KBN Vs KCN, Direktur Kepelabuhanan Bilang, Konsesi Itu Sudah Benar
Rabu, 12 September 2018, 15:08 WIBBisnisnews.id -- Perseteruan PT. Karya Citra Nusantara (KCN) dengan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) terus berlanjut menjadi isu negatif bagi para calon investor yang akan berinvestasi di sektor pengelolaan terminal di kawasan Pelabuhan Marunda.
Direktur Kepelabuhanan Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan M Tohir mengatan, konsesi yang diberikan kepada KCN sudah sesuai peraturan dan tidak ada penyalahan prosedur.
"KCN pemegang konsesi dan tidak salah," jelas Tohir Rabu (12/9/2018) dalam diskusi Peran dan Nasib Investasi Swasta di Industri Maritim di Jakarta.
Seperti diberitakan sebelumnya KCN adalah perusahaan patungan (joint venture) antara KBN yang memiliki 15 persen saham dengan PT Karya Teknik Utama (KTU) yang memiliki 85 persen saham.
Gugatan dilayangkan KBN lantaran KCN dianggap melakukan perbuatan melawan hukum terkait adanya perjanjian konsesi. Area yang dikuasai adalah milik KBN.
Direktur National Maritime Institute (Namarin) Jakarta, Siswanto Rusdi dalam diskusi itu juga mengatakan, perseteruan KBN dan KCN itu harus menjadi pelajaran, karena ada ratusan pelabuhan lain yang akan dikonsesikan kepada investor swasta pemegang izin Badan Usaha Pengelolaan Pelabuhan.
"Investor membutuhkan kepastian. Sekarang para investor menahan diri, sljamham sampai ketika investasi itu berjalan muncul masalah hukum," tutur Siswanto
Siswanto mengatakan, kasus perseteruan KBN dan KCN sangat spesifik, karena ini sama saja anak menggugat orang tuanya. Kalau perusahaan pemegang BUP seperti KBN dan KCN saja memunculkan masalah hukum, bagaimana dengan nasib ribuan inveator pemegang BUP yang juga akan berinvestasi di sektor yang sama.
" Regulator harus jelas dan tegas terkait masalah kepastian hukum sehingga tidak ada keraguan dari investor," jelasnya.
Peseteruan KBN dan KCN yang berujung ke meja hijau ini gugatan perdatanya terdaftar pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara nomor perkara 70/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Utr yang didaftarkan pada 1 Februari 2018.
Pihak KBN selain menggugat anaknya sendiri (KCN) sebagai tergugat 1, juga menggugat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan. Tergugat 3 adalah KTU pemegang 85 persen saham KCN.
KBN menyeret masalah itu ke meja hijau karena sangat keberatan terhadap perjanjian konsesi HK.107/1/9/KSOP.Mrd-16 Nomor 001/KCN.KSOP/Konsesi/XI/2016 pada 29 November 2016.
Seperti tertuang dalam gugatan, perjanjian konsesi, Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub memberikan izin konsesi pengelolaan ke KCN atas pelabuhan Pier I, Pier II dan Pier III sepanjang 1700 meter mulai dari Cakung Drain hingga sungai Kali Blencong.
Pihak KBN mengklaim, kawasan seperti yang dimasukan dalam perjanjian konsesi itu adalag miliknya dan pihak regulator tidak bisa memberikan area KBN diberikan kepada KCN.
M.Toha menegaskan, area yang diberikan kepada KCN itu sudah sesyai peraturan. Kendati diakui, area yang dimasukan dalam perjanjian konsesi karena lahan itu sudah terlalu lama tidak dimanfaatkan.
"Ketika konsesi itu diberikan kepada KCN yang juga bagian dari KBN ada ketibutan. Tapi saya ketakan, konsesi itu sudah benar dan tidak ada pelanggaran," tegasnya.
Kepastian Hukum
Pelibatan swasta dalam penyediaan dan pengelolaan infrastruktur maritim akan memberikan banyak manfaat. Namun harus ada kepastian hukum, karena kehadiran swasta itu akan mengurangi beban pemerintah. Perseteruan yang terjadi di Marunda antara KBN dan KCN menjadi preseden buruk dan memalukan.
Berkaca pada kasus itu, Siswanto Rusdi menekankan perlunya kepastian hukum agar tidak ada keraguan bagi investor.
Saat ini, Pelabuhan Marunda telah memiliki sejumlah terminal. Setidaknya telah terdapat dua Badan Usaha Pelabuhan atau BUP yaitu Marunda Center Terminal (MCT) dan milik PT Karya Citra Nusantara (KCN).
Keduanya berperan merealisasikan rencana induk Pengembangan Pelabuhan Marunda telah masuk dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 38/2012 tentang Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok. Dalam beleid tersebut, perluasan dan pengembangan Tanjung Priok melingkupi dermaga Tarumanegara, Kali Baru, Marunda, hingga Cilamaya.
Arus barang di Pelabuhan Tanjung Priok sejak 2007-2011 tumbuh rata-rata 6,14 lersen per tahun, yang pada 2011 saja, arus barang mencapai 74.989.804 ton.
Terkait kehadiran KCN di Marunda , pada beleid itupun dipaparkan pengembangan jangka panjang sebagai penopang Tanjung Priok. Alasannya, pada beleid yang diteken EE Mangindaan selaku Menteri Perhubungan waktu itu, terjadi ketimpangan antara pertumbuhan arus barang dan penambahan areal.
Siswanto memaparkan berdasarkan data tahun lalu, total kunjungan dan volume barang yang ditangani Pelabuhan Marunda telah menembus 33 juta ton dan tiap bulan tidak kurang terdapat 300 call.
Apalagi, jelasnya, KCN yang baru mengoperasikan Pier I yang belum seluruhnya tuntas dari tiga Pier yang direncanakan, telah menyumbang pemasukan ke kas negara. Dengan dasar hitungan kontribusi yang telah negara terima dari KCN pada 2016-2017, Siswanto memperkirakan total potensi kontribusi KCN apabila seluruh dermaga Pier I, Pier II dan Pier III beroperasional mencapai Rp200 miliar per tahun.
“Namun sayangnya pengembangan Marunda belum optimal, seperti KCN yang malah disengketakan oleh KBN sehingga kurang optimal bekerja, sedangkan Priok tidak bisa menangani barang curah, maka akan terjadi kongesti,” simpulnya.
“Pemerintah telah mengungkapkan untuk merealisasikan cita tersebut, perlu pelibatan swasta yang lebih besar, terlebih untuk menggerakkan pembangunan infrastruktur,” kata Siswanto.
Salah satu sektor yang membutuhkan kemitraan swasta lebih besar yaitu industri maritim. Terutama jika mengingat beberapa cita dari Nawacita bertumpu pada pengembangan infrastruktur transportasi laut, seperti pelabuhan hingga galangan kapal.
Walaupun berkaca pada Indeks Performa Logistik atau Logistic Performance Index (LPI) 2018, peringkat Indonesia naik dari posisi 63 ke 46, setidaknya persoalan krusial seperti pelabuhan utama Tanjung Priok senantiasa kewalahan menangani lebih dari separuh aktivitas ekspor impor nasional. Alhasil, LPI membaik bukan berarti penanganan di pelabuhan yang melibatkan banyak instansi mulai dari Bea dan Cukai, BUMN, Kemenhub, hingga Kementan mengalami perbaikan berarti. (Syam S)