Aptrindo Teriak, Keseriusan Pemerintah Terhadap Distribusi Logistik Dipertanyakan
Kamis, 12 September 2024, 21:42 WIBBISNISNEWS.id - Pelaku usaha logistik mendesak pemerintah, membuat keputusan lebih bijak yang dapat memberikan stimulus kepada para pemilik trucking countainer dan angkutan barang, sehingga mampu meremajakan armadanya yang sekarang ini sudah banyak yang usang.
Berdasarkan data, armada yang sekarang ini beroperasi menarik countainer dan petikemas di pelabuhan dan kawasan industri, usia teknisnya rata-rata sudah di atas 20 tahun.
Berdasarkan pengakuan para pemilik truck, armada sepuh itu terpaksa dioperasikan, karena untuk membeli baru harganya melangit. Sedangkan untuk cicilan kredit dengan tenor 5 tahun tidak terjangkau karena sangat tidak seimbang dengan pendapatan operasional per bulan.
Baca Juga
HASIL RAKERNAS
Aptrindo Putuskan Mogok Nasional Menolak Odol, BBM Subsidi dan Sertikat Halal, Angkutan Barang Lumpuh
LOGISTIK MEMANAS
Pengusaha Trucking Ingatkan Pemerintah Soal Ketersediaan BBM, Aptrindo: Kami Masih Sabar
TJSL
Masyarakat di Sepanjang Ruas Tol Solo - Ngawi Dapat Bantuan Paket Sembako
Sejumlah pelaku usaha angkutan barang itu mengilustrasikan, dengan tenor 5 tahun, rata-rata kredit yang harus dibayar per bulannya sekitar 30 juta rupiah, sedangkan pendapatan operasionalnya hanya berada pada kisaran 15 juta rupiah.
Dengan kondisi itu, sangat tidak mungkin melakukan peremajaan. Sementara pemerintah hanya bisa membuat kebijakan yang tidak populer, tapi tidak memberikan solusi. Misalnya, pembatasan usia teknis armada angkutan barang maksimum 20 tahun, agar tidak ada truk yang mogok di jalan, tapi solusinya tidak diberikan.
Ketua Umum Assosiasi Pengusaha Truck Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan mengatakan, pelaku usaha angkutan maunya menggunakan armada yang baru, truck yang sudah sepuh itu terpaksa dioperasikan karena masih lebih menguntungkan ketimbang harus membayar cicilan.
"Kami maunya truck ini diremajakan, siapa si yang mau mengoperasikan truck tua, tapi ini terpaksa kami lakukan," tegas Tarigan di selah-sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Aptrindo di kawasan Kelapa Gading Jakarta Utara, Kamis (12/9/2024).
" Kami harus berbuat apa....? Apa kami biarkan truck itu membusuk dan perusahaan kami gulung tiker dan karyawan terkena PHK.....? Di sisi lain pemerintah juga teriak agar distribusi logistik lancar, produktivitas digenjot, tapi solusinya tidak ada,"
Kebijakan pemerintah yang diharapkan bisa membantu para pelaku usaha logistik diantaranya, pemberian insentif untuk peremajaan armada. Berupa penghapusan BBN (biaya balik nama) dan PPN.
" Permintaan kami ringan saja, hapus BBN dan PPN, sehingga kami bisa meremajakan armada. Artinya, dengan penghapusan BBN dan PPN, ada pemangkasan anggaran sekitar 200 juta, tentu ini meringankan kami, walau ini masih terasa berat," kata Tarigan.
Beragam masalah ini. Ungkap Tarigan, me jadi pembahasan serius para anggota. Salah satu agenda penting yang dibahas dalam Rakernas adalah mencari solusi dalam memberdayakan dan peremajaan armada yang ada.
Usulan yang mengerucut dalam Rakernas itu diantaranya, mendesak pemerintah memberikan insentif berupa penghapusan bea masuk, BBN dan PPN.
Solusi lainnya adalah, armada tua yang ada saat ini diserahkan pada pemerintah untuk di scrab dan sebagai penggantinya armada baru dengan cicilan kredit yang terjangkau.
" Sekarang kan tenor yang diberikan oleh perbankan maupun lembaga pembiayaan hanya lima tahun, ini berat buat kami, kami usulkan 10 tahun, minimal delapan tahun, sehingga cicilan kreditnya bisa lebih terjangkau," kata Tarigan.
Persaingan
Saat ini Jumlah truck yang usianya di atas 20 tahun sekitar 70 persen dari total truk yang beroperasi saat ini.
Berdasarkan data Aptrindo, di sekitar kawasan Pelabuhan Utama Tanjung Priok tercatat ada sekitar 30 ribu unit truk, sedangkan ketersediaan muatan hanya 8 ribu truck.
Ketidakseimbangan ini juga menjadi pemicu menurunnya pendapatan para pemilik truck. Tingkat persaingan sangat tinggi, sehingga satu sama lain saling banting harga.
Truck tua tidak bisa bersaing dengan truck usia muda atau di bawah 10 tahun. Kalau bertahan dengan tarif normal, menurut para pengusaha truk, bakal tersingkir dan tidak dapat muatan.
" Kami bisa bertahan dengan tarif yang kami mau, tapi rekan kami yang lain kasih tarif yang lebih murah, kan repot. Makanya, kami ikuti aja kemauan pemilik barang, meskipun dengan pendapatan yang pas-pasan," ungkap salah seorang pengusaha angkutan anggota Aptrindo.
Di negara-negara maju, utilisasi
truk angkutan barang maksimum 10 tahun atau 1 juta km langsung diremajakan. Kondisi itu tidak bisa diterapkan di Indonesia. Dengan waktu operasi 10 tahun, pemiliknya sudah balik modal dan mengantongi keuntungan.
Di negara maju, truk melaju di jalan tanpa banyak hambatan karena sudah ada jalur ekonomi, tapi di Indonesia, truck melaju berbaur dengan kendaraan pribadi, angkot, sepeda motor, pejalan kaki.
Belum lagi ada kendaraan yang parkir seenaknya hingga mengambil badan jalan, sehingga menambah kesemrawutan di jalan. Dengan kondisi itu, tingkat kehausan mesin pun lebih cepat dan bahan bakar yang dipakai lebih banyak.
"Keseriusan pemerintah terhadap kelancaran distribusi logistik dimana...." jelas Tarigan.
Kendati diakui, kecepatan pelayanan barang pada angkutan laut, port to port lancar, tapi di sisi darat, masih jauh dari harapan. Karena, barang yang sudah di bongkar di pelabuhan harus diangkut dengan truck demikian juga dari kawasan industri ke pelabuhan. (Syam)