Indonesia Kekurangam 1,1 Juta Kursi Penerbangan
Rabu, 07 Februari 2018, 19:05 WIBBisnisnews.id - Maskapai diminta melakukan pembukaan rute-rute baru internasional untuk mengisi kekurangan 1,1 juta kursi untuk mengangkut 17 jutawisatawan manca negara (Wisman) dibtahun 2018.
Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menjelaskan, total kebutuhan kursi untuk mengejar target kunjungan wisman tahun ini adalah 25 juta kursi penerbangan internasional. Namun, dari angka tersebut ditaksir masih ada kekurangan sekitar 1,1 juta kursi.
“Arus masuk wisatawan mancanegara didominasi melalui udara. Total kebutuhan tahun ini ada 25 juta seats. Dari jumlah itu masih kurang 1,1 juta seats. Rencananya, penambahan terbesar 600 ribu seats itu untuk Bali, Jakarta sekitar 400 ribu seats, lalu sisanya melalui bandara lainnya,” ungkap Arief, Rabu (7/2/2018).
Prediksi kekurangan kursi itu dihitung setelah Menoar Arief mengadakan kunjungan ke sejumlah kantor maskapai dalam negeri. Ssalah satunya Lion Air Group, guna mendorong para operator penerbangan tersebut dapat menutup selisih kebutuhan kapasitas kursi.
Dia menjelaskan, kekurangan 1,1 juta kursi dapat dioptimalkan melalui Bandara Ngurah Rai, Bali dengan didorong menghasilkan 600 ribu kursi baru dari penambahan 10 penerbangan. Yakni, Bandara Soekarno Hatta (Tangerang) 350 ribu kursi dari enam penerbangan per hari, lalu bandara lainnya 150 ribu kursi dengan empat penerbangan.
“Komposisi ini cukup ideal. Bagaimanapun, pemerintah juga memberikan insentif kepada maskapai,” ujar Arief.
Menurutnya, ada lima pasar yang bisa diekplorasi lagi oleh maskapai, yakni pasar Tiongkok, Eropa, Australia, Singapura, dan India. Pada 2017, jumlah wisatawan Tiongkok 1,91 juta atau tumbuh 42,22 persen, Eropa ada 1,74 juta wisman dan tumbuh 14,12 persen. Australia 1,1 juta wisman, Singapura 1,31 juta orang, serta India 434 ribu wisman.
“Tiongkok sudah jadi pasar utama. Untuk Eropa dijadikan satu karena identik. Meski nomor dua, tapi pasar Eropa menjadi penyumbang devisa terbesar. India juga sangat unik. Pertumbuhannya besar 29 persen. Kondisi ini harus lebih dioptimalkan lagi. Malaysia, Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang tetap menjadi market penting,” terang Menpar.
Selain pasar potensial, maskapai harus jeli dan terbuka melihat momen saat low season atau periode sepi. Arief menambahkan, dengan mengusung konsep sharing economy, low season bisa disiasati dengan diskon tarif dengan kisaran 30-40 persen. Penurunan harga ini berlaku menyeluruh, baik oleh maskapai, akomodasi, bahkan destinasi.
Kendati demikian, Arief meminta, maskapai harus terbuka terhadap tata waktu kapan terjadinya low season tersebut.
“Kami ingin Lion Group dan maskapai lain memberitahukan kapan low season itu terjadi. Kondisi ini nanti akan disikapi dengan sharing economy. Tidak perlu ditutupi karena akan dirahasiakan. Saat low season, maka semua akan ikut. Besarnya bisa 30% atau 40%. Nanti kalau ada yang tidak mau ikut, maka sanksi sosial diberikan. Kebijakan ini dilakukan agar industri tetap jalan,” lanjutnya.
Sementara itu, Presiden Direktur Lion Air Group Edward Sirait menjelaskan, ada enam rute baru ke Tiongkok yang sedang di proses pihaknya. Tiongkok ini di akan dihubungkan dengan Lombok dan Batam. Selain itu, rute Bali dan Jakarta ke Korea Selatan juga siap dibuka oleh Lion Air Group.
“Kami tetap fokus pengembangan rute dan kapasitasnya. Semua masih proses. Kami bahkan menjajaki rute Lombok-Tiongkok. Rute reguler Korea Selatan-Jakarta pada Mei sudah aktif. Kalau dari Bali menuju Incheon dan Busan bisa jalan di Juni. Bahkan, charter flight dari Batam ke Busan dan Incheon segera jadi rute reguler. Kami juga ajukan rute tiga kali seminggu dari Belitung ke Kuala Lumpur,” tuturnya.
Edward pun menambahkan, Lion Air akan menganalisa peluang penambahan rute baru ke Tiongkok sebab Lion Air pun sudah merencanakan pembelian 36 armada baru. “Kami akan percepat proses analisis ini. Kami terbentur dengan kapasitas bandar," jelasnya. (Syam S)