Kegelisahan Pemerintah Ditengah-Tengah Melemahnya Rupiah
Rabu, 01 Agustus 2018, 14:27 WIBBisnisnews.id - Pemerintah mulai agak panik menghadapi pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS yang sampai saat ini belum ada yang mampu mengatasinya. Sentimen positif yg sudah beberapa kali digulirkan belum bisa menguatkan rupiah secara signifikan.
Rupiah masih terus betengger dan bertahan di atas angka 14 ribu, atau tepatnya untuk transaksi hari ini berada pada level 14.600 per dolar AS. Nyaris mendekati angka 15 ribu, dimana angka yang tidak pernah diperkirakan sebelumnya.
Presiden Joko Widodo bahkan telah meminta para menteri terkait di jajaran kabinetnya untuk lebih banyak menerapkan implementasi ketimbang harus banyak membahas masalah pelemahan itu di rapat rapat.
Solusi harus dicari, impor harus didorong untuk ditingkatkan, sehingga Rupiah bisa lebih menguat, atau setidaknya tidak terus kembali melemah sampai menembus ke angka 15 ribu. Dorongan agar impor ditingkatkan, kata Presiden Jokowi, karena pemerintah juga sedang membutuhkan dolar.
Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, sudah mulai terjadi sejak Januari 2018, dimana pergerakannya merambat dan pasti dari angka 13.600, kini mejadi 14.600 per dolar AS.
Ada sejumlah strategi pemerintah mengatasi pelemahan Rupiah. Diantaranya, menggenjot impor semaksimal mungkin, dan memangkas birokrasi panjang yang selama ini dinilainya menjadi kendala impor.
Agar impor terus berjalan, pemerintah terus menjaga ketersediaan bahan baku dan ketersediaan modal, menjaga stabilitas harga barang modal pada harga internasional yang kompetitif dan memperluas pasar impor.
Cara lain yang terus dilakukan pemerintah dalam menjaring dolar AS lewat devisa ke kas negara ialah, mendatangkan wisatawan manca negara atau Wisman. Kementerian Pariwisata dalam programnya mematok, tingkat kunjungan Wisman pada 2019 sebanyak 20 juta.
Untuk mendukung program pemerinta di sektor pariwisata itu, telah digerakan seluruh stakeholder, terutama maskapai penerbangan agar membuka rute penerbangan ke sejumlah negara. Terutama negara-negara yang tingkat perjalanan warga negaranya tinggi.
Program konektivitas antar negara juga digalakan, Bukan hanya sebatas di kota-kota besar tapi juga bandara-bandara yang ada di Indoesia bagian tengah dan Timur.
Strategi yang dibangun pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dalam menarik sebanyak-banyaknya Wisman ialah melakukan promosi pariwisata melalui program penguatan 10 destinasi wisata. Membangun digital tourism, desa wisata dan membuka aksesibiltas udara. Selain itu pemerintah juga berupaya menarik investasi asing untuk menanamkan modalnya di dalam negeri.
Strategis lain yang cukup menarik ialah, membebaskan biaya visa untuk 90 negara di dunia. Targetnya, warga negara dari 90 negara bebas visa itu memilih Indonesia sebagai tempat berlibur dengan banyak objek wisatanya.
Berdasarkan data kunjungan yang bersumber dari Kemenerian Pariwisata, tingkat kunjungan Wisman tahun 2016 sampai 2018 terus meningkat. tahun 2016 jumlah wisman tercatat 11,51 juta, tahun berikutnya (2017) 14,03 juta dan tahun 2018 ini pemerintah mentargetkan kunjungan Wisman sebanyak 17 juta.
Harapannya, dengan program strategis itu, nilai tukar Rupiah kembali pulih dan devisa negara masuk. Dengan program 20 juta Wisman, devisa yang bisa dijaring ke kas negara sekitar Rp 280 triliun atau melampaui oenerimaan dari sektor Migas, batubara dan kelapa sawit.
Pelemahan Rupiah ini juga bukan semata-mata disebabkan minimnya sentimen positif dalam negeri, tapi juga pengaruh dari luar. Misalnya, rencana Gubernur Bank Sentral AS yang menaikan suku bunga acuan (Fed Fund rate) 3 -4 kali, sehingga ivestor melihat ini sesuatu yang menguntungkan dan tempat berlindung paling aman untuk investasinya.
Faktor lain yang menyebabkan menguatnya dolar AS yang berimbas pelemahan Rupiah ialah kebijakan fiskal, seperti penurunan tarif pajak dan pengenaan bea impor, peningkatan harga inyak mentah dunia, belum lagi pengaruh perang dagang antara China, dan negara-negara Eropa. (Syam S)