Djoko: Taksi Berbasis Aplikasi Online Bukan Bagian UMKM
Rabu, 23 Agustus 2017, 08:24 WIBBisnisnews.id-Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek telah dinyatakan batal demi hukum, sejak terbitnya keputusan Mahkamah Agung No.37 P/HUM/2017.
Pihak Kementerian Perhubungan sendiri dalam keterangan tertulis sebelumnya menyatakan menerima dan taat azas terhadap seluruh keputusan yang telah memilii kekuatan hukum tetap. Namun, perdebatan terkait putusan itu terus bergulir.
Peneliti yang juga aktivis Masyarakat Transportasi Indonesia, Djoko Setijowarno menyatakan, putusan MA No.37 P/HUM/2017 dapat memicu keresahan di kalangan pebisnis transportasi umum yang telah lama merintis untuk melayani masyarakat.
Kedati diakui teknologi tidak bisa dibendung, namun pemerintah, kata Djoko juga punya kewajiban melindunginya, karena sama-sama rakyat Indonesia dan sama-sama cari makan. Yang lebih penting adalah, melindungi masyarakat dari ancaman kecelakaan.
Namun sekarang ini, seluruh poin-poin penting dalam Permenhub Nomor 26/2017 sudah tidak berlaku lagi dan kalau ada masalah kecelakaan, terutama untuk penggunaan moda transportasi berbasis online, tidak bisa lagi sepenuhnya disalahkan pemerintah. Sebab alat kontrol satu-satuna untuk melindungi masyarakat telah dibatalkan.
Djoko menyebutkan, ada catatan penting yang dinilainya juga kurang pas dalam putusan MA No.37 P/HUM/2017 yang menguji Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2017 sebagai revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 32 Tahun 2016, hanya didasarkan kepada UU UMKM dan UU LLAJ.
"Terlebih, putusannya itu menybut istilah taksi konvensional. Padahal yang lebih pas adalah taksi resmi karena keberadaannya dilindungi Undang-Undang," kata Djoko.
Usaha on line, menurutnya bukan termasuk UMKM, tapi kelompok pengusaha pemodal besar yang berlindung dibalik UMKM. Cukup besar modal untuk memberi subsidi bertarif murah. Yang akhirnya juga tidak akan murah selamanya.
Haki dalam putusannya, unhkap Djoko, sepertinya tidak meminta pendapat para ahli dan lembaga yang terkait aktivitas transportasi. Putusan yang dibuat seperti kaca mata kuda tanpa ada pertimbangan, walau diakui, putusan itu seolah-olah berpigak pada rakyat karena adanya biaya transportasi murah. "Padahal sebenarnya, ya mahal, Karena ada subsidi sesaat yang dilakukan pemodal, yang pada akhirya tetap mahal," jelas Djoko.
Dia menyebutkan, harusnya Hakim juga melihat pertimbangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Persaingan Usaha dan Anti Monopoli.
Hal yang sangat disesalkan adalah, di saat pemerintah sedang gencarnya menata transportasi umum yang kian terpuruk, seyogyanya para Hakim MA berpikir lebih realistis. Oleh sebab itu pertimbangan sosiologis keberagaman masyarakat Indonesia perlu dipertimbangkan secara matang.
Pada prinsipnya, transportasi orang harus mengandung unsur "selamat, aman dan nyaman" bukan sekadar murah sesaat. Sementara transportasi berbasis aplikasi online adalah sistem, bukan berlaku sebagai operator transportasi mengatur segalanya melebihi kewenangan regulator transportasi.
Pemerintah harus punya instrumen untuk mengawasi praktek bisnis transportasi dimanapun untuk menjaga keseimbangan dan penataan transportasi secara nasional.
"Hendaknya, Hakim di MA sebelum memutuskan, mau mendengarkan banyak stakeholder secara langsung. Misalnya Organda, YLKI, MTI, akademi bidang transportasi," jelasnya.
Jika nanti ujung dari putusan ini akan menjadi masalah baru di daerah, hendaknya Hakim yang memutuskan harus berani bertanggungjawab.
Baca Juga:
MA Batalkan Peraturan Kenaikan Tarif Taksi Berbasis Aplikasi Online
PUTUSAN
Mahkamah Agung dalam putusannya menilai, bahwa tarif yang diberlakukan oleh pemerintah bulan lalu atas layanan taksi yang menggunakan aplikasi online dinilai menghambat kompetisi.
Kementerian Perhubungan memperkenalkan tarif minimum dan maksimum untuk perusahaan seperti Uber Technologies, GO-JEK dan Grab Asia Tenggara dari tanggal 1 Juli 2017. Tujuannya adalah untuk memastikan harga sebanding dengan penyedia transportasi konvensional dan mengatasi keluhan atas penawaran jasa dengan harga lebih rendah dari pesaing (undercutting).
Pengemudi taksi PT Blue Bird Tbk dan PT Express Transindo Utama Tbk telah meminta pelarangan layanan online, mengklaim bahwa persyaratan untuk mereka kurang ketat daripada taksi konvensional.
Namun Mahkamah Agung seperti diumumkan dalam situs resminya telah memerintahkan pembatalan tarif
"Batas tarif atas dan bawah tidak menyediakan persaingan usaha yang sehat," kata keputusan tersebut, menambahkan bahwa tarif akan naik untuk konsumen.
Keputusan tersebut membatalkan lebih dari selusin klausul dalam peraturan kementerian Perhubungan yang baru dirilis. Termasuk kuota regional, pendaftaran kendaraan ke perusahaan, dan pembatasan operasi kendaraan.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya sedang mempelajari keputusan tersebut dan akan mematuhi keputusan tersebut serta berusaha menghindari kerusuhan di sektor ini.
Kepala Investor Blue Bird, Michael Tene mengatakan bahwa keputusan pengadilan tidak akan mempengaruhi operasinya karena pada dasarnya implementasi peraturan ini sangat minim dan taksi online terus beroperasi di luar peraturan, bahkan sebelum keputusan Mahkamah Agung ini dikeluarkan.
Dalam Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2017 ada empat poin yang seharusnya sudah berlaku sejak 1 Juli lalu, dan tiga pokok di antaranya adalah ketetapan baru.
Kuota
Kemenhub memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menentukan kuota kendaraan taksi online sesuai kebutuhan masing-masing. Namun sebelum aturan soal kuota diberlakukan, Pemda harus berkonsultasi dengan pemerintah pusat dahulu.
Batas Tarif
Permen Nomor 26 Tahun 2017 juga bicara soal tarif batas atas dan bawah yang ditentukan berdasarkan wilayah. Di wilayah I yang meliputi Sumatera, Jawa dan Bali, tarif batas bawahnya sebesar Rp3.500 sedangkan tarif batas atasnya Rp6.000.
Sementara itu, wilayah II yang meliputi Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua tarif batas bawahnya Rp3.700 sementara tarif batas atasnya Rp6.500.
STNK Berbadan Hukum
Kemenhub akan memberikan waktu pada pengemudi sesuai batas waktu pergantian masa STNK. Cara ini disebut lebih tidak memberatkan, karena bagaimana pun mitra harus memperpanjang STNK. (Syam S)