Kredit Pembiayaan Kapal Belum Mendapat Dukungan Perbankan Nasional
Selasa, 03 September 2019, 18:49 WIBBisnisnews.id - Tiga Bank BUMN, yaitu BRI, BNI dan Mandiri mendukung program pengembangan sarana dan prasarana infrastruktur transportasi pada sejumlah kota-kota besar di Indonesia termasuk bakal ibu kota baru di Kalimantan Timur.
Sayangnya, alokasi kredit pembiayaan tersebut lebih diprioritaskan pada sektor transportasi berbasis jalan raya dan belum mengarah kepada sektor maritim, yakni untuk pembangunan kapal seperti yang diharapkan operator pelayaran nasional.
Dukungan penuh tersebut terungkap dalam Fokus Group Discussion (FGD) yang digelar Kamar Dagang dan Industrii (KADIN) Indonesia sektor Perhubungan dengan tema Mewujudkan Transportasi Umum yang Andal dan Efisien dan Berdaya Saing, Selasa (3/9/2019) di Menara KADIN Indonesia Jakarta.
Kepala Ekonom PT BNI'45 Ryan Kiryanto dalam FGD itu menjelaskan, manajemen BRI telah mengalokasikan kredit pembiayaam khusus untuk infrastruktur moda transportasi.
Hingga saat ini, pertumbuhan BNI di sektor transportasi sebesar 33,39 persen. Dukungan itu diharapkan mampu mewujudkan pengembangan infrastruktur secara terintegraai.
Sedangkan total platform kredit Bank BNI tahun 2019 senilai 540 triliun . Dari jumlah itu sebesar 14 persen terserap ke sektor transportasi.
"Kami dari BNI mendukung kegiatan program pemerintah dalam pengembangan infrastruktur di sektor transportasi," kata Ryan
Namun tidak dijelaskan, dari 14 persen platform kredit pembiayaan yang dialokasikan Bank BNI untuk sektor transportasi laut, seperti pembiayaan pembangunan kapal dan galangan, seperti dilakukan banyak negara maju.
Perusahaan pelayaran berharap alokasi kredit pembiayaan harus diberikan juga ke sektor pembangunan kapal. Karena sampai saat ini alokasi pembiayaan tersebut hanya mengarah kepada transportasi berbasis jalan raya.
Peranan perbankan di sekttor infrastruktur transportasi itu juga disampaikan Executive Vice President PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) - BRI Soegeng Hernowo.
Dia mengakui, penyaluran kredit pembiayaan lebih banyak tersedot ke moda transportasi angkutan berbasis jalan raya, sebagian ke pembangunan pelabuhan .
Kredit pembiayaan oleh perbankan pada umumnya, khususnya bank-bank pelat merah lebih mengarah kepada angkutan berbasis jalan raya, seperti angkutan khusus (taksi) travel, dan angkutan pribadi.
Sementara Kabid Luar Negeri DPP INSA Suyono mengaku miris terhadap rendahnya keberpihakan lembaga keuangan dan perbankan nasional terhadap pembiayaan kredit pembangunan kapal.
Perbankan, kata Suyono memberikan ruang besar terhadap armada berbasis jalan raya, termasuk kendaraan pribadi tapi menutup kran untuk pembiayaan kapal dan kalaupun ada ruang bunga kreditnya besar.
"Sebagai negara maritim, ini seperti slogan belaka. Tidak ada keberpihakannya ke sektor maritim, terutama untuk pembiayaan pembangunan kapal," tuturnya.
Idealnya, forsi kredit pembiayaan untuk maritim (pembangunan kapal) sebesar 80 persen. Tenor panjang dengan bunga yang diberikan harus kompetitif yaitu 4 - 6 persen.
Namun yang terjadi sekarang ini, kalaupun ada kucuran pembiayaan kredit pembangunan kapal bunganya tinggi, 12 - 14 persen."Apa bisa kita bersaing dengan luar negeri kalau besaran bungan kredit oembiayaan sebesar itu," tuturnya.
Tertutupnya kran pembiayaan dengan bunga kompetitif 4 - 5 persen oleh perbankan nasional, itu sama dengan mendorong perusahaan pelayaran mencari pendanaan dari lembaga keuangan luar negeri.
Artinya, perusahaan pelayaran nasional akan membangun kapalnya dari luar negeri. Faktanya seperti itu, karena selain bunganya kompetitif 4 - 7 persen tenornya panjang.
Kalau saja skema yang ada di lembaga keuangan luar negeri diterapkan di Indonesia, tentu industri galangan nasional tumbuh, lapangan kerja terbuka lebih luas dan perusahaan pelayaran tumbuh signifikan. ( Syam S)