Aksi Derek, Ancaman Gubernur DKI Bagai Menggantang Asap
Senin, 11 September 2017, 15:42 WIB
Oleh: Baba Makmun
Penulis adalah wartawan senior, tiggal di kawasan Pejaten Timur Jakarta Selatan
Baca Juga
Bisnisnews.id - Pemilik kendaraan roda empat atau lebih di Jakarta, wajib punya garasi. Jika tidak, risiko besar harus siap mereka hadapi. Kendaraan mereka yang diparkir di tepi jalan umum bakal diderek.
Peringatan ini dilontarkan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat baru-baru ini. Para orang kaya pemilik rumah besar, ultimatum itu tentu saja bukan masalah besar. Mereka sudah menyiapkan garasi sejak rumah masih dalam desain. Bahkan, ada yang menampung lebih dari satu kendaraan.
Garasi, sekaligus berfungsi sebagai pengaman dari kemungkinan tindakan kriminal, terutama untuk kendaraan mewah. Sebaliknya, bagi warga yang tinggal di rumah menengah, misalnya tipe 45, peringatan gubernur itu berpengaruh sangat besar.
Mereka harus memutar otak, bagaimana menyiasati pengadaan garasi. Menyulap bagian depan rumah menjadi kandang kendaraan? Rasanya hampir mustahil. Menyewa lahan kosong? Nyaris tak ada lahan kosong di dekat lingkungan mereka.
Begitu pula pemilik kendaraan di perkampungan padat, dengan rumah berimpitan, tanpa halaman memadai, pernyataan gubernur menjadi momok tersendiri. Kalau sempat diderek, itu artinya kena denda.
Dengan demikian, ada beban pengeluaran tambahan dalam anggaran belanja rumah tangga. Belum lagi kemungkinan kendaraan rusak akibat diderek. Tanggung jawab pemilik juga?
Perlu diingat, bagi kebanyakan warga Jakarta, kendaraan pribadi jenis minibus bukanlah semata-mata simbol status sosial. Mereka 'dipaksa' oleh keadaan. Dibandingkan menggunakan angkutan umum, jika dihitung secara akumulasi, biaya (cost)-nya lebih murah bepergian dengan kendaraan pribadi.
Cost dalam konteks ini mencakup beragam aspek. Misalnya, frekuensi penggunaan angkutan umum, jenis angkutan umum (termasuk sewa kendaraan online), waktu tempuh, keselamatan dalam perjalanan karena pengendara ugal-ugalan, kenyamanan, gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas), serta energi yang terkuras.
Itu sebabnya, walau hanya punya rumah mungil dan garasi nihil, banyak warga terpaksa membeli kendaraan roda empat. Itu pun umumnya kredit. Untuk parkir, apa boleh buat, mereka terpaksa menggunakan area publik.
Menjadi pertanyaan, mengapa gubernur membuat pernyataan ini mendadak? Tak ada hujan, tak ada angin, tiba-tiba mengeluarkan ancaman akan menderek kendaraan yang diparkir bukan di garasi.
Memang, dia bilang aturan ini sudah ada dalam peraturan daerah (Perda). Tinggal dilaksanakan. Bagi warga yang keberatan, dia mempersilakan menempuh jalur hukum.
Terasa aneh. Di ujung masa jabatannya, gubernur tampak ngotot memberlakukan aturan ini. Karena itu, jangan heran, di kalangan warga ada yang nyeleneh bilang "Jangan-jangan ini pesan sponsor. Dari siapa ya?"
Dalam logika masyarakat secara umum, mestinya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyiapkan dulu aneka pendukungnya. Misalnya, menyiapkan prasarana dan sarana angkutan umum yang baik, membangun koneksi antarmoda, mendidik dan melatih pengemudi, menyediakan terminal dalam kuantitas dan kualitas yang memadai, mengatur konsistensi waktu tempuh, pengenaan tarif terjangkau, menyediakan fasilitas untuk kenyamanan dan keselamatan penumpang, menyiapkan personel pendukung dalam jumlah mencukupi dengan skill berkualitas, menyediakan kantor yang berfungsi layaknya crisis center, menyiapkan sistem deteksi untuk memonitor garasi di rumah warga (dengan sistem online, tentunya).
Jika semua itu terpenuhi, warga mempunya alternatif menggunakan angkutan umum, bukan kendaraan pribadi. Jadi, bila tidak punya garasi, mereka bisa jual kendaraan pribadi tersebut.
Sekarang ini, dengan masa jabatan tersisa tak lebih dari dua bulan, apa yang dapat dilakukan DKI-1? Bersikukuh menderek kendaraan warga di pinggir jalan? Pertanyaannya, dari mana data Pemprov tentang garasi di rumah warga?
Jadi, tampaknya Djarot hanya melontarkan 'gertak sambal'. Untuk urusan garasi ini, rasanya, ibarat kata pepatah, gubernur bagai menggantang asap, sesuatu yang tak mungkin dapat direalisasi. Atau, jangan-jangan, dia cuma mencari sensasi sebelum lengser? Atau pula, dia hanya ingin memberikan pekerjaan rumah kepada gubernur terpilih yang akan definitif menduduki kursi Jakarta-1 pada bulan depan. *