Laporan Akhir KNKT, Ada 9 Penyebab Kecelakaan Pesawat Lion Air di Perairan Karawang
Jumat, 25 Oktober 2019, 16:36 WIBBisnisNews.id -- Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) merelease laporan akhir kasus kecelakaan pesawat Boeing 737-8 (MAX) registrasi PK-LQP yang dioperasikan oleh Lion Air dengan nomor penerbangan LNI 610 di Jakarta, Jumat (25/10/2019) siang. Pesawat naas itu jatuh di perairan Karawang Jawa Barat, tanggal 29 Oktober 2018, tak lama setelah lepas landas dari Bandara Soetta menuju Pangkal Pinang, Bangka Belitung.
Ketua KNKT Surjanto Tjahjono langsung memimpian acara ini didampingi investigator in charge Capt Nurtjahjo Utomo, dan pejaat lainnya. Termasuk perwkilan Ditjen Hubud Kemenhub serta puluhan wartawan dalam dan luar negeri.
Dalam paparan akhir yang disampaikan Capt Nurtjahjo Utomo, disebutkan, ada beberapa faktor yang berkontribusi dan saling berkaitan terhadap kecelakaan mau yang menewaskan seluruh penumpang dan awak pesawat itu.
"Artinya, jika hal-hal itu tdak ada, maka besar kemungkinan kecelkaan maut itu tidak akan terjadi," kata pilot senior itu.
Adapun sembilan faktor penyebab kecelakaan esawat Lion Air, adalah sebagai berikut :
1. Asumsi terkait reaksi pilot yang dibuat pada saat proses desain dan sertifikasi pesawat Boeing 737-8 (MAX), meskipun sesuai dengan referensi yang ada ternyata tidak tepat.
2. Mengacu asumsi yang telah dibuat atas reaksi pilot dan kurang lengkapnya kajian terkait efek-efek yang dapat terjadi di cockpit, sensor tunggal yang diandalkan untuk MCAS dianggap cukup dan memenuhi ketentuan sertifikasi.
3. Desain MCAS yang mengandalkan satu sensor rentan terhadap kesalahan. 4. Pilot mengalami kesulitan melakukan respon yang tepat terhadap pergerakan MCAS yang tidak seharusnya karena tidak ada petunjuk dalam buku panduan dan pelatihan.
5. Indikator AOA DISAGREE tidak tersedia di pesawat Boeing 737-8 (MAX) PK-LQP, berakibat informasi ini tidak muncul pada saat penerbangan dengan penunjukan sudut AOA yang berbeda antara kiri dan kanan, sehingga perbedaan ini tidak dapat dicatatkan oleh pilot dan teknisi tidak dapat mengidentifikasi kerusakan AOA sensor.
6. AOA sensor pengganti mengalami kesalahan kalibrasi yang tidak terdeteksi pada saat perbaikan sebelumnya.
7. Investigasi tidak dapat menentukan pengujian AOA sensor setelah terpasang pada pesawat yang mengalami kecelakaan dilakukan dengan benar, sehingga kesalahan kalibrasi tidak terdeteksi.
8. Informasi mengenai stick shaker dan penggunaan prosedur non-normal Runaway Stabilizer pada penerbangan sebelumnya tidak tercatat pada buku catatan penerbangan dan perawatan pesawat mengakibatkan baik pilot maupun teknisi tidak dapat mengambil tindakan yang tepat, dan
9. Beberapa peringatan, berulangnya aktifasi MCAS dan padatnya komunikasi dengan ATC tidak terkelola dengan efektif. Hal ini diakibatkan oleh situasi-kondisi yang sulit dan kemampuan mengendalikan pesawat, pelaksanaan prosedur non-normal, dan komunikasi antar pilot, berdampak pada ketidak-efektifan koordinasi antar pilot dan pengelolaan beban kerja.
Kondisi ini, menurut Capt Nurtjahjo, telah teridentifikasi pada saat pelatihan dan muncul kembali pada penerbangan ini. Setelah kejadian ini, beberapa pihak terkait telah melakukan tindakan perbaikan sebagai berikut:
Mereka adalah Lion Air sebanyak 35 tindakan perbaikan, Boeing sebanyak 8 tindakan perbaikan, DGCA (Ditjen Hubud) sebanyak 10 tindakan perbaikan, FAA sebanyak 17 tindakan perbaikan.
Selanjutnya, Batam AeroTeknik (BAT), perusahaan perawatan esawat Lion Air Grup, sebanyak 2 tindakan perbaikan. Collins Aerospace sebanyak 4 tindakan perbaikan, dan AirNav Indonesia sebanyak 2 tindakan perbaikan.
"Tindakan perbaikan telah dilakukan oleh pihak-pihak terkait. Namun demikian KNKT memandang masih ada isu keselamatan yang harus diperbaiki," papar Capt. Nurtjahjo.
Rekomendasi Terbanyak ke Boeing
Selain itu, menurut KNKT, pihaknya telah menerbitkan rekomendasi kepada para pihak terkait kecelakaan ini, yaitu Lion Air sebanyak 3 rekomendasi keselamatan, Boeing sebanyak 6 rekomendasi keselamatan, DGCA (Ditjen Hubud) sebanyak 3 rekomendasi keselamatan.
Selanjutnya FAA sebanyak 8 rekomendasi keselamatan, BAT sebanyak 3 rekomendasi keselamatan, AirNav Indonesia sebanyak 1 rekomendasi keselamatan, Xtra Aerospace sebanyak 1 rekomendasi keselamatan.(helmi)