Mengapa Ojol Masih Demo ke Pemerintah
Kamis, 16 Januari 2020, 09:54 WIBBisnisNews.id -- Direktur Instrans dan pengamat transportasi Ki Darmianingtyas mengaku tak habis fikir, atas aksi demontrasi eskponen driver ojel online (ojol) di Jakarta, kemarin. "Mereka ingin diakui sevagai angkutan umum, dan amsuk revisi UU LLAJ. Sementara, tak ada jaminan jika masuk terus kesejahteraan mereka meningkat."
"Selain itu, jika menjadi angkutan umum, mereka harus berbedan hukum, dan juga mengikuti aturan lain-lain. Apa mereka sadar akan semua itu," kata Tyas, sapaaan dia menjawab BisnisNews.id di Jakarta.
Dikatakan, apakah setelah menjadi angkutan umum nasib driver ojol akan jadi lebih baik daripada sekarang? Bagaimana mekanisme pengelolaannya (ojol)?
"Kalau sebagai angkutan umum maka harus masuk kedalam badan hukum, siapa yg menjadi badan hukumnya dan bagaimana hubungan antara driver dan badan hukum tersebut, kalau ternyata keduanya tidak menghasilkan driver ojol lebih sejahtera," tanya Tyas, pamong Peguruan Taman Siswa itu.
Negara Sudah Hadir (Ojol)
Menurut dia, mengapa (ojol) harus memaksakan diri menjadi angkutan umum. Selama ini negara sudah hadir dan ikut mengatur dan memfasilitasi keberadaan ojol di masyarakat. Mereka juga bisa bebas berusaha menjalankan profesinya.
"Tuntutan untuk menjadi angkutan umum itu relevan bila operasional ojol itu dilarang sehingga butuh legalitas agar tidak dilarang sedangkan yang terjadi di indonesia. Sementara ojol di Indonesia tidak dilarang bahkan sudah dipayungi dengan Peraturan Menteri Perhubungan," jelas Tyas.
Karena (ojol) tidak dilarang dan sudah ada Peraturan Menteri Perhubungan, maka tuntutan legalitas sebetulnya tidak relevan lagi. "Adanya demo driver ojol yang menuntut dimasukannya ojol dalam sistem angkutan umum boleh jadi disebabkan mereka kurang memahami aturan atau kurang dipahaminya resiko resiko atau implikasi politis dan ekonomi dijadikannya sepeda motor sebagai angkutan umum," kilah Tyas.
Sebab, papar dia, kalau dipahami implikasi politik dan ekonominya (ojol), dengan menjadikan motor sebagai angkutan umum maka tidak perlu tuntutan untuk memasukan sepeda motor sebagai angkutan umum.
Saya kira, menurut Tyas, sampai kapapun masyarakat akan sepakat bahwa pelayanan angkutan umum harus memenuhi aspek keselamatan keamanan dan kenyamanan. "Pertanyaannya adalah apakah ketika sepeda motor itu menjadi angkutan umum yang sah otomatis memberikan jaminan atas keselamatan keamanan dan kenyamanan dengan yang sekarang ini," tanya Tyas.
Kalau tidak (lebih baik), tambah Tyas, lalu nilai plus apa yang diperoleh baik oleh driver ojol sendiri maupun oleh masyarakat dengan dijadikannya motor sebagai sarana angkutan umum yang sah.(helmi)