Bukan Slogan Murahan, Perlu Langkah Konkret Mengalihkan Pengguna Kendaraan Pribadi ke - Angkutan Umum
Selasa, 30 Januari 2024, 11:47 WIBBISNISNEWS.id - " Ayo Naik Angkutan Umum. " Jangan hanya menjadi slogan murahan untuk pencitraan, tapi wajib ditindaklanjuti dengan contoh konkret dari pejabat publik pembuat kebijakan.
Artinya, jangan hanya pinter memerintah, tapi tidak memberikan contoh konkret. Rakyat, diminta naik angkutan umum, para pejabat dan keluarganya, menggunakan kendaraan pribadi.
Pelayanan angkutan umum massal berbasis jalan raya, idealnya menjadi kata kunci bagi pemerintah untuk mengalihkan penggunaan kendaraan pribadi ke-angkutan umum.
Ini adalah solusi paling tepat yang bukan saja ideal tapi juga wajib dilakukan, yang menjadi bukti kehadiran pemerintah dalam mengatasi kemacetan dan kesemrawutan di kota-kota besar, seperti di kawasan Jabodetabek.
Kendati diakui, ada rencana bertahap pemerintah di sekitar kawasan Jabodetabek, yang telah mematok target, 60 persen masyarakat Jabodetabek menggunakan angkutan umum di 2029.
JR CONNEXTION
Sejak diluncurkan tahun 2017, JR Connexion (JRC) telah melayani 23 permukiman di kawasan Bodetabek.
Saat ini, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan berencana menyediakan bus JR Connexion di 117 titik kawasan permukiman di Jabodetabek.
Tahun ini ditargetkan ada 40 titik yang terlayani (Kompas, 27 Januari 2024). Sejumlah operator bus turut serta, seperti Perum Damri, PT Eka Sari Lorena Transport, PT Sinar Jaya, PT Transportasi Jakarta, PT Royal Wisata Nusantara, Alfa Omega Sehati.
Mengubah citra pengguna angkutan umum, dari yang dianggap untuk kaum menengah ke bawah menjadi pilihan utama masyarakat semua kalangan. Mengubah pandangan dinilai penting untuk menambah jumlah keterisian penumpang. Selain itu, subsidi terhadap penumpang juga diperlukan (Darmaningtyas, 2024).
Ketua Kelompok Keahlian Pengelolaan Udara dan Limbah Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Puji Lestari mengatakan, berdasarkan hasil inventarisasi emisi sektor transportasi pada 2023, penyumbang terbesar emisi PM2.5 dan Black Carbon ialah Heavy-Duty Vehicle_ atau kendaraan berat, seperti truk dan kendaraan penumpang berbahan bakar diesel, dengan kontribusi masing-masing 28,6 persen untuk PM2.5 dan 38,9 persen untuk Black Carbon.
Sementara itu, penyumbang tertinggi untuk gas rumah kaca (GRK), karbon monoksida (CO), dan volatile organic compounds (VOC) adalah kendaraan berbahan bakar bensin, sepeda motor, dan mobil penumpang (Kompas.id, 22 Januari 2024)
Merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ), ada delapan hal yang harus dibangun BPTJ dalam penyelenggaraan transportasi di Jabodetabek.
Pertama, penggunaan angkutan umum harus mencapai 60 persen dari total pergerakan orang.
Kedua, waktu tempuh maksimal angkutan umum dari tempat asal ke tujuan adalah 1 jam 30 menit saat jam sibuk.
Ketiga, kecepatan minimal angkutan umum pada jam sibuk adalah 30 kilometer per jam.
Keempat, layanan angkutan umum mencapai 80 persen dari total panjang jalan. Selanjutnya kelima, akses jalan kaki maksimal menuju angkutan umum adalah 500 meter.
Ke-enam, adanya jaringan transportasi pengumpan (feeder) di setiap daerah, yang terintegrasi dengan jaringan utama melalui satu simpul transportasi perkotaan.
Ke-tujuh, simpul transportasi memiliki fasilitas jalan kaki dan parkir, dengan jarak maksimal perpindahan antarmoda berada di angka 500 meter.
Adapun yang terakhir (kedelapan) adalah perpindahan moda dalam satu kali perjalanan, yang berada di batas maksimal tiga kali.
Menurut Badan Pusat Statistik Tahun 2022, jumlah penduduk di Jabodetabek sebesar 31.684.645 jiwa. Hasil analisis BPTJ (2023), potensi jumlah penduduk terlayani angkutan umum (jika tersedia halte/bus stop kurang dari 500 m dari lokasi berangkat) sebanyak 7.977.987 jiwa atau 25,18 persen.
