Dugaan Penyiksaan Di Aceh Hantui Langkah Calon Sekretaris Negara AS
Sabtu, 14 Januari 2017, 23:04 WIBBisnisnews.id - Tuduhan penembakan tak beralasan dan penahanan orang Indonesia secara sewenang-wenang telah membayangi langkah mantan CEO Exxon Mobil, Rex Tillerson, dalam usahanya menjadi top diplomat AS di bawah kepemimpinan Trump.
Donald Trump memilih Rex Tillerson, mantan CEO Exxon Mobil sebagai Sekretaris Negara AS. Hal ini mendapat tentangan keras karena hubungan dekatnya dengan Vladimir Putin, Presiden Rusia dan kurangnya pengalaman pemerintahan.
Di luar itu, inthesetimes.com memberitakan bahwa hambatan lainnya adalah masa lalu Tillerson sebagai mantan CEO Exxon Mobil, yang digugat karena tuduhan penyiksaan dan pelanggaran HAM di Indonesia.
Kembali ke tahun 1970, Mobil Corp yang bergabung dengan Exxon Mobil pada tahun 1999, memperoleh hak eksklusif untuk mengekstrak gas di Aceh dan memulai usaha patungan dengan pemerintah Indonesia. Exxon Mobil pun mulai mempekerjakan tentara Indonesia untuk melindungi operasinya di sana.
Namun pada 1990-an dan awal 2000-an, di tengah perang antara separatis dan tentara Indonesia di Aceh, beberapa tentara yang bekerja untuk Exxon Mobil diduga menahan, menyiksa dan bahkan membunuh orang lokal yang tinggal dan bekerja di dekat sana, menurut isi gugatan pertama yang diajukan pada tahun 2001. Gugatan lain diajukan pada tahun 2007, berkonsolidasi dengan gugatan pertama.
Dalam gugatannya, salah satu penggugat ditembak di lutut oleh seorang petugas keamanan Exxon Mobil saat mengendarai sepeda pulang dari perkebunan lokal, di mana ia bekerja sebagai buruh. Ketika penggugat lain mencoba untuk membantu, petugas keamanan malah menginjak kepalanya. Penggugat ketiga malah mengatakan beberapa petugas keamanan telah menyetrumnya di kemaluan dan membawanya ke lubang berisi kepala manusia.
Pengacara mereka, Terry Collingsworth dari Advokat Hak International mengatakan, ia bertemu dengan puluhan orang Aceh yang mengalami keluhan serupa. Menanggapi pertanyaan Collingsworth tentang kasus ini, juru bicara Exxon Mobil mengatakan bahwa Exxon Mobil membantah tegas keterlibatan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh tentara Indonesia selama perang sipil di Indonesia.
Tidak terima, para penggugat Indonesia itu mengatakan bahwa eksekutif Exxon Mobil di Texas mengetahui dugaan penyiksaan oleh tentara tapi membiarkannya. Selama beberapa tahun pertama keluhan itu, Rex Tillerson adalah wakil presiden eksekutif Exxon Mobil Development Company. Ia menjadi wakil presiden senior Exxon Mobil Corp pada tahun 2001 dan CEO, beberapa tahun kemudian.
Exxon Mobil mengatakan, " Tillerson tidak bertanggung jawab untuk operasi di Aceh selama periode waktu yang disebutkan. "
Collingsworth pun mengatakan, " Tidak ada bukti yang menunjukkan Tillerson membuat keputusan yang berkaitan dengan retensi tentara Indonesia. "
Tapi sulit untuk dipercaya bahwa Tillerson tidak mengetahui apa yang terjadi di Aceh. Pelanggaran tersebut diliput oleh media besar termasuk Associated Press dan Wall Street Journal di awal tahun 1990-an. Pada tahun 2001, majalah Time menulis bahwa orang di Aceh berbaris untuk menceritakan kisah penganiayaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh pasukan yang mereka sebut tentara Exxon.
" Tidak ada satu orang di Aceh yang tidak tahu bahwa pembantaian itu terjadi, " kata mantan pejabat tinggi pemerintah Aceh kepada BusinessWeek dalam penelitian di tahun 1998.
Marco Simons, direktur legal kelompok advokasi EarthRights International yang mendukung Indonesia pada tahun 2010 mengatakan, " Entah dia tahu tentang hal itu dan mengijinkannya, atau ia tidak memiliki kontrol operasi yang cukup untuk tahu tentang apa yang terjadi. "
Setelah gugatan pertama diajukan pada tahun 2001, penyiksaan diduga terus berlangsung selama beberapa tahun, sampai akhirnya tsunami menghancurkan Aceh dan mengakhiri perang yang sedang berlangsung antara separatis dan militer Indonesia. Pada tahun 2005, pemegang saham Exxon Mobil meminta perusahaan untuk melaporkan kembali kepada mereka tentang pengaturan keamanan dengan militer Indonesia, tetapi direktur perusahaan berkeberatan.
Di 2006, Tillerson diangkat sebagai CEO, dan Exxon Mobil masih terus mempekerjakan tentara Indonesia di Aceh, menurut isi gugatan di 2007.
" Tergugat telah menolak tuntutan untuk menyelidiki, meningkatkan, atau menghentikan tindakan kasar aparat keamanan, " kata penggugat.
Di 2005, Tillerson dan eksekutif lain di Exxon Mobil telah bertemu dengan para pejabat di Indonesia, tapi tidak jelas apakah Tillerson menyinggung hal ini selama pertemuan. Berbeda dengan mantan CEO, Lucio Noto dan mantan Wakil Presiden Eksekutif, Harry Longwell, yang telah membahas masalah keamanan di Aceh.
Pada tahun 2015, Exxon Mobil pun menjual aset Aceh kepada perusahaan minyak negara Indonesia.
Litigasi antara Exxon Mobil dan penggugat di Indonesia telah berlarut-larut sekitar 16 tahun lamanya. Seorang hakim memutuskan pada tahun 2015 bahwa kasus tersebut bisa terus bergerak maju, menyatakan bahwa "Pengadilan menerima sebagai benar untuk tujuan gerakan ini" dan menyatakan "Exxon memiliki kontrol besar atas kegiatan para tentara ini".
Collingsworth mengatakan kliennya masih menunggu keadilan. "Beberapa bagian kejadian ini adalah tanggung jawab Rex Tillerson. Dia adalah CEO pada masa itu" katanya.
Collingsworth khawatir bila Departemen Luar Negeri berada di bawah Tillerson, maka ia bisa berpihak kepada perusahaan besar seperti Exxon Mobil dalam kasus-kasus pelanggaran HAM di masa mendatang. Ada beberapa preseden mengenai Aceh ini. Pada tahun 2002, Departemen Luar Negeri di bawah Presiden George W. Bush, memperingatkan pengadilan di Amerika Serikat bahwa dengan membiarkan Indonesia mengejar gugatannya terhadap Exxon Mobil bisa memiliki dampak negatif yang serius pada kepentingan pemerintah AS.
Sekarang, Collingsworth mengatakan, Departemen Luar Negeri memiliki kekuatan untuk menentukan apakah penggugat dan saksinya bisa mendapatkan visa untuk menghadiri pengadilan AS yang akan dilaksanakan sebentar lagi. Ia menambahkan, Departemen Luar Negeri dapat memainkan peran dalam mempromosikan aturan hukum di negara-negara di luar negeri. Tetapi jika Tillerson yang ditunjuk, katanya, itu akan mengirim pesan ke orang di seluruh dunia: "Dunia ini terbuka untuk bisnis dan HAM tidaklah penting. " (marloft)