UE Tolak Rayuan PM Israel, Timur Tengah Kompak Kecam Trump
Selasa, 12 Desember 2017, 08:25 WIBBisnisnew.id - Upaya Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengajak negara-negara Uni Eropa (UE) agar mengikuti jejak Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengakui Yerussalem sebagai ibu kota rezim Zionis, gagal.
Negara-negara UE secara tegas menyatakan, menolak ajakan Netanyahu. Sebab, langkah Trump, hanya membuat Amerika semakin dikucilkan negara-negara di dunia.
Penolakan itu disampaikan Kepala Kebijakan Luar Negeri UE, Federica Mogherini. Ditegasan, sikap UE pada masalah itu (Yerusalem) tidak berubah. Langkah Presiden AS Donald Trump hanya membuat Washington terisolasi dalam isu sangat sensitif antara Israel dan Palestina itu.
Walau diakui, Netanyahu terus membujuknya untuk ikut mengakui Yerussalem sebagai ibu kota Israel. Namun, sekali lagi, ajak itu terus ditolak.
Bujukan Netanyahu itu diungkapkan saat dia berada di Brussels untuk berunding pada Senin (11/12). Ini pertama kali PM Israel mengunjungi kota itu dalam lebih dari 20 tahun.
Saat berada di Brussels, Netanyahu kembali menyambut langkah Trump dan mengatakan Yerusalem ibu kota orang Yahudi selama 3.000 tahun dan Trump menyebut fakta itu.
"Saya yakin bahwa semua atau sebagian besar, negara-negara Eropa akan memindahkan kedutaan besar mereka ke Yerusalem, mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan bersama kami untuk keamanan, kesejahteraan dan perdamaian," kata Netanyahu, dikutip BBC, Senin (11/12).
Meski demikian, Mogherini menegaskan UE akan terus mengakui konsensus internasional tentang Yerusalem. "Kami yakin bahwa satu-satunya solusi realistis pada konflik antara Israel dan Palestina itu berbasis pada dua negara dengan Yerusalem sebagai ibu kota keduanya," kata Mogherini.
Sebelum ke Brussels, Netanyahu bertemu Presiden Prancis Emmanuel Macron di Paris. Macron juga mendesak Netanyahu membekukan pembangunan pemukiman Yahudi dan berdialog lagi dengan Palestina.
Israel selalu menganggap Yerusalem sebagai ibu kotanya tanpa bisa dibagi dengan Palestina. Adapun Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan Palestina. Yerusalem Timur dicaplok secara ilegal oleh Israel pada perang 1967. Seluruh dunia mengecam pencaplokan Yerusalem Timur tersebut hingga kini.
Kecaman Global
Seperti diketahui, celotehan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Rabu (6/12/2017)
yang mengakui Yerusalem sebagai Ibukota Israel menjadi pemicu kembalinya konflik geopolitik baru di dunia. Bahkan pengakuan tersebut telah menuai kecaman global dan membuat dirinya semakin dibenci.
Kecaman bukan saja datang dari negara-negara ketiga, tapi juga negara yang selama ini mejadi koalisinya. "Kebijakan ini kami ambil demi yang terbaik untuk perdamaian antara Israel dan Palestina. Kami tidak bermaksud untuk mendahului proses resolusi dua negara," kata Trump, seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (7/12/2017).
Inggris, adalah salah satu negara koalisi yang mengecam keras pengakuan Presiden AS Donald Trump. Mendesak Trump menatik kembali ungkapan itu, karena hanya menambah komplik berkepanjangan.
Alasan Trump untuk lebih mempercepat perdamaian di kawasan itu, adalah bohong. Perdana Menteri Inggris Theresa May menyebutkan, keputusan Trump sama sekali tidak membantu upaya perdamaian Israel dan Palestina.
Kecaman serupa juga disampaikan Perdana Menteri Italia Paolo Gentiloni, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Paus Fransiskus hingga Kerajaan Arab Saudi. Padahal Arab Saudi selama ini menjadi mitra klasik AS di Timur Tengah.
Pejabat kerajaan Arab Saudi mengingatkan Trump untuk menarik keputusannya dan menghormati kesepakatan internasional. Kalau rencana Trump memindahkan Duta besar dari Tel Aviv ke Yerusalem benar-benar diwujudkan, akan ada resiko besar yang harus ditanggung.
Di Timur Tengah, kritikan pedas dan kecaman keras bukan saja dari Arab Saudi, tapi juga dari negara-negara yang selama ini menjadi rivalnya Arab saudi maupun koalisinya. Seperti Mesir, Lebanon, Irak dan Yordania. Negara rival yang turut satu suara dengan Riyadh adalah, Qatar, Iran, dan Turki.
Menteri luar negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani mengibaratkan keputusan Trump sebagai hukuman mati bagi orang-orang yang mencari kedamaian. Dia pun memperkirakan langakah AS itu akan meningkatkan eskalasi yang berbahaya di dunia.
Sekretaris Jenderal U.N Antonio Guterres menegaskan bahwa upaya untuk mendamaikan Israel dan Palestina terkait Jerusalem adalah melalui perundingan langsung. Dewan Keamanan PBB sendiri berencana untuk menggelar pertemuan darurat dalam waktu dekat untuk membahas kejadian tersebut.
"Saya telah secara konsisten berbicara menentang tindakan sepihak yang akan membahayakan prospek perdamaian bagi orang Israel dan Palestina, Saya akan melakukan segalanya dengan kekuatan saya untuk mendukung para pemimpin Israel dan Palestina untuk kembali ke perundingan yang berarti," kata Guterres.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas, mengatakan Yerusalem adalah ibukota abadi negaranya. Dia menyatakan pengakuan Trump tersebut sama dengan membuat AS menarik diri sebagai mediator perdamaian. (Syam S)