Bangladesh Ambil Langkah Batasi Pergerakan Rohingya
Minggu, 17 September 2017, 19:48 WIBBisnisnews.id - Otoritas Bangladesh pada hari Minggu 17 September mulai membatasi pergerakan pengungsi Muslim Rohingya, sementara militer Myanmar bersikeras bahwa kekacauan tersebut adalah pekerjaan ekstremis yang mencari pertahanan di negara tersebut.
Bangladesh telah dipenuhi lebih dari 400 ribu Rohingya dalam tiga minggu terakhir di tengah krisis yang diungkap PBB sebagai pembersihan etnis. Perdana Menteri Sheikh Hasina yang mengecam Myanmar karena kekejaman tersebut meninggalkan Dhaka untuk menghadiri pertemuan tahunan PBB di New York.
Kamp pengungsian sudah melampaui kapasitas dan pendatang baru tinggal di sekolah atau berkerumun di permukiman darurat tanpa toilet di sepanjang jalan dan di lapangan terbuka. Polisi memeriksa kendaraan untuk mencegah Rohingya menyebar ke kota-kota terdekat dalam upaya untuk mengendalikan situasi.
"Ada instruksi dari perdana menteri bahwa kita harus memperlakukan Muslim Rohingya demi menjaga hak asasi manusia," kata A.K.M. Iqbal Hossain, inspektur polisi. "Karena banyak organisasi swasta dan sosial datang membagikan bantuan, terkadang kekacauan terjadi."
Dia mengatakan sangat sulit untuk menjaga ketertiban, tapi tetap melakukannya.
Etnis Rohingya telah menghadapi penganiayaan dan diskriminasi di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha selama beberapa dekade dan ditolak kewarganegaraannya, walaupun banyak keluarga telah tinggal di sana selama beberapa generasi. Pemerintah mengatakan tidak ada etnisitas seperti Rohingya dan mengatakan mereka orang Bengali yang secara ilegal bermigrasi ke Myanmar dari Bangladesh.
"Kekerasan tersebut merupakan usaha terorganisir dari orang-orang Bengali ekstremis di negara bagian Rakhine untuk membangun sebuah kubu," kata kepala militer Myanmar Min Aung Hlaing, Sabtu 16 September. "Mereka menuntut pengakuan sebagai Rohingya, yang belum pernah menjadi kelompok etnis di Myanmar."
Dia meminta bangsa ini untuk bersatu dalam menegakkan kebenaran dan agar semua warga negara bersatu dengan cinta mereka terhadap negara, termasuk awak media.
PBB mengatakan ada sekitar 240 ribu anak-anak di antara para pengungsi, pihak berwenang Bangladesh telah memulai upaya imunisasi besar-besaran. Abdus Salam, dari rumah sakit distrik Cox's Bazar, mengatakan bahwa sekitar 150 ribu anak-anak akan diimunisasi selama tujuh hari untuk penyakit campak, rubella dan polio.
Karena cuaca berfluktuasi di Cox's Bazar antara hujan, panas dan lembab, banyak anak-anak menderita flu dan risiko pneumonia, kata Salam. Banyak yang menderita diare, dehidrasi, penyakit kulit atau lebih parah.
Eric P. Schwartz dari Refugees International AS menyerukan agar tekanan internasional terhadap Myanmar dimulai sehingga kekerasan terhenti.
Dia mengatakan AS harus kembali menjatuhkan sanksi kepada Myanmar sebelum melakukan transisi dari militer ke pemerintahan sipil.
Dilansir dari AP, pejabat di Washington telah berhati-hati untuk tidak melemahkan pemerintah sipil yaitu pemenang Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi yang mulai menjabat tahun lalu. Militer tetap kuat secara politis dan konstitusi negara mengerahkan otoritas militer atas semua operasi keamanan.