamat Datang Di Neraka - Welcome To Hell, Andreas Blechschmidt mengatakan bahwa semboyannya adalah pesan yang agresif, juga untuk melambangkan kebijakan G20 di seluruh dunia telah bertanggung jawab atas kondisi neraka seperti kelaparan, perang dan bencana iklim.
Blechschmidt mengatakan kepada AFP bahwa selama G20, para aktivis akan berusaha untuk memblokir akses ke tempat KTT dan seperti biasa mempersiapkan perlawanan militan kepada polisi.
Kanselir Angela Merkel mengatakan bahwa demonstrasi damai harus dihormati, "Mereka yang menggunakan kekerasan menghina demokrasi".
Kesan Negatif
Kota Hamburg telah melarang demonstrasi dalam kota dan jalan masuk ke bandara, memaksa para demonstran memasuki daerah pelabuhan St Pauli dan Altona, jauh dari G20.
Beberapa aktivis telah bersumpah untuk menentang larangan tersebut dan berjanji untuk pembangkangan sipil dan blokade untuk menyabotase logistik G20.
Para pemrotes telah menuduh pihak berwenang mengubah kota kedua Jerman menjadi benteng dan menyangkal hak konstitusional untuk berkumpul dan berdemonstrasi.
Kota tersebut mengatakan bahwa pihaknya tidak akan mengambil risiko karena harus melindungi para pemimpin, 10 ribu delegasi dan 5 ribu pekerja media, baik dari ancaman serangan teroris maupun demonstrasi di jalanan.
Perselisihan terjadi di pengadilan dalam beberapa pekan terakhir karena demonstrasi meningkat ketika polisi pada hari Minggu dan Selasa malam membersihkan tenda-tenda kecil di taman umum dan lapangan.
Sejak saat itu, sebuah teater, gereja dan rumah penduduk telah menawarkan menjadi tuan rumah beberapa demonstran dari tempat lain di Jerman dan Eropa.
KTT seperti G20 dalam beberapa tahun terakhir biasanya diadakan di lokasi terpencil, namun Jerman terpaksa menjamu di sebuah kota besar dengan tempat luas dan puluhan hotel.
Banyak yang takut terjadinya kembali jenis bentrokan seperti yang terjadi pada pertemuan puncak G8 di 2001 di Genoa, atau pembukaan gedung Bank Sentral Eropa, Frankfurt yang baru di tahun 2015.
"Pilihan Hamburg sebagai tuan rumah sangat disayangkan," kata Neil Dwane, ahli strategi Allianz Global Investors. "Pemrotes akan menemukan kemudahan perjalanan ke Hamburg, tidak seperti tempat yang sebelumnya jauh lebih terpencil.
"Kota ini akan memerlukan tingkat tindakan perlindungan, yang mungkin mendapat perhatian media lebih banyak daripada isi pertemuan. Hasilnya akan memperkuat kesan KTT tersebut semakin negatif." (marloft)