India Luncurkan Reformasi Pajak Di Tengah Penolakan Pebisnis
Minggu, 02 Juli 2017, 02:15 WIBBisnisnews.id - India pada hari Sabtu (1/7/2017) meluncurkan reformasi fiskal terbesar dimana pemerintah menjanjikan bahwa pajak nasional yang baru akan membuat ekonomi lebih kuat dan korup berkurang, namun pebisnis merasa cemas dengan reformasi tersebut.
Pajak barang dan jasa (GST) menggantikan lebih dari selusin pungutan yang dikenakan secara nasional oleh 29 negara bagian. Ini bertujuan untuk mengubah negara berpenduduk 1,3 miliar orang dan ekonomi 2 triliun dolar menjadi satu pasar tunggal.
Perdana Menteri, Narendra Modi mengadakan sesi tengah malam khusus parlemen untuk meluncurkan GST yang dia sebut sebagai pajak bagus dan sederhana.
"Dengan GST, impian India, India hebat. akan terwujud," kata perdana menteri dikutip dari AFP.
"GST adalah sistem sederhana transparan yang mencegah pembangkitan uang suap dan mengurangi korupsi," kata Modi. Negara itu tahun lalu menarik lebih dari 85 persen catatan bank India dari peredaran karena transaksi di bawah meja.
Namun perdana menteri yang telah melakukan upaya besar dalam ekonomi sekaligus target pemilihan ulang tahun 2019, mengakui akan ada masalah.
Negara bagian Jammu dan Kashmir menolak masuk ke satu rezim pajak. GST telah memicu protes para pedagang, sementara partai oposisi utama, Partai Kongres memboikot upacara peluncuran tersebut.
Pebisnis cemas terhadap GST yang menetapkan empat tingkat yang berbeda, antara lima dan 28 persen, bukan dari yang awalnya dibayangkan.
Buku aturan GST berjalan lebih dari 200 halaman dan perubahan terakhir masih dilakukan Jumat malam.
Hal ini memungkinkan pemerintah daerah mengenakan beberapa pajak. Kekacauan pertama terlihat hari Sabtu (1/7/2017) ketika negara bagian selatan Tamil Nadu mengumumkan pungutan 30 persen atas tiket film, di samping biaya GST 28 persen.
Semua 969 bioskop di negara bagian tersebut akan ditutup dari Senin karena protes, kata M. Subramanian, presiden asosiasi pemilik teater regional.
"Karena ini kita akan kehilangan pelanggan dan akan mendorong download film secara ilegal," katanya. "Kami akan melanjutkan pemogokan sampai pajak 30 persen ini dihapus."
Tapi bisnis berkembang pesat bagi perusahaan transportasi.
Seorang eksekutif perusahaan logistik Rivigo di Mumbai mengatakan bahwa klien telah meminta mereka untuk memastikan barang sampai di gudang mereka sebelum tengah malam ketika pajak baru akan masuk.
Sebagian besar ekonom menyetujui reformasi yang pertama kali diajukan pada tahun 2006 dan sudah lama terlambat, namun memperingatkan adanya kejutan awal bagi ekonomi saat bisnis menyesuaikan diri.
Managing Director Credit Suisse di India, Neelkanth Mishra memperingatkan bahwa beberapa bulan ke depan akan menjadi periode ketidakpastian di mana tidak ada perusahaan yang ingin berinvestasi, yang memperlambat siklus investasi dan bertindak sebagai hambatan pada ekonomi." (marloft)