Sengketa Investasi KBN Vs KCN, Namarin Menilai Kemenhub Tidak Tegas
Jumat, 14 Desember 2018, 10:54 WIBBisnisnews.id - Pemerintah dinilai kurang tegas dalam menyelesaikan sengketa investasi pembangunan dermaga di Pkawasan Marunda antara PT Karya Citra Nusantara (KCN) dengan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN).
Sengketa yang telah bergulir cukup lama itu, menurut Direktur National Maritime Institut (Namarin) Siswanto Rusdi harusnya cepat diselesaikan sebelum naik ke meja hijau.
"Pemerintahnya yang tidak tegas, mencla-mencle, harusnya sejak awal mengambil sikap tegas, sebelum masalahnya meluas hingga ke pengadilan," tuturnya dalam FGD terkait pembahasan terkait investasi di sektor infrastruktur transportasi, Kamis (13/12/2018) di Menara Selatan Rasuna Sahid Jakarta.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan, Joko Sasono menepis kritikan miring itu, ditegaskan, upaya penyelesaian sengketa itu sudah dilakukan sejak awal.
Ketika masing-masing-masing pihak merasa benar dengan argumen dan bukti dokumen yang dimiliki, upaya mencari keadilan dilanjutkan ke meja hijau. Bahkan sengketa ini, KBN bukan saja menggugat KCN tapi juga menyeret Kementerian Perhubungan sebagai tergugat terkait pemberian konsesi.
Kasubag Bantuan Hukum Ditjen Perhubungan Laut, Difla Oktaviana menegaskan, pertarungan antara KBN dan KCN ini idealnya tidak melibatkan Kementerian Perhubungan ( Ditjen Perhubungan Laut). Karena dalam konteks hukum, sengketa yang terus bergulir itu sifatnya b to b.
Baca Juga
Narasumber FGD yang digelar Forwahub terkait pembahasan investasi di sektor infrastruktur transportasi, Kamis (13/12/2018) di Menara Selatan Rasuna Sahid Jakarta. (Foto:BN/Syam S)
Pada sisi lain Siswanto mengatakan, sengketa ini hanya menjadi ganjalan pengembangan infrastruktur di kawasan Marunda. Selain membuang waktu cukup lama, investasi yang sudah tertanam menjadi sia-sia.
Dibutuhkan keberanjan pemerintah mengambil sikap. Kata Siswanto, Presiden harus turun tangan menyelesaukan masalah itu, dan menxabht gugatan ditingkat banding, sehingga masalah itu selesai dan kawasan Marunda dapat dikembangkan.
"Yang bisa melakukan itu adalah bos besar, yaitu Presiden. Kalau tidak ada sikap tegas, maka kita harus menunggu beberapa tahun kedepan yang melelahkan untuk menuntaskan kasus sengketa itu," tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, KCN merupakan usaha patungan antara PT Karya Tekhnik Utama (KTU) dan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) yang merupakan BUMN. KTU telah memenangkan tender pengembangan kawasan C01 Marunda yang digelar KBN pada 2004.
Setahun kemudian pasca tender, KTU dan KBN bersepakat membentuk usaha patungan dengan restu pemilik saham BUMN dan Gubernur DKI Jakarta. Mengacu kajian kelayakan LPM UGM pada 2003, KBN mendapat porsi kepemilikkan tidak lebih dari 20 lersen, dan hanya menyetor bibir pantai sepanjang 1.700 meter dari Cakung Drain hingga Sungai Blencong.
Sebaliknya, KTU harus membiayai seluruh investasi pembangunan pelabuhan Marunda yang diperuntukkan untuk terminal umum dan curah. KCN akan menggarap pelabuhan yang terdiri dari Pier 1, Pier 2, dan Pier 3.
Setelah pembangunan Pier 1 hampir rampung dan 50 persen Pier 2 direalisasi dengan menelan investasi triliunan. Pada 2013 direksi baru KBN menuntut kepemilikkan saham mayoritas. KTU menolak sehingga berbuntut aksi sepihak KBN yang menutup akses Pelabuhan Marunda.
KBN melayangkan gugatan perdata di PN Jakarta Utara. Agustus lalu, PN Jakarta Utara memenangkan gugatan perdata yang menyeret KCN, Kemenhub, dan KTU terkait pembatalan konsesi Pelabuhan Marunda, serta klaim kepemilikkan aset pelabuhan.
Selain berperkara lewat jalur hukum, sengeketa Marunda juga tengah ditangani Pokja IV Satgas Kebijakan Ekonomi. Hingga kini, sengketa itupun masih berlarut dan mengancam mangkraknya pengembangan Marunda.
Ketua Pokja IV Satgas Kebijakan Ekonomi Yasona Laoly yang Menteri Hukum dan Ham sebelumnya mengungkapkan, telah menyusun rekomendasi dan mendorong keduanya mengajukan proposal damai untuk menyelesaikan sengketa investasi Marunda.
" Ttapi setiap kali ada pertemua, pihak KBN tidak pernah hadir, bahkan tidak mematuhi rekomendasi tersebut. Sehingga upaya penyelesaian dari Pokja IV terhambat, malah sekarang jadi persoalan hukum yang membenturkan antar lembaga pemerintah, Kemenhub dan Kemen BUMN,” tutur Yasona
Yasona berjanjj, jika masih tetap berlarut, masalah ini akan dibawa ke tingkat lebih tinggi. Kami akan mengundang semua pihak secara khusus untuk mecari solusi terakhir,” tegas Yasona. (Syam S)