Indonesia Meniru Cara Negeri Ginseng Mengatur Taksi Daring
Kamis, 12 April 2018, 20:42 WIBDi 'Negeri Ginseng' perusahaan angkutan umum dan sewa khusus serta pribadi dapat menggunakan jaringan aplikasi untuk pelayanan transportasi tanpa ada biaya alias gratis. Fokusnya adalah memudahkan pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa. Tapi kalau di Indonesia, pengemudi maupun perusahaan angkutan umum dan sewa khusus yang mau menggunakan jaringan online oleh perusahaan aplikasi dikenakan sharing profit 20 persen. Beban ini juga yang dituntut pengemudi taksi daring, agar Kemenhub jangan hanya berani mengatur pengemudi taksi daring tapi juga mengatur pengusaha aplikasi.
Bisnisnews.id - Penyelesaian kemelut transportasi berbasis online (daring) yang tidak juga berkesudahan, diharapkan bisa selesai dengan mempelajari keberhasilan Korea Selatan dalam menerapkan jasa angkutan umum sewa khusus.
Korea Selatan, dinilai berhasil mengatur pelayanan taksi daring dan konvensional. Acuan keberhasilannya ialah kepastian hukum, artinya pemerintah harus tegas dan penggunaan teknologi hanya sebagai pendukung layanan.
Kamis (12/4/2018) Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub mendatangkan Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan Umar Hadi dalam diskusi tertutup yang dilakukan di kantor Kemenhub.
Masukan yang disampaikan dalam diskusi itu diharapkan menjadi acuan oleh Ditjen Perhubungan Darat untuk menyelesaikan beragam permasalahan angkutan umum sewa berbasis daring.
Pemerintah Korea Selatan membuat aturan tegas, bahwa taksi berbasis daring hanya sebagai pelengkap. Artinya perusahaan aplikasi menyediakan fasilitas gratis kepada pemilik kendaraan untuk menggunakan jaringan online. Taksi konvensional juga dapat memanfaatkan jaringan daring untuk melayani masyarakat.
Khusus taksi berbasis daring, pemerintah setempat hanya mengizinkan beroperasi pada jam - jam sibuk. Yaitu pagi hari ketika masyarakat mulai melakukan aktivitas (kerja) dan sore hari.
Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan Umar Hadi menuturkan, ada keseimbangan yang terus terjaga, antara taksi daring dan konvensional. Artinya, teknologi itu benar-benar sebagai solusi kegiatan angkutan umum.
Di Korea Selatan, perusahaan penyedia aplikasi itu bernama Kakao Talk, yang dapat digunakan secara gratis oleh penyedia jasa angkutan umum atau taksi konvensional. Perusahaan aplikasi tidak mengatur tarif, hanya menyediakan fasilitas untuk mempermudah pelayanan transportasi oleh penyedia jasa angkutan dengan penumpang atau masyarakat pengguna jasa.
Di negeri ginseng itu, 96 perusahaan taksi sudah menggunakan jaringan aplikasi. Kata Umar, 18 juta pengguna sudah terdaftar di jasa daring dengan total rata-rata panggilan per harinya sebanyak 1,5 juta panggilan.
Fokusnya ialah, kemudahan pelayanan dan tarif tidak jauh berbeda antara taksi konvensional dan daring. Regulasi itu sudah diatur dalam Undang-undang angkutan jalan, yang mulai diundangkan pada 2017, sebagai payung hukumnya.
Lalu bagaimana dengan Indonesia ? Apakah nantinya akan meniru Korea Selatan ? Direktur Angkutan dan Multimoda Kemenhub Cucu Mulyana mengatakan, perbedaannya ada di perusahaan aplikasi.
Kalau di Korea Selatan, perusahaan aplikasi tidak memungut uang jasa kepada pemilik angkutan tapi Indonesia ada profit sharing atau bagi hasil 20 : 80 atau 20 persen untuk perusahaan aplikasi dan 80 persen untuk pemilik kendaraan atau pengemudi.
"Dari sisi peraturan hampir sama dalam mengatur taksi daring. Cuma memang, di Korea Selatan aplikasi gratis, di Indonesia ada profit sharing," kata Cucu.
Karena ada aturan seperti itu, keseimbangan tercipta. Penggunaan aplikasi oleh pemilik kendaraan tidak membuat taksi konvensional tergusur. Sebab, taksi konvensional juga dapat memanfaatkannya.
Cucu menuturkan, karena di Indonesia perusahaan penyedia aplikasi mengatur pendapatan dan tarif pengemudi atau pemilik kendaraan, ditekankan agar perusahaan aplikasi itu melakukan proses perubahan dari perusahaan aplikasi ke perusahaan transportasi.
"Kan untuk menjadi perusahaan transportai peryaratannya mudah, tidak dipersulit, minimal memiliki lima armada, " jelas Cucu.
Kalau di Korea Selatan, teknologi yang figunakan untuk perusahaan transportasi idak mematikan satu sama lain taoi saling mendukung. " Kalau sudah menjadi perusahaam aplikasi kita bisa masuk dan mengatur, sekarang ini aplikasi bukan di Kemenhub," jelasnya.
Terkait kepemilikan saham, karena dua perusahaan aplikasi yang ada sekarang ini ada investasi asing. Cucu mengatakan, belum sampai ke arah itu. Fokus pembahasan adalah perusahaan aplikasi harus mengajukan izin sebagai perusahaan transportasi. "Kami belum masuk kesana," jelasnya. (Syam S)