Mengacu ketersediaan halte/bus stop kurang dari 500 m dari lokasi memulai perjalanan, ada tiga wilayah tertinggi di Jabodetabek yang potensi jumlah penduduk terlayani angkutan umum, yaitu Kota Administrasi Jakarta Pusat sebesar 88,5 persen, Kota Administrasi Jakarta Selatan (70,84 persen) dan Kota Administrasi Jakarta Timur (64,09 persen). Sementara itu, ada tuga wilayah terendah, yaitu Kabupaten Bekasi sebesar 0,84 persen, Kabupaten Tangerang (0,76 persen) dan Kabupaten Bogor (0,67 persen).
Mengutip hasil Studi Capaian IKU Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) yang diselenggarakan BPTJ tahun 2023, diestimasi terdapat total lebih 75 juta pergerakan antar kecamatan di Jabodetabek setiap harinya.
Bangkitan perjalanan (trip production) terbesar berada di Kecamatan Kelapa Gading, Kecamatan Cengkareng, Kecamatan Cakung, Tambun Selatan, Kecamatan Duren Sawit, Kecamatan Kalideres, dan Kecamatan Tanjung Priok. Sementara tarikan perjalanan (trip attraction) terbesar berada di Kecamatan Gambir, Kecamatan Menteng, Kecamatan Pademangan, Kecamatan Sawah Besar, Kecamatan Senen, Kecamatan Setia Budi, dan Kecamatan Tanah Abang.
Rata-rata waktu perjalanan 41,09 menit, rata-rata kecepatan 23,61 km/jam. Rata-rata perpindahan moda 1,14 kali, rata-rata perpindahan moda di dalam simpul transportasi 124,50 meter, Rata-rata jarak berjalan kaki ke angkutan umum 249,74 meter, konektivitas trunk dan feeder 94 persen, dan cakupan pelayanan angkutan umum sudah mencapai 54,30 persen.
Terdapat 9 jenis layanan angkutan umum massal di Jabodetabek yang terbagi menjadi angkutan berbasis jalan dan berbasis rel. Jumlah penumpang terbesar adalah BRT Transjakarta (1,1 juta penumpang/hari) dan KRL Commuter Line (952 ribu penumpang/hari) di tahun 2023. Modal share transportasi publik sebesar 19,43 persen, micro/transportasi lokal 9,53 persen, sepeda motor 56,11 persen, mobil 10,33 persen, pejalan kaki 9,44 persen, dan sepeda 3,28 persen.
Jumlah Penumpang
Jumlah penumpang eksisting untuk Transjakarta sebanyak 1,17 juta penumpang/hari (2023), Commuter Line Jabodetabek 952.000 penumpang/hari (2023), MRT 40 ribu penumpang/hari (2022), LRT Jabodebek 54.117 penumpang/hari (September 2023), LRT Jakarta 2.800 penumpang/hari (2023), TransJabo 55.442 penumpang/hari (2022), Jabodetabek Regency Connection (JRC) 6.948 penumpang/hari (2022), dan Jabodetabek Airport Connection (JAC) 842 penumpang/hari (2022). Total terdapat 2,28 juta penumpang/hari.
Sudah 7,3 juta jiwa (lebih 65 penduduk) penduduk Provinsi DKI Jakarta dilayani oleh angkutan umum eksisting. Hanya 656 ribu jiwa penduduk Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) yang dilayani (kurang 5 persen) oleh angkutan umum eksisting. Berdasarkan cakupan layanan 500 m dari titik simpul, angkutan umum massal eksisting berpotensi melayani 7,97 juta (25,18 persen) penduduk Jabodetabek
Jika 1 penumpang sama dengan 2 perjalanan ( trip ), maka total penduduk yang menggunakan angkutan umum 1,14 juta penduduk. Terdapat kesenjangan (gap) 7,97 juta penduduk dikurangi 1,14 juta penduduk, yaitu 6,83 juta penduduk (7,97 juta penduduk – 1,14 juta penduduk).
Jangkauan JRC
Berdasarkan cakupan layanan 500 meter dari titik simpul, angkutan umum massal eksisting berpotensi melayani 7,97 juta (25,18 persen) penduduk Jabodetabek. Sudah 7,3 juta jiwa (lebih 65 persen) penduduk DKI Jakarta dilayani oleh angkutan umum eksisting. Hanya 656 ribu jiwa (kurang dari 5 persen) penduduk Bodetabek (Bogor, Depok Tangerang, Bekasi) dilayani oleh angkutan umum eksisting
Menurut data dari Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) tahun 2023, di Jabodetabek, permukiman dibagi menjadi tiga klasifikasi berdasarkan rata-rata
harga pada tiap perumahan. Didapatkan 158 perumahan Kelas Atas, 268 perumahan Kelas Menengah, dan 1.584 perumahan Kelas Bawah, sehingga didapatkan total sebanyak 2.010 Perumahan. Tidak sampai 5 persen kawasan perumahan itu mendapat fasilitas layanan angkutan umum. Peluang besar bagi Transjakarta dapat ikut serta melayani sejumlah kawasan perumahan di Bodetabek.
Tidak memerlukan pelayanan JRC, yakni perumahan berada di wilayah DKI Jakarta berjumlah 30 Perumahan. Ada perumahan sudah terlayani oleh layanan JRC eksisting yang jumlahnya 23 Perumahan, seperti Legenda Wisata, Grand Wisata, Kota Wisata, Sentul City.
Sementara perumahan yang belum terlayani oleh layanan JRC diupayakan pengembangan rute baru yang jumlahnya 117 Perumahan, seperti Morizen, Discovery Bintaro Jaya, Alam Sutera, Suvarna Sutera.
Telah adanya rute JRC yang terkoneksi dengan Park and Ride khususnya pada Mal. Contohnya Mega City Mall Bekasi – Plaza Senayan dan Mega City MallBekasi – Podomoro City Grogol. Kedua rute dikenakan tarif sebesar Rp 23.000. Pada tujuan Plaza Senayan, ditetapkan jadwal keberangkatan pukul 06.00-09.20 dan dari rute sebaliknya pukul 15.00-21.00 dengan headway 10 menit sekali. Pada tujuan Podomoro City Grogol ditetapkan jadwal keberangkatan pukul 06.20 dan rute sebaliknya pukul 17.10.
Konsep dengan memanfaatkan Mal sebagai _Park and Ride_ potensial untuk menjadi alternatif jika tidak memungkinkan melakukan penjemputan ke perumahan secara langsung
BPTJ mengusulkan konsep layanan baru 2024-2026 untuk 260 rute dengan 256 bus besar dan 287 bus medium. Tahun 2024 (40 perumahan) dengan jenis layanan JRC sebanyak 80 rute dengan 106 bus besar, Trans Jabodetabek Premiun sebantak 8 rute dengan 18 bus besar dan feeder LRT Jabodebek 18 rute dengan 287 bus medium.
Selanjutnya tahun 2025 (40 perumahan) dilayani JRC sebanyak 80 rute dengan 86 bus besar dan tahun 2026 (37 perumahan) dioperasikan JRC berjumlah 74 rute dengan 46 bus besar.
Krisis Angkutan Umum
Sekitar 95 persen kawasan perumahan di Bodetabek tidak memiliki akses layanan transportasi umum. Padahal, idealnya, warga seharusnya bisa menemukan halte bus, terminal bus, atau stasiun kereta dengan berjalan kaki tidak lebih dari 500 meter.
Saat ini, sekitar 7,3 juta atau lebih dari 65 persen jiwa penduduk DKI Jakarta dilayani oleh angkutan umum yang eksisting. Akan tetapi, baru 656.000 orang atau kurang dari 5 persen jiwa penduduk Bodetabek yang telah dilayani angkutan umum eksisting. Padahal, berdasarkan cakupan layanan 500 meter dari titik simpul, angkutan umum massal eksisting berpotensi melayani 7,97 juta atau 25,18 persen penduduk Jabodetabek.
Pertambahan jumlah kendaraan pribadi di DKI Jakarta dan di daerah penyangga, baik sepeda motor maupun mobil, juga memperlihatkan bahwa masyarakat masih memilih transportasi pribadi untuk bermobilisasi. Banyak pula mobil berkapasitas lima hingga delapan penumpang dibawa beraktivitas meski hanya berisi sang Jabodetabek.
Tawaran mendapatkan sepeda motor yang kian mudah dan murah juga menyebabkan masyarakat lebih tertarik memakai sepeda motor untuk bermobilitas. Sepeda motor, baik kendaraan pribadi maupun ojek daring, kian menjadi pilihan transportasi masyarakat karena cenderung lebih gesit.
Lantas, bagaimana dengan 242 perumahan kelas menengah dan 1.582 perumahan kelas bawah di Kawasan Bodetabek yang juga memerlukan layanan angkutan umum. melalui Kementerian Perindustrian, diluncurkan anggaran Rp 12,3 triliun diperuntukan insentif kendaraan listrik. Anggaran itu akan dibelikan 138 unit bus (Rp 48 miliar) tahun 2023 dan 414 bus (Rp 144 miliar) tahun 2024. Sebaiknya 552 bus itu dapat diberikan ke BPTJ untuk dioperasikan 1.824 perumahan di Bodetabek yang belum terlayani angkutan umum dan mendapat subsidi, supaya target 60 persen warga beralih menggunakan angkutan umum tercapai.
Untuk mewujudkannya memerlukan bantuan pembiayaan dari pemerintah pusat, bisa dalam bentuk Public Transporatation Obligation (PSO) angkutan umum atau lembaga pembiayaan angkutan umum di bawah Kementerian Keuangan. (Djoko Setijowarno)
*) Penulis adalah: Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat