Tak Tahan Hadapi Banyak Tekanan Industri Aviasi Serahkan Nasibnya Pada Pemerintahan Prabowo, Ini Alasannya....
Jumat, 18 Oktober 2024, 11:33 WIBBISNISNEWS.id - Para pelaku industri aviasi berharap dukungan penuh dari pemerintahan Presiden Prabowo Subiyanto untuk mempercepat pulihnya industri ini, mengingat banyaknya tekanan dari dalam dan luar negeri.
Tekanan di dalam negeri, berupa tingginya biaya operasional penerbangan sehingga pelaku industri aviasi menjerit, serta beban berupa pungutan, seperti bea masuk dan pajak yang turut membebani maskapai dan penumpang.
Di luar negeri, situasi geopolitik dunia yang mengalami krisis sehingga mempengaruhi banyak hal terkait penerbangan.
Misalnya harga minyak (avtur) yang tinggi, nilai tukar mata uang yang selalu bergejolak, sulitnya pengadaan pesawat dan spareparts, hingga rute penerbangan yang terganggu.
Harapan para pelaku industri aviasi itu, merupakan bagian dari kesimpulan hasil Rapat Umum Anggota (RUA) INACA yang dilaksanakan pada Kamis, 17 Oktober 2024 di kawasan Pantai Indah Kapuk Jakarta Utara.
Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja pada awak media menjelaskan, untuk mewujudkan hasil RUA tersebut, langkah awal yang dilakukan adalah melakukan kolaborasi dengan delapan kementerian terkait di pemerintahan Prabowo-Gibran.
Diantaranya dengan Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, Kementerian Pariwisata, BUMN, Bappenas.
Upaya kolaborasi ini, ungkapnya, harus segera diwujudkan mengingat kondisi industri penerbangan nasional saat ini tidak sedang baik-baik saja karena mendapat banyak tekanan baik dari dalam negeri dan luar negeri.
" Untuk menghadapi hal tersebut, perlu dilakukan kolaborasi yang lebih baik antar stakeholder penerbangan. Bukan hanya maskapai dengan maskapai, tapi juga dengan otoritas penerbangan, pengelola bandara, penyuplai avtur, jasa groundhandling, MRO, akademisi, media massa hingga dengan penumpang," ungkap Denon.
Dijelaskan, pasca pandemi Covid-19 (2020 - 2022) yang sempat memporak-porandakan bisnis penerbangan hingga kini belum sepenuhnya pulih.
“ Bisnis penerbangan seperti sudah jatuh tertimpa tangga. Karena pasca pandemi Covud -19 (2020-2022) belum pulih 100 persen dan sekarang terdampak krisis geopolitik global,” ungkap Denon
Menurut Denon, maskapai nasional telah berusaha menambah produksi untuk menambah penghasilan, agar bisa bangkit, namun maskapai juga terkendala biaya yang sangat besar.
Selain itu, ungkap Denon, daya beli masyarakat terus merosot sehingga hasil akhirnya tidak begitu menggembirakan.
“Berbagai problem yang menghantam industri penerbangan menyadarkan kita bahwa jika ingin survive, kita harus melakukan kerjasama, kolaborasi antar semua stakeholder. This is collaboration era, not competition era! Tantangannya terlalu besar untuk kita hadapi sendiri-sendiri,” lanjut Denon.
Kolaborasi bukan hanya dilakukan secara as usual atau kerjasama biasa seperti yang biasa dilakukan di dalam suatu perusahaan, namun kerjasama antar berbagai stakeholder untuk bersama-sama berbagi pengalaman, bersama memberikan layanan prima pada pelanggan, memperbesar market size dan bersama-sama pula menghasilkan profitabilitas.
Sebagai asosiasi maskapai penerbangan nasional, INACA selama ini telah melakukan pendekatan kepada berbagai stakeholder dan berupaya menjadi teman diskusi yang serius dalam upaya pengembangan industri penerbangan nasional.
Beberapa hal yang telah dilakukan INACA misalnya menginisiasi penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) no 3 tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor dan Kebijakan Bank Indonesia perihal persetujuan penundaan penerapan kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi jasa sewa angkutan udara (charter flight) dengan menggunakan kuotasi valuta asing dan pembayaran Rupiah.
INACA juga telah membuat kajian dan mengirim surat kepada Menteri Perhubungan terkait permintaan pemberlakuan bea masuk nol persen untuk sparepart pesawat.
Kolaborasi
Kolaborasi dengan delapan kementerian ini menjadi sangat penting, dalam menyelesaikan beragam masalah yang membelenggu para pelaku industri aviasi dalam negeri.
Terlebih adanya target pertumbuhan ekonomi delapan persen dari pemerintahan Presiden Prabowo - Gibran. " Kami mendukung penuh target pertumbuhan ekonomi delapan persen yang telah dicanangkan Presiden terpilih Pak Prabowo," ungkap Denon.
Industri aviasi dan target pertumbuhan ekonomi ini, menjadi saling terkait. Karena moda transportasi udara menjadi salah satu pendongkrak pertumbuhan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi.
" Indonesia ini negara kepulauan, moda transportasi paling ideal dalam mempercepat mobilisasi orangvfanbbarang adalah di penerbangan," ungkap Denon.
Karena itu, lanjut Denon, industri penerbangannya yang saat ini masih bersatah-darah karena banyaknya tekanan, dalam dan luar negeri harus disehatkan agar bisa bangkit.
Untuk menyehatkan industri aviasi ini, bukan hanya dibebankan pada pelaku industrinya atau maskapai, tapi semua pihak. " Karena itu, kami canangkan kolaborasi dengan delapan kementerian serta institusi terkait," jelas Denon.
(*/Syam)