Eksponen Masyarakat Sipil Minta Presiden Jokowi Tarik DIM RUU Minerba Dari DPR
Kamis, 22 Agustus 2019, 16:35 WIBBisnisNews.id -- Eksponen Koalisi Masyarakat Sipil Kawal RUU Pertambangan Mineral dan Batubara (KMS-RUU Minerba) menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) selaku Presiden Indonesia untuk dapat menarik kembali daftar isian masalah (DIM) RUU Minerba yang sebelumnya sudah dibahas dalam Rapat Kerja Pemerrintah dengan Komisi 7 DPR di Jakarta.
DIM tersebut terdapat beberapa aspek penting untuk dijadikan bahan pertimbangan terkait dengan penatakelolaan dan keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sejumlah pertimbangan penting diperlukan untuk perbaikan DIMtersebut. Mereka itu antara lain, "Masih banyak pasal-pasal dalam draft RUU Minerba maupun DIM Pemerintah yang “bermasalah.” Tidak mencerminkan kedaulatan negara dan tata kelola yang baik sebagaimana mandat konstitusi Pasal 33 UUD 1945; antara lain mengenai," sebut surat terbuka Koalisi Msyarakat Sipil kepada Presiden Jokowi itu.
Selain itu, sebut mereka, juga hilangnya pasal yang membatasi luas lahan maksimal yang dapat diberikan oleh Pemerintah kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan/atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi (Pasal 62 UU Minerba No.4/2009)
"Selain itu, ada pengistimewaan terhadap Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pertambangan (KK/PKP2B) yang kontraknya akan habis, untuk melakukan perpanjangan tanpa harus melalui lelang dengan luasan yang disesuaikan rencana kerja; (Pasal 169 Draft RUU Minerba dan DIM RUU Minerba).
Selanjutnya, dalam DIM tersebut menunjukkan lemahnya keberpihakan pengusahaan pertambangan bagi BUMN sