Tantang Korut, Wapres AS Masuk Zona Penuh Ranjau
Rabu, 19 April 2017, 03:01 WIBBisnisnews.id - Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence secara mendadak mengunjungi zona demiliterisasi (DMZ) Korea Selatan yang berbatasan langsung dengan Korea Utara, Senin (17/4/2017). Kunjungan untuk menggertak Korut bahwa AS tidak main-main untuk mengakhiri situasi panas di Semenanjung Korea akibat ulah Korut terus melakukan penembakan rudal nuklir.
Pence menyambangi DMZ yang sarat ranjau di Paju, Korea Selatan sebagai bagian dari tur di empat negara Asia, termasuk Indonesia. Kunjungan itu dilakukan sehari setelah rezim Kim Jong-un yang berkuasa di Korut menguji tembak rudal balistik, meskipun gagal.
Saat menyambangi DMZ, wakil Donald Trump itu mengatakan bahwa kesabaran strategis AS terhadap Pyongyang sudah habis. Pence, yang ayahnya bertugas dalam Perang Korea 1950-1953, mengatakan bahwa AS akan berdiri dengan “pakaian besi” untuk sekutunya, Korea Selatan. Menurutnya, Washington sedang mencari perdamaian melalui kekuatan.
"Semua opsi di atas meja untuk mencapai tujuan dan menjamin stabilitas rakyat negeri ini," katanya kepada wartawan, seperti dilansir Reuters.
Menurut Wapres Pence, Presiden AS Donald Trump telah membuat jelas bahwa dia tidak akan berbicara tentang taktik militer tertentu. "Ada periode kesabaran strategis, tapi era kesabaran strategis sudah habis," ujar Pence.
AS bersama para sekutunya sedang bekerjasama dengan China untuk mencari respons yang tepat atas uji tembak rudal balistik terbaru Korut yang gagal pada Sabtu pekan lalu. Penasihat Keamanan Nasional Presiden Trump, H.R. McMaster mengatakan, untuk saat ini Trump mempertimbangkan aksi militer, meskipun armada kapal induk tenaga nuklir USS Carl Vinson sedang berada di dekat Semenanjung Korea.
"Ini saatnya bagi kita untuk melakukan semua tindakan yang kita bisa, lebih kecil dari opsi militer untuk mencoba menyelesaikan ini dengan damai,” katanya dalam program “This Week” ABC News.
"Kami bekerja sama dengan sekutu dan mitra kami, serta dengan pemimpin China untuk mengembangkan berbagai opsi,” lanjut dia.”Ada konsensus internasional sekarang, termasuk kepemimpinan China, bahwa ini adalah situasi yang tidak bisa dilanjutkan," papar McMaster. (Gungde Ariwangsa)