Maskapai: Jangankan Untung, Bertahan Hidup Saja Sulit, Ini Sumber Masalahnya
Rabu, 17 Juli 2024, 11:48 WIBBISNISNEWS.id - Saat ini tarif tiket penerbangan yang telah ditetapkan pemerintah, masih jauh dari harapan bagi maskapai untuk bisa survive, dengan beban yang sangat tinggi.
Jangankan untung, untuk melakukan pengembangan usaha, bisa menutupi biaya operasi saja, sulit.
Biaya-biaya operasional yang tinggi itu, sulit diatasi maskapai hanya dengan menjual tiket pesawat yang sudah ditentukan pemerintah. Karenanya, maskapai berharap, rencana pemerintah menurunkan biaya - biaya dalam industri penerbangan segera terealisasi.
Ketua Umum Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) Denon Prawiraatmadja menyambut baik upaya pemerintah tersebut, sehingga maskapai bisa lebih leluasa mengoperasikan pesawat dan dengan margin yang ada dapat pengembangan usaha.
Sejumlah biaya tinggi pada industri penerbangan yang sangat dirasakan maskapai, menurut Denon bersumber dari operasional dan non operasional.
Denon menyebutkan, biaya tinggi dari operasional penerbangan misalnya harga avtur yang lebih tinggi dibanding negara tetangga, adanya antrian pesawat di darat untuk terbang dan di udara untuk mendarat yang berpotensi boros bahan bakar, biaya kebandarudaraan dan layanan navigasi penerbangan dan lain-lain.
Sedangkan biaya tinggi non operasional penerbangan misalnya, adanya berbagai pajak dan bea masuk yang diterapkan secara berganda. Pajak berlapis ini bila tidak segera dipangkas, bakal memberangus industri penerbangan nasional.
“Saat ini pajak dikenakan mulai dari pajak untuk avtur, pajak dan bea untuk pesawat dan sparepart seperti bea masuk, PPh impor, PPN dan PPN BM spareparts, sampai dengan PPN untuk tiket pesawat. Dengan demikian terjadi pajak ganda. Padahal di negara lain pajak dan bea tersebut tidak ada,” lanjut Denon
Sebagian besar biaya penerbangan, lanjut Denon, juga terpengaruh langsung maupun tidak langsung pada kurs dollar AS. Dengan demikian semakin kuat nilai dollar AS terhadap rupiah, maka biaya penerbangan akan ikut naik.
“Hal ini juga harus diantisipasi dan dicarikan jalan keluarnya bersama,” ujar Denon lagi.
Selain itu, adanya biaya layanan kebandarudaraan bagi penumpang (Passenger Service Charge/ PSC) yang dimasukkan dalam komponen harga tiket juga membuat harga tiket pesawat terlihat lebih tinggi.
“Penumpang tidak mengetahui bahwa PSC itu bukan untuk maskapai tetapi untuk pengelola bandara. Namun karena berada dalam satu komponen, maka penumpang menganggap itu adalah bagian tiket pesawat dari maskapai,” ujar Denon.
Iklim Usaha
INACA juga menyoroti iklim usaha penerbangan yang saat ini tidak sehat. Hal ini karena masih adanya monopoli dalam bisnis penerbangan sehingga terjadi pengaturan harga oleh satu pihak dan tidak terjadi persaingan usaha yang sehat.
Beberapa monopoli yang saat ini terjadi di antaranya monopoli penyedia avtur di bandara, monopoli pengelolaan bandara oleh pemerintah baik melalui BUMN maupun BLU dan UPBU Kementerian Perhubungan, serta monopoli operasional penerbangan dari maskapai atau group maskapai tertentu.
Agar tercipta iklim usaha dan persaingan usaha yang sehat, monopoli tersebut harus diminimalisir atau dihilangkan.
Salah satu contoh meminimalisir monopoli operasional penerbangan adalah pengelolaan slot penerbangan yang lebih baik. Pengelolaan slot harus berdasarkan azas keadilan bagi maskapai dan kekuatan pasar. Jarak waktu slot antar maskapai harus diperhatikan agar tidak terjadi persaingan yang tidak sehat. Pengelola slot harus menjalankan aturan dengan tegas sehingga maskapai mematuhi aturan yang berlaku. Slot yang tidak terpakai dalam jangka tertentu harus segera ditarik dan diisi oleh maskapai lain.
Namun demikian, pemerintah juga harus memperhatikan maskapai yang menerbangi virgin route, yaitu rute yang sebelumnya tidak ada penerbangan. Pemerintah harus memberikan proteksi pada maskapai yang pertama menerbanginya dalam jangka waktu tertentu dengan terus menerus mengevaluasi pasar penerbangan di daerah tersebut. Penambahan penerbangan oleh maskapai lain baru bisa dilaksanakan bila pasarnya sudah kuat dan maskapai pertama sudah mendapatkan keuntungan.
Dengan demikian terjadi persaingan bisnis yang sehat dan di sisi lain penumpang juga mendapatkan layanan yang lebih baik.
INACA juga menyambut baik dibentuknya Satgas Supervisi Harga Tiket Angkutan Penerbangan Nasional. Namun agar komite ini berjalan efektif, yang harus menjadi perhatian adalah siapa saja anggotanya, apa kewenangannya, apa program kerjanya dan bagaimana menjalankannya.
“Permasalahan yang melingkupi penerbangan nasional itu sangat kompleks dan melibatkan berbagai kementerian dan lembaga. Untuk itu komite tersebut harus benar-benar kuat baik secara legal maupun operasional serta melibatkan berbagai stakeholder penerbangan, sehingga kinerjanya baik dan benar,” pungkas Denon. (*/Syam)