Trend Penguatan Dollar Bisa Jadi Masalah di 2017
Kamis, 16 Februari 2017, 20:58 WIB
Bisnisnews.id - Secara perdagangan global, dolar telah menguat sekitar 20-25% pada tahun lalu. Pada minggu-minggu setelah kemenangan Presiden Trump, dolar mengalami kenaikan tertajam dan sekarang naik lebih dari 40% dari titik terendah di 2011. Hal ini dikhawatirkan menjadi resiko terbesar ekonomi global tahun 2017.
Catatan penelitian yang dipublikasikan Goldman Sachs Asset Management pada Rabu (15/02), mengatakan dolar AS telah dinilai terlalu tinggi dibandingkan mata uang sejenis.
Survei Bank of America Global Fund Manager juga menyimpulkan bahwa pada bulan Februari, banyak investor yang percaya dolar dinilai terlalu tinggi dalam dekade terakhir, dengan 41% manajer mengatakan dolar AS merupakan perdagangan yang paling ramai.
Penguatan dolar ini dikarenakan kebijakan ekonomi pemerintahan Trump, seperti pemotongan pajak, stimulus fiskal, dan peningkatan belanja infrastruktur yang membuat Federal Reserve melanjutkan pengetatan. Pada pertemuan bulan Desember, The Fed mengindikasikan 3 kenaikan suku bunga tahun ini. Ketika Fed meningkatkan suku bunga, hal ini biasanya mengurangi tekanan inflasi terhadap dolar.
Kebijakan usulan Trump yang merepatriasi keuntungan dan pembatasan perdagangan bebas juga membuat dolar jadi positif.
Selain itu, Bank Sentral di seluruh dunia, khususnya, Bank Sentral Eropa dan Bank of Japan, terus mengejar strategi pelonggaran kuantitatif dan kebijakan moneter yang lebih akomodatif. Mereka mencetak uang untuk membantu pertumbuhan perekonomian lokal, yang relatif mengurangi nilai mata uang mereka terhadap dolar.
Kenaikan dolar terhadap mata uang negara lain, umumnya membuat impor lebih murah bagi konsumen Amerika, sehingga dianggap baik bagi orang Amerika. Namun juga membuat ekspor lebih mahal bagi pembeli asing, dan bisa melukai perusahaan multinasional besar yang mengekspor sejumlah besar barang luar negeri. Penguatan dolar cenderung menekan ekspor dan menghisap impor sehingga terjadi pelebaran defisit perdagangan.
Penguatan dolar juga dapat menyakiti investor yang memegang obligasi berdenominasi dolar. Suku bunga rendah di Amerika menyebabkan dana pensiun menginvestasikan uang ke obligasi dolar di negara lain.
Menurut Bank of International Settlements, utang dalam mata uang dolar sebesar 10 triliun pada tahun lalu. Karena dolar menguat, maka naik juga biaya pelayanan bagi utang mereka.
Trump dan timnya berpendapat bahwa penguatan dolar telah menjadikan perekonomian AS negatif. Bahkan, dalam sebuah wawancara dengan Wall Street Journal, Trump mengatakan dolar yang kuat membuat perusahaan di AS tidak dapat bersaing dengan perusahaan China karena mata uang mereka terlalu kuat.
Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin, mengatakan pada bulan Januari, bahwa untuk sementara, penguatan dolar baik bagi AS karena investor memiliki kepercayaan melakukan bisnis di Amerika. Kekuatan dolar saat ini hanya memiliki implikasi negatif jangka pendek terhadap perekonomian.
Untuk risiko terbesar dalam ekonomi global tahun 2017, kepala strategi ekuitas JPMorgan AS, Dubravko Lakos-Bujas, mengatakan kepada Business Insider, " Jika tren penguatan terus berlanjut, ekonomi global semakin jauh tertekan. Perlu diingat bahwa 60 persen ekonomi global secara langsung atau tidak langsung terkait dengan dolar. Dolar memainkan peran yang sangat penting." (marloft)