Unilever Ancam Tarik Iklan Dari Facebook Dan Google
Senin, 12 Februari 2018, 23:59 WIBBisnisnews.id - Unilever mengancam akan menarik iklan dari platform seperti Google dan Facebook jika mereka lamban menangani konten ekstremis dan ilegal.
Unilever mengatakan bahwa kepercayaan konsumen terhadap media sosial sekarang menjadi rendah.
"Kami tidak dapat berada di lingkungan di mana konsumen kami tidak mempercayai apa yang mereka lihat secara online," kata kepala pemasaran Unilever, Keith Weed.
Dia mengatakan bahwa perusahaan media digital penting bertindak sebelum pengiklan menghentikan iklan.
Weed mengatakan bahwa perusahaan tidak dapat terus mendukung industri periklanan online di mana materi ekstremis, berita palsu, eksploitasi anak, manipulasi politik, rasisme dan seksisme tersebar luas.
"Ini sangat jelas dari derasnya suara konsumen selama beberapa bulan terakhir bahwa orang menjadi semakin khawatir tentang dampak digital terhadap kesejahteraan, demokrasi dan pada kebenaran itu sendiri," kata Weed.
"Ini bukan sesuatu yang bisa disingkirkan atau diabaikan."
Unilever telah berjanji untuk:
- Tidak berinvestasi di platform yang tidak melindungi anak atau menciptakan perpecahan di masyarakat
- Berinvestasu hanya di platform yang memberi kontribusi positif bagi masyarakat
- Penanganan stereotip gender dalam periklanan
- Hanya bermitra dengan perusahaan yang menciptakan infrastruktur digital bertanggung jawab
- Menurut perusahaan riset Pivotal, Facebook dan Google menyumbang 73 persen iklan digital di AS pada 2017.
Para ahli di media digital mengatakan bahwa lebih banyak pengiklan harus bergabung dengan Unilever untuk memacu perubahan.
"Ekosistem periklanan berisi begitu banyak pemain, jadi agar Facebook dan Google melihat ini, perlu banyak perusahaan menindaklanjuti ancaman ini," Sam Barker, seorang analis senior di perusahaan riset Juniper mengatakan kepada BBC.
Pada 2017 Facebook dan Google mengumumkan langkah-langkah untuk memperbaiki pendeteksian konten ilegal.
Facebook mengatakan bahwa mereka menggunakan kecerdasan buatan untuk melihat gambar, video dan teks yang terkait dengan terorisme, serta kumpulan akun palsu, sementara Google mengumumkan akan mendedikasikan lebih dari 10.000 staf untuk membasmi konten ekstremis di YouTube pada tahun 2018. (marloft)