Gawat Darurat, Mantan Presiden Maladewa Ditangkap
Selasa, 06 Februari 2018, 09:22 WIBBisnisnews.id - Presiden Maladewa, Abdulla Yameen mengumumkan keadaan darurat 15 hari di pulau tersebut pada hari Senin (5/2) sebelum tentara bersenjata menyerbu pengadilan tertinggi negara tersebut dan seorang mantan pemimpin ditangkap.
Kepulauan kecil di Samudera Hindia itu telah terjerumus ke dalam kekacauan, dengan presiden mengadu melawan Mahkamah Agung setelah dia menolak mematuhi perintah pada Kamis (1/2) untuk membebaskan 9 pembangkang politik.
Kebuntuan tersebut terjadi di tengah tindakan keras pemerintah selama bertahun-tahun mengenai perbedaan pendapat, dengan presiden memenjarakan hampir semua oposisi politik sejak berkuasa pada 2013.
Pada hari Senin, polisi Maladewa menangkap saudara tiri Yameen yang terasing dan mantan presiden Maumoon Abdul Gayoom yang telah memihak oposisi utama.
Mantan Presiden selama 30 tahun itu diambil dari rumahnya di ibukota Male sekitar tengah malam pada hari Senin (5/2), menurut tweet dari putrinya Yumna Maumoon.
"Saya tidak melakukan apapun untuk ditangkap," kata Gayoom dalam sebuah pesan video kepada para pendukung yang diposting di Twitter.
"Saya mendesak Anda untuk tetap teguh dalam tekad. Kami tidak akan menyerah pada pekerjaan reformasi yang sedang kami lakukan."
Pasukan bersenjata yang sangat banyak dan unit operasi khusus polisi sebelumnya telah menyerbu gedung Mahkamah Agung di mana Hakim Agung Abdulla Saeed dan lainnya berlindung, kata pengadilan di Twitter.
Ratusan orang berkumpul di luar kompleks pengadilan dan polisi menggunakan semprotan merica untuk membubarkan kerumunan orang.
Langkah mengejutkan pengadilan pada hari Kamis (1/2) juga memerintahkan pemerintah untuk mengembalikan kursi 12 anggota parlemen yang dipecat karena membelot dari partai Yameen.
Oposisi sekarang memiliki suara mayoritas di majelis, yang berarti mereka berpotensi mencemari presiden.
Namun pemerintah yang telah memerintahkan polisi dan tentara untuk menolak upaya penangkapan atau pemaksaan terhadap Yameen, mengatakan pengadilan tidak berada di atas hukum.
"Putusan Mahkamah Agung menentang otoritas tertinggi di negara ini: konstitusi," juru bicara Ibrahim Hussain Shihab mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dikutip dar AFP.
"Mahkamah Agung harus ingat bahwa hal itu juga terikat oleh undang-undang."
Dia mengatakan pemerintah akan memfasilitasi ketenangan dan menjamin keamanan semua warga dan wisatawan selama periode yang tidak biasa ini. (marloft)