Merak–Bakauheni Terancam, Kapal Cukup Deramaga Tidak Mendukung, Delaying Sistem Akan Terus Terulang,
Senin, 17 November 2025, 14:10 WIB
BISNISNEWS.id - Memasuki periode peak season libur panjang Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru) diprediksi bakal terjadi antrian panjang dan kemacetan yang menguler hingga ke pintu tol.
Pasalnya, 70 unit kapal yang resmi terdaftar di lintasan penyeberangan Merak -Bakauheuni, tidak akan beroperasi maksimal, karena tidk didukung dengan dermaga yang ada.
Saat ini dari tujuh pasang dermaga (Merak - Bakauheuni), yang paling layak melayani kapal secara maksimal hanya dermaga 6 dan dermaga 1. Empat dermaga lainnya, belum mampu beroperasi secara maksimal seperti dermaga 6 dan dermaga 1.
Sementara dermaga 6 yang dibangun oleh PT ASDP Indonesia Ferry, lebih di dominasi kapal-kapal sendiri milik ASDP.
Wajar saja, dari 70 kapal yang terdaftar beroperasi dilintasan paling padat itu, hanya sekitar 28 -30 kapal yang bisa beroperasi, selebihnya harus menunggu giliran.
Artinya, bukan kapal yang kurang, tapi infrastrukturnya tidak mendukung, sehingga dermaga tidak mampu menampung jumlah kapal yang ada.
Pengusaha angkutan penyeberangan yang juga Ketua Umum Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan ( GAPASDAP ) Khoiri Soetomo mengakui, di lintasan penyeberangan Merak - Bakauheuni, dermaganya ada tujuh pasang, tapi kapasitas dan kwalitasnya tidak sama, sehingga kapal banyak yang nganggur meskipun berada di periode peak season.
Setiap musim liburan dan peak season, masalah yang sama terus terulang:
Delaying system, penumpukan kendaraan, dan kemacetan panjang selalu terulang setiap kali masuk periode peak season atau musim padat pang.
Selama dukungan infrastruktur tidak memadai, dermaga tidak ditambah, bottleneck akan tetap sama bahkan semakin parah, terlebih setelah operasional jalan tol Trans Jawa dan Trans Sumatra.
Pengoperasian dua ruas tol (Trans Sumatera dan Trans Jawa) memperlancar arus lalu lintas dan
mempercepat arus kendaraan sampai ke pelabuhan.
Over Supply
Selain soal infrastruktur, masalah di lintasan penyeberangan Merak–Bakauheni adalah terjadinya
over supply kapal akibat terus bertambahnya izin operasional yang dikeluarkan Kementetian Perhubungan.
Harusnya yang di enahi adalah infrastrukturnya, penambahan dermaga dan memaksimalkannya, sehingga kapal yang ada bisa beroperasi, bukan menambah izin baru.
Khoiri mengatakan, kapal yang ada saja, sudah harus mengantrii, dan terpaksa menganggur karena keterbatasan dermaga. "Loh kok masih ditambah izin baru lagi," kata Khoiri.
Gapasdap telah dua kali melayangkan surat permintaan moratorium perizinan, dan sebelumnya hal ini juga telah menjadi kesepakatan bersama. Namun izin baru terus terbit sehingga jumlah kapal semakin tidak seimbang dengan kapasitas dermaga yang stagnan.
Akibatnya, hari operasi kapal saat ini hanya 11 hari dalam sebulan, bahkan tren ke depan menuju hanya sembilan hari dalam sebulan. Kondisi ini sangat tidak kondusif bagi keberlangsungan usaha.
Pemerintah dinilainya terlalu cuek dan belum berpihak kepada pengusaha kapal ferry Sungai Danau dan Penyeberangan (SDP). Ada dua hal yang harus diperhatikan, infrastruktur yang memadai dan stop sementara penerbitan izin baru.
Over supply kapal di lintasan Merak - Bakauheuni berdampak buruk terhadap kinerja, karema operator merugi dan berpotensi mengorbankan safety.
Dengan tingkat operasi yang hanya sepertiga dari kapasitas normal, operator menghadapi situasi yang sangat berat. Sebab, meskipun kapal tidak beroperasi, biaya tetap berjalan.
Seperti, bahan bakar mesin untuk menjaga sistem tetap hidup, gaji ABK yang wajib standby 24 jam di atas kapal, biaya sandar, perawatan, dan logistik lainnya,
Catatan negatif bila kapal jarang bergerak alias nagggur karena menunggu dermaga kosong, adalah terjadinya pertumbuhan kerang (biofouling) di badan kapal yang semakin cepat.
Dalam kondisi seperti ini, perusahaan beroperasi dalam keadaan merugi, sehingga sangat berpotensi berpengaruh pada aspek, keselamatan pelayaran (safety), kualitas layanan, keandalan kapal,
serta kesejahteraan ABK.
Iklim usaha yang tidak sehat seperti ini pada akhirnya merugikan masyarakat, karena operator tidak dapat meningkatkan standar layanan dan keselamatan secara optimal ketika beroperasi di bawah tekanan finansial. (Syam)