Dua Alasan, Penyedia Jasa Aplikasi Menjadi Perusahaan Transportasi
Selasa, 03 April 2018, 18:40 WIBBisnisnews.id - Perusahaan penyedia aplikasi angkutan online (daring) harus menjadi perusahaan transportasi dengan dua alasan. Yaitu, memberikan upah dan mengatur operasional.
Dua alasan itu, menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugihardjo menjadi dasar yang kuat bagi penyedia aplikasi angkutan berbasis online sebagai perusahaan transportasi.
Kebijakan pemerintah itu, tutur Sugihardjo merupakan hasil kesepakatan bersama putusan rapat dengan Staf Kepresidenan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika beberapa waktu lalu.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugihardjo menjelaskan alasan mengapa perusahaan aplikasi angkutan daring (online) harus menjadi perusahaan transportasi.
Dengan perubahan status itu, Kemenhub memiliki kewenangam langsung mengatur. Tapi kalau hanya mengantongi izin sebagai perusahaan aplikasi, kewenangannya secara penuh berada di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
"Pertama aplikator ini memberi upah, kedua mengatur operasional taksi maupn ojek. Sama ketika kita membeli aplikasi, artinya sudah menjadi milik kita dan kita yang mengatur. Tapi kalau ojek online, misalnya, tarifnya Rp50 ribu apakah dia dapat nominal yang sama, kan enggak, dipotong dari aplikasi," tutur Sugihardjo, Selasa (3/4/2018) dalam Pressbackground Deregulasi, Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha, Pemanfaatan Aset, Pelayanan Terpadu Satu Atap di Kemenhub.
Sugihardjo menjelaskan, apabila statusnya hanya sebagai aplikator, maka tidak berhak untuk mengupah dan mengatur kegiatan operasional. Namun yang terjadi sekarang adalah, aplikator mengatur operasional.
"Para pengemudi taksi maupun ojek online, selama ini kan tidak bisa mengatur sendiri tapi ditentukan oihak penyedia aplikasi. Termasuk sewa dan tarifnya, makanya diputuskan perusahaan aplikasi harus menjadi perusahaan transportasi agar kami bisa mengaturnya," tuturnya.
Sugihardjo mencontohkan, saat dirinya memesan taksi atau ojek online, yang menentukan adalah aplikator. " Letika saya ingin pesan ojek dengan pengemudi nama si A, yang menentukan teyap si aplikator," jelasnya.
Artinya, ungkap Sugihardjo, perusahaan aplikasi itu melakukan praktek sebagai perusahaan transportasi. " Perusahaan itu menjual jasa transportasi umum berbasis aplikasi," tegasnya.
"Kalau kita mengacu pada regulasi, perusahaa aplikasi itu banyak melakukan pelanggaran. Dulu aplikator protes, mengapa dikasih kewajiban ini dan itu, saya kan hanya aplikator, tapi kenyataannya juga dia mengatur, seperti perusahaan transportasi," tambahnya.
Terkait stastunya sebagai perusahaan transportasi, Sugihardjo mengatakan pihaknya akan mendiskusikan dengan pemangku kepentingan terkait operasional di daerah. Apakah nantinya bila statusnya sudah dirubah, safu perusahaan bisa beroperasi di seluruh daerah seperti layaknya perusahaan angkutan umum. (Syam S)