SKK Migas Perlu Tanggung Jawab Pada Penurunan Produksi Blok Rokan
Rabu, 11 Maret 2020, 16:01 WIBBisnisNews.id -- Pengelolaan Blok Rokan akan beralih ke Pertamina, Agustus 2021, setelah dikuasai Chevron Pacific Indonesia (CPI) lebih dari setengah abad. Blok Rokan adalah penghasil minyak terbesar Indonesia, dengan puncak produksi sekitar 1 juta barel per hari (bph) pada 1980-an.
"Namun, saat ini produksi Blok Rokan hanya sekitar 160.000-an bph, dan berpotensi hanya menghasilkan minyak sekitar 140.000-an bph pada 2021. Kondisi tersebut, akibat kelalaian dan pelanggaran peraturan oleh CPI dan Pemerintah, terutama SKK Migas," kata Direktur IRESS Dr. Marawan Batubata di Jakarta.
Dalam kondisi produksi migas nasional yang terus menurun pada 6-7 tahun terakhir, lanjut dia, Indonesia harus mengimpor minyak (dan BBM) lebih banyak dari yang mampu diproduksi. Saat harga minyak dunia naik, meningkatnya impor minyak berdampak pada naiknya defisit neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan (current account deficit).
"Itulah sebabnya Presiden Jokowi sangat concern dan berulang-ulang mengingatkan isu defisit kepada jajaran kabinetnya dalam 2 tahun terakhir," kata Marwan lagi.
Saat ini, papar dia, masalah defisit sedikit tertolong karena turunnya harga minyak dunia akibat membanjirnya supply dan melemahnya demand, terutama karena merebaknya wabah Covid-19. "Namun jika penurunan kuota produksi minyak OPEC dan Rusia akhirnya disepkati (Jumat 6/3/2020 kesepakatan gagal tercapai), harga minyak dapat kembali “pulih”, sebut Marwan.
Bagi Indonesia, pulihnya harga minyak dunia akan menjadi runyam akibat terus turunnya produksi minyak, termasuk dari Blok Rokan. Apalagi jika nilai tukar Dolar AS terhadap Rupiah terus meningkat. "Khusus terkait dengan Blok Rokan, siapa pihak yang pantas dituntut untuk bertanggungjawab? Mari kita telusuri dan teliti," aja mantan anggota DPD Jakarta itu
Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR (20/1/2020) Presiden CPI Albert Simanjuntak menerangkan, CPI sudah tidak melakukan pengeboran lagi di Blok Rokan sejak 2019 karena menilai investasinya tidak ekonomis. Untuk mempertahankan tingkat produksi, Albert mengatakan ada 3 opsi yang dapat diambil.
"Mereka itu adalah, Opsi-1, CPI yang mendanai dan membor. Opsi-2, CPI membor dan Pertamina yang mendanai, dan Opsi-3 Pertamina yang membor dan mendanai. Namun Opsi-1 sudah tidak berlaku karena CPI telah menghentikan investasi karena menganggap tidak ekonomis," jelas dia mantap.
Saat RDP tersebut, Albert mengaku telah pihaknya melakukan proses rencana alih kelola Blok Rokan di bawah koordinasi SKK Migas. Untuk itu, telah dibentuk tim koordinasi, dan diakui proses tersebut sudah memiliki jadwal yang disepakati dan berjalan baik. Namun ternyata hingga saat ini, ketiga opsi belum ada yang terlaksana.
Dalam hal ini, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan (26/1/2020), Pemerintah terus mendorong proses transisi Rokan dapat berjalan mulus supaya Pertamina segera berinvestasi, sehingga penurunan laju produksi dapat ditekan.
Guna mengantisipasi dan menjamin tingkat produksi terjaga, Pemerintah memang telah menerbitkan Permen ESDM No.26/2017 tentang Mekanisme Pengembalian Biaya Investasi pada Kegiatan Hulu Migas. Pasal 2 Permen ESDM No.26/2017 menyatakan: (1) Kontraktor wajib menjaga kewajaran tingkat produksi migas sampai berakhirnya masa Kontrak Kerja Sama (KKS). (2) Dalam rangka menjaga tingkat produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor wajib melakukan investasi pada Wilayah Kerjanya.
Selain itu, Permen ESDM No.26/2017 lebih lanjut telah direvisi dengan terbitnya Permen ESDM No.24/2018 yang menjamin pengembalian investasi CPI segera dibayar Pertamina sebelum KKS berkahir.
"Pasal 8 Permen ESDM No.24/2018 antara lain menyatakan bahwa Kontraktor baru (maksudnya Pertamina) wajib melakukan penyelesaian atas nilai pengembalian Biaya Investasi yang dikeluarkan CPI paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum penandatanganan KKS oleh Pertamina," tandas Marwan.(nda/helmi)