APTRINDO: Penertiban Truk ODOL Hanya Menyuburkan Pungli di Jalan.
Kamis, 23 Januari 2020, 10:48 WIBBisnis News - Penertiban truk berukuran ekstra dan kelebihan muatan (Over Dimension dan Over Loading/ODOL) yang ditengarai menjadi sumber kemacetan, kecelakaan dan kerusakan jalan dinilai tidak konsisten.
Para pengusaha trucking yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) menilai, kebijakan pemerintah itu, hanya bersifat musiman dan hanya menyuburkan pungutan liar (Pungli) oknum-oknum petugas di jalan.
Pelanggaran truk ODOL itu tidak berdiri sendiri, karena ini ada kaitannya dengan pabrik, pemilik barang dan trucking. Kalau Direktorat Jenderal Perhubungan Darat benar-benar serius memberantas pelanggaran ODOL, harusnya dilakukan dari hulu bukan ditengah jalan.
Selama ini penegakan dan penertiban truk ODOL hanya dilakukan di tengah jalan oleh para petugas, padahal sumber masalah itu ada di hulu. Yaitu, ketika truk akan muat barang di gudang, pabrik dan pelabuhan.
Penegakan hukum terhadap pelanggaran truk ODOL di tengah jalan hanya akan menyuburkan Pungli oleh oknum-oknum petugas di jalan.
"Pungli itu terjadi karena ada peluang dan kesempatan, bukan semata-mata kesalahan oknum petugas di lapangan. Para pembuat kebijakan juga harus melihat ini sebelum membuat peraturan," kata Tarigan, Ketua Umum DPP APTRINDO, Kamis (23/1/2020) di kantorya, kawasan Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Utara.
Kritikan pedas juga disampaikan Wakil Bendahara APTRINDO, Gagan Gartika, dikatakan, selama ini, penegakan hukum terhadap pelanggaran truk ODOL di jalan raya hanya membenturkan para sopir dan oknum petugas di lapangan. Padahal sumber masalah itu ada di hulu, yaitu ketika truk akan memuat barang.
" Padahal kan bisa dilakukan di gudang, pabrik atau pelabuhan saat muat, kenapa harus di cegat di tengah jalan, sopir yang jadi korban, padahal yang paling berperan adalah pemilik barang," jelas Gagan.
Ia menegaskan, punya nyalikah Ditjen Perhubungan Darat menegakan hukum pada titik muat di hinterland atau pelabuhan, jangan di tenah jalan.
Cara lain yang bisa dilakukan menangkal pelanggaran ODOL ialah, melalui kebijakan perusahaan pemilik barang. Gagan mencontohkan, pabrik itu memiliki standar safety dan deliverry mereka memiliki sitem ISO, harusnya dari sini sudah bisa dilakukan kontrol.
Selain itu, penindakan pelanggarannya juga harus diperjelas, Polisi Lalulintas (Polantas) atau petugas Dinas Perhubungan (Dishub). Selama ini polisi hanya menilang masalah surat-surat yang bersifat administrasi, sedangkan dimensi dengan muatan ada di Perhubungan.
" Yang punya alat ukur dan timbangan kan dari Perhubungan, Polantas kan tidak punya, makanya harus dilakukan koordinasi secara tepat, jangan jalan sendiri-sendiri," tutur Tarigan.
Ketidak jelasan penindakan di lapangan ini juga, ungkap Tarigan menjadi salah satu pemicu terjadinya transaksi ilegal di tengah jalan oleh oknum-oknum petugas di jalan raya terhadap pelanggaran truk ODOL.
"Namun yang lebih penting lagi ialah konsisten, jangan sifatnya musiman, pada saat terjadi kecelakaan saja, setelah itu hilang. Padahal kita tahu, kecelakaan dengan korban jiwa itu umumnya terjadi pada bus angkutan penumpang dan bukan barang," ungkap Tarigan.
Tarigan menguraikan, mengapa oknum Polantas di jalan raya umumnya lebih memilih jalan damai dengan pengemudi pelanggar ODOL ketimbangn lanjut ke meja hijau.
" Karena Polantas tidak memiliki alat timbang untuk memastikan barang yang diangkut oleh truk atau over load. Sedangkan over dimensi, petugas polisi juga banyak tidak tahu, ukurannya yang diperbolehkan. Agar tidak terlalu repot, makanya oknum petugas memilih jalan damai. akibatnya, banyak pelanggaran ODOL hilir mudik di jalan raya," jelas Tarigan.
Dari sisi regulasi, ungkap Tarigan, penindakan ODOL di jalan raya harus dilakukan bersama-sama Polantas dan Dinas Perhubungan,
Petugas dari Perhubungan tidak memiliki kewenangan memberhentikan truk di jalan raya, yang memiliki kewenangan ialah Polantas.
Saran APTRINDO
Terkait maraknya pelanggaran, APTRINDO menyarankan, perlu dipercepatya pemberlakuan
sistem Tilang elektronik atau e-Tilang.
Sistem e-Tilang bagi pelanggaran truk ODOL ini akan lebih mudah ketimbang hanya menggunakan tenaga manusia yang memiliki keterbatasan.
Pasalnya, truk pelanggar ODOL umumnya beroperasi pada malam hari, yaitu pukul 00:00, dimana petugas sudah tidak ada lagi di jalan raya. Tapi dengan e -Tilang, pengawasan bisa dilakukan selama 24 jam, pada seluruh ruas jalan.
Menyinggung usulan Kementerian Perindustrian soal penundaan pemberlakuan zero ODOL menjadi 2025, kata Tarigan, ini juga menjadi persoalan baru.
"Sesama instansi pemerintah saja tidak kompak, padahal soal zero ODOL sudah lama disosialisasikan, tapi ketika ganti menteri berganti pula kebijakannya," kata Tarigan.
Menperin dalam suratnya nomor:872/m-indo/12/2019, pada 31 Desember 2019, mengusulkan zero ODOL berlaku 2023-2025 tapi usulan itu ditolak dan tetap berlaku zero ODOL pada 2021 sesuai yang telah ditetapkan dalam road map.
Namun demikian dua kementerian akhirnya membuat pengecualian pada lima jenis komoditi Di zero ODOL yang berlaku 2022. Yakni, Semen, Baja, Kaca Lembaran, Beton Ringan, dan air minum dalam kemasan, (Syam S)