Kebijakan Ganjil-Genap dan Harapan Warga Kota Jakarta
Jumat, 04 Oktober 2019, 17:07 WIBBisnisNews.id -- Kepadatan arus lalu lintas menjadi problem permanen bagi daerah perkotaan. Penumpukan kendaraan di setiap ruas-ruas jalan di Ibu Kota Jakarta bukanlah pemandangan aneh. Tak salah, jika Kota Jakarta sering menyandang predikat kota termacet, kota polusi, kota semraut, dan sebagainya.
Kondisi inilah yang mendorong lahirnya berbagai kebijkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah DKI Jakarta, mulai Tree in One, Jalur Busway, monorail (terhenti), LRT, MRT, sampai pada penerapan Ganjil Genap (gage).
Dalam ilmu transportasi upaya pembatasan pergerakan kendaraan pada ruas jalan dikenal dengan istilah Transit Demand Management (TDM) yang bertujuan untuk membatasi pergerkan lalu lintas pada satu atau lebih kawasan di wilayah perkotaan.
Beban tanggung jawab Indonesia sebagai penyelenggara ASEAN Games tahun 2018, membuat Pemerintah harus melakukan pembenahan wajah ibu kota Jakarta, mulai dari infrastruktur lingkungan transportasi, sarana transportasi publik sampai pada upaya mengurangi pergerakan kendaraan di jantung kota Jakarta.
Pemprov DKI Jakarta membangun gagasan Gage guna memecah kebuntuan pergerakan lalu lintas, untuk menghilangkan stigma bahwa Jakarta kota macet, semraut dan lainnya bagi para tamu negara yang hadir mengikuti kegiatan SEAN Games serta untuk memperlancar pergerakan para atlet yang akan berlaga.
Gayung bersambut, upaya seluruh stakeholder membuahkan hasil, tangan dingin Gubernur Anies Baswedan mampu merubah wajah jalan jalan protokol dan sekitarnya di Ibu Kota Jakarta layaknya kota New York.
"Sekarang, kalau kita berdiri disini (Jln Jend Sudirman -MH Thamrin) sejauh mata memandang, seolah kita di New York," ujar willy salah seorang pedesterian yang ditemui di bilangan Jln Sudirman - MH Thamrin.
Lalin di Jakarta Makin Lancar
Willy menambahkan, sejak diberlakukan kebijakan ganjil genap (gage) lumayan dampaknya arus lalu lintas (lalin) di Jakarta makin lancar.
Keberhasilan gage, walaupun awalnya kontroversi tapi nyatanya cara memecah kebuntuan yang satu ini (gage), lumayan dirasakan manfaatnya. Walaupun program gage ini masih bersifat jangka pendek-menengah. Seiring dengan perbaikan berbagai infrastruktur termasuk beroperasinya MRT Jakarta dan LRT, gagasan gage mulai diperluas lagi, hasinya makin nyata.
Walaupun diawali tahapan sosialisasi tapi, ini kebijakan gage ini cukup efektif. Pasalnya, hampir semua pengguna jalan sudah menghindari ruas ruas jalan yang masuk kawasan penerapan ganjil genap (gage).
Sementara, Arry salah seorang pelanggan Grab juga mengakui kalau efek kebijakan Gage cukup terasa. Faktanya, ruas jalan arah ke Tomang yang biasa dilaluinya dan masuk "jalur neraka" menurut Arry saat ini jauh lebih baik.
"Saya kalau mau ke Badara Soekarno-Hatta pasti lewat ruas jalan ini. Dan ampun, macetnya sudah sangat luar biasa. Tapi, sekarang mendingan," aku Arry, yang sehari hari bekerja di salah satu perusahaan di kawasan Jln. Gajah Mada Jakarta Barat itu.
"Memang kita awali dengan sosialisi, tapi sudah kelihatan ada pengurangan kendaraan, dan sampai saat ini cukup berhasil menekan tingkat kemacetan pada ruas jalan tersebut," ujar Kadishub DKI Dr. Syafrin Liputo, ATD, MT saat di konfirmasi via telpon.
Lebih lanjut, Syafrin mengatakan bahwa kita sudah tertunggal jauh, dibandingkan pertumbuhan kendaraan di Kota Jakarta. Olehnya, kita harus segera move on termasuk menyegrakan kebijakan electronica road pricing (ERP).*(bima-helmi)