Ditentang Negara Nuklir, Anggota PBB Berbaris Tandatangani Larangan Nuklir
Rabu, 20 September 2017, 21:52 WIBBisnisnews.id - Negara anggota PBB pada hari Rabu 20 September mulai menandatangani perjanjian pertama pelarangan senjata nuklir. Perjanjian ini didukung oleh lebih dari 100 negara, namun ditolak oleh mereka yang memiliki nuklir.
Kantor perjanjian PBB mengatakan 51 negara diharapkan untuk menanda tangani pada hari pembukaan. Presiden Brasil Michel Temer yang pertama kali menandatangani.
Perjanjian tersebut mensyaratkan semua negara yang pada akhirnya diratifikasi untuk tidak mengembangkan, menguji, memproduksi, memproduksi, memperoleh, memiliki atau menimbun senjata nuklir dalam keadaan apapun.
"Perjanjian ini merupakan tonggak penting menuju tujuan universal dunia yang bebas dari senjata nuklir karena meningkatnya kekhawatiran akan risiko," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres saat membuka upacara penandatanganan.
Lebih dari 120 negara menyetujui larangan nuklir tersebut pada awal Juli dan mendapat tentangan keras dari negara-negara bersenjata nuklir dan sekutu mereka, yang memboikot perundingan tersebut.
Presiden A.S. Donald Trump pada hari Selasa (19/9/2017) mengancam untuk menghancurkan total negara di Asia jika AS dipaksa untuk membela diri atau sekutu-sekutunya melawan agresi.
Guterres memperingatkan bahwa ancaman serangan nuklir berada pada tingkat tertinggi sejak berakhirnya Perang Dingin dan pembicaraan yang berapi-api dapat menyebabkan kesalahpahaman fatal.
Namun negara dengan kekuatan nuklir mengatakan larangan tidak akan berhasil.
Kemudian pada hari Rabu 20 September, Guterres diharapkan memberikan briefing pada pertemuan Dewan Keamanan mengenai reformasi pemeliharaan perdamaian PBB.
Misi Ethiopia PBB mengatakan sembilan presiden, tiga wakil presiden, enam perdana menteri, tiga wakil perdana menteri dan lebih dari 30 menteri luar negeri dijadwalkan menghadiri sesi tersebut selama satu hari. Sebanyak 71 negara telah mendaftar untuk berbicara.
Anggota diharapkan memberikan suara pada resolusi politik yang mengutamakan mediasi, memantau gencatan senjata dan membantu pelaksanaan kesepakatan perdamaian dalam pendekatan PBB untuk menyelesaikan konflik.
Rancangan resolusi tersebut juga menggarisbawahi kebutuhan untuk meningkatkan efektivitas keseluruhan operasi penjaga perdamaian dan pentingnya meningkatkan akuntabilitas, transparansi, efisiensi dan efektivitas. (marloft)