FSPPB Menolak Rencana Direksi Pertamina Melepas Sahamnya di Blok Rokan
Jumat, 13 September 2019, 16:46 WIBBisnisNews.id -- Ketua Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Arie Gumilar, menyatakan walaupun Pertamina diizinkan mencari mitra dalam menjalankan usahanya, namun khusus di Blok Rokan Pertamina seharusnya tidak perlu mencari partner dengan cara melepas sebagian kepemilikan saham. Sebaiknya share down sendiri dilakukan untuk blok-blok migas lain selain Rokan.
"Kami (FSPPB) tidak setuju kalau Rokan dilepas lebih baik blok Mahakam, ONWJ dan blok lainnya, ibaratnya nancepin pipa di blok ini udah keluar minyaknya,” ujar Arie dalam diskusi media di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (13/9/2019).
Untuk itu, FSPPB meminta rencana itu untuk ditinjau ulang. Sebagai blok terbesar kedua sebagai penghasil minyak, Blok Rokan memang menjadi incaran oleh banyak investor. Namun demi menjaga kedaulatan sektor energi khusus untuk Blok ini diharapkan bisa ditangani oleh Pertamina sendiri.
Sebelumnya, Direksi PT Pertamina (Persero) berencana mau melepas sebagian saham (share down) Blok Migas Rokan dianggap tidak tepat. Pasalnya blok ini dinilai sangat strategis dan sudah mampu dikelola Pertamina sendiri. "Sebaliknya, jika wacana dilakukan maka Pertamina terancam tidak lagi bisa mengoptimalkan pendapatannya dari pen5gelolaan blok tersebut," kilah Arie Gumelar.
Potensi Penerimaan Rp823,5 T
Sementara, data dari Kementerian ESDM menyebutkam bahwa blok Rokan ini mampu menghasilkan minyak sekitar 200 ribu barel per hari atau setara 26 persen dari total produksi minyak nasional. Dengan beralihnya pengelolaan kepada PT Pertamina potensi pendapatan negara sekitar Rp823,5 triliun. Apabila kepemilikan saham dilepas sebagian dikhawatirkan penerimaan negara dan juga yang diterima Pertamina justru akan berkurang.
Arie menyadari bahwa dasar Direksi (Pertamina) dan Pemerintah yang berencana untuk melepas sebagian saham pengelolaan Blok Rokan adalan untuk mendapatkan tambahan dana sehingga bisa ekspansi. Kemudian juga untuk membagi risiko bisnis yang mungkin bisa timbul sewaktu-waktu.
"Namun seharusnya dua kebutuhan ini bisa diatasi apabila pemerintah memiliki dana abadi khusus untuk cadangan migas (petrolium fund). Dengan begitu Pertamina tidak perlu melepas saham – saham di blok-blok yang sangat strategis," sebut Arie.
Namun sayangnya, petrolium fund itu sendiri hingga kini belum ada wujudnya lantaran payung hukum masih belum mengatur. Akibatnya seluruh pemasukan negata yang berasal dari bisnis minyak dan gas (migas) langsung masuk ke APBN.
Akibat dari itu, Badan Usaha seperti Pertamina ketika akan melakukan ekspansi harus membiayai sendiri terlebih dahulu. Padahal di saat yang sama Pertamina dibebani oleh segudang penugasan dari pemerintah tanpa diberikan insentif.
Hal itu, menurut Arie, membuat Pertamina semakin tidak berdaya untuk melakukan eksplorasi besar-besaran dan ekspansi. Sementara ada keharusan dari pemerintah agar Pertamina terus melakukan peningkatan produksi.
"Dengan berbagai tekanan yang diberikan berbarengan dengan penugasan tersebut, Pertamina harus mencari pendanaan sendiri. Sehingga opsi-opsi seperti pelepasan saham dan lainnya menjadi alternatif demi memperoleh pendanaan," tegas Arie.(helmi)