Keselamatan Transportasi Menjadi Fokus Utama Ditjen Hubdat
Minggu, 27 Oktober 2019, 07:55 WIBBisnisNews.id -- Kata kunci yang bisa kita ambil dan kita maknai yaitu keselamatan transportasi darat. "Keselamatan transportasi darat tidak akan terwujud tanpa 3 aspek yang tidak dapat dipisahkan berkaitan dengan keselamatan lalu lintas, yaitu sumber daya manusia, jalan, dan sarana."
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi, ketika membuka Rapat Kerja Peningkatan Keselamatan, Pelayanan Transportasi Sungai dan Penyeberangan se-Sulawesi, di Kendari, Sulawesi Tenggara, kemarin.
Dikatakan Dirjen Budi, hal penting yang perlu kita lakukan dalam penyelenggaraan transportasi ialah memantapkan sistem transportasi yang menyentuh pada aspek strategis dan pembagian peran multi moda dan antar moda transportasi," kata dia.
Menurut Dirjen Budi, aspek pembagian peran ini sangat penting, karena Sulawesi Tenggara adalah provinsi yang sebagian besar berupa kepulauan, maka pengembangan jaringan transportasi di dalam dan antar pulau diarahkan untuk mengintegrasi. Selain itu juga mengkombinasikan moda transportasi yang ada sesuai dengan potensi wilayah yaitu transportasi jalan, sungai, danau, dan penyeberangan, serta transportasi laut dan udara.
Dirjen Budi yang hadir didampingi Direktur Prasarana Transportasi Jalan, Risal Wasal, berkesempatan meninjau Terminal Puwatu yang telah diambil alih pemerintah pusat. Pihaknya akan segera merenovasi Terminal Puwatu agar dapat digunakan untuk melayani masyarakat sebagai simpul transportasi.
Masalah ODOL Tuntas 2021
Menyinggung masalah ODOL (Over Dimensi Over Load), Dirjen Budi mengatakan, "Melihat dari angkutan barang di Sulawesi Tenggara yang banyak melakukan pelanggaran muatan atau over load dan juga over dimensi. Saya minta Kepala BPTD untuk berani melakukan normalisasi kendaraan yang over dimensi."
Kementerian Perhubungan berkomitmen zero odol ditargetkan dapat terealisasi sepenuhnya di tahun 2021 mendatang. "Kami akan menindak tegas pelanggaran ODOL," kata Dirjen Budi.
Sanksi berupa denda hingga hukuman pidana sudah diatur dalam pasal 277, Undang-undang 22 tahun 2009. "Upaya ini perlu dilakukan mengingat banyak kerugian yang harus ditanggung, diantaranya merusak jalan dan jembatan, kecelakaan yang menelan korban jiwa, serta kemacetan yang berakibat pada penurunan produktivitas," lanjutnya.
Dirjen Budi juga menyoroti keterlibatan perusahaan karoseri dalam kasus over dimensi. "Pihak karoseri menjadi pihak penting, karena disinilah kerangka badan kendaraan dibangun. Oleh karena itu perusahaan karoseri dihimbau agar mematuhi regulasi yang berlaku, jika tidak sesuai SK Rancang Bangun maka kendaraan hasil produksi karoseri tidak akan mendapatkan SRUT," jelas Dirjen Budi.
"Jangan pula kemudian memodifikasi kendaraan menjadi lebih panjang, lebih lebar, ini jelas melanggar," tegas Dirjen Budi didampingi Kepala BPDT XVIII Benny Nurdin Yusuf itu.(helmi)