Iuran Pariwisata Penumpang Pesawat Melanggar, Alvin Lie: Pemerintah Kok Mau Duitnya Saja
Jumat, 26 April 2024, 19:21 WIBBISNISNEWS.id -Ketua Assosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia Alvin Lie mengatakan, sekarang ini perekonomian masyarakat sudah cukup berat, daya beli belum stabil, kalau dibebani lagi iuran pariwisata, akan semakin terpuruk.
Kunjungan wisata bagi penumpang pesawat, sangat kecil dan tidak lebih dari 12,6 persen . Artinya, tidak bisa seluruh isi pesawat dikenakan iuran parwisata.
Terlebih lagi pemerintah akan menarik iuran pariwisata kepada penumpang pesawat yang digagas Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dimasukan dalam komponen tiket pesawat.
Baca Juga
Bila rencana itu benar-benar diterapkan, nantinya yang merasakan bukan hanya masyarakat sebagai penumpang pesawat, tapi juga pihak maskapai penerbangan dan pengelola bandara.
" Masyarakat yang naik pesawat itu hanya sebagian kecil berwisata, mayoritas adalah keperluan keluarga. Misalnya, menemui kekuarga di kampung, ada juga yang naik pesawat untuk urusan pekerjaan dan kegiatan sosial dan tidak berwisata," kata Alvin Lie
Mantan Anggota Ombudsmen ini juga mempertanyakan, soal rencana pemerintah menarik iuran pariwisata kepada penumpang tersebut, untuk kepentingan apa? Kalau tujuannya, meningkatkan industri wisata nasional, sebaiknya dibebankan ke APBN, jangan ke masyarakat.
Kalau semua kementerian buat aturan yang seperti ini, dengan beragam program dan dibebani ke masyarakat, apa jadinya nantinya. " Jangan lupa ya, tiket pesawat itu sudah dipajaki 11 persen dan tahun depan jadi 12 persen, untuk apa uang itu dan siapa yang mengawasi," tegas Alvin lie.
Dikatakan, kalau dana iuran pariwisata kepada penumpang pesawat itu dikumpulkan kepada BUMN, seperti Injourney, seharusnya pemerintah yang mengeluarkan uang tersebut bukan lagi masyarakat yang dibebani.
Alvin mengingatkan, jangan lagi membebani masyarakat, untuk jalan tol saja dibiayai pemerintah secara komersial, kemudian penggunanya nanyinyanyang membayar, tapi bukan memungut dari masyarakat.
"Prinsip dari organisasi penerbangan dunia seperti ICAO dan International Air Transport Association (IATA) jelas, setiap pungutan harus ada imbal baliknya, fasilitas atau lainnya kecuali itu pajak yang merupakan amanat Undang-undang, tapi di luar itu harus ada imbal baliknya seperti PSC di bandara," kata Alvin.
Passanger Service Charge atau PSC itu ditarik pihak operator bandara, untuk mendukung fasilitas di bandara, tapi tiket pesawat itu khusus untuk biaya pengangkutan.
" Kalau OSC kan jelas, tapi kalau iuran pariwisata kepada penumpang ini, apa.....? Yang ngutif airline kemudian disetor ke pemerintah, ini aneh, mau duitnya tapi tidak mau kerja dan bersembunyi dibalik harga tiket, nanti dibilangnya harga tiket naik, padahal harga tiket tidak naik dan yang bikin harga tiket mahal kan pungutan dari pemerintah ini," tegas Alvin.
Alvin Lie kembali menegaskan, iuran pariwisata kepada penumpang pesawat, berdampak buruk terhadap masyarakat dan pihak maskapai. " Penumpang pesawat tidak menikmati hasil iuran yang dikeluarkan, tapi membebani, bukan fasilitas, bukan pelayanan, bukan pajak pula," jelasnya.
Alvin Lie menilai pemerintah mau enaknya sendiri, tidak pernah mau tahu urusan pihak lain. Karena sampai saat ini tarif tiket pesawat dipatok pemerintah melalui tarif batas atas dan tidak pernah dinaikin.
"Sekarang ini saja masyarakat sudah merasakan harga tiket pesawat mahal, padahal harga tiket tidak dinaikan maskapai, dan maskapainya juga susah, karena pasca pandemi belum pulih, makanya maskapai tidak bisa mendatangkan pesawat baru. Maskapai susah masyarakatnya juga susah," jelasnya
Sebelumnya Ketua Umum Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) Denon Prawiraatmadja menolak iuran pariwisata kepada penumpang pesawat oleh pemerintah.
Denon mengatakan, pikirkan baik-baik sebelum mengambil keputusan, karena pariwisata dan wisatawan hanya salah satu dari berbagai jenis penumpang pesawat.
“Dengan demikian pengenaan iuran pariwisata pada tiket pesawat akan menjadi kontraproduktif, karena dapat menyebabkan harga tiket naik, jumlah penumpang turun dan kondisi bisnis maskapai penerbangan juga turun sehingga program perluasan konektivitas transportasi udara dari pemerintah menjadi tidak tercapai,” jelas Denon.
Penolakan rencana iuran pariwisata kepada penumpang pesawat tersebut juga disampaikan Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Sigit Sosiantomo.
Sigit dengan tegas mengatakan, pastikan iuran pariwisata melaluinkomponen tiket pesawat justeru melanggar undang-undang.
"Saya menolak, selain membebani penumpang, tarif juga makin melambung, juga berpotensi melanggar UU, sepertu UU No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan," ujar Sigit.
Undang-undang telah mengatur, yang masuk dalam komponen tiket pesawat udara yaitu tarif jarak, pajak, asuransi dan tuslah.
Kata Sigit, iuran pariwisata yang akan dikenakan tersebut, jelas bukan bagian dari pajak yang bisa dibebankan kepada penumpang.
Kata Sigit, penetapan tarif tiket pesawat itu juga wajib memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat, sesuai yang diamanatkan pasal 126 ayat (3) UU penerbangan..
(syam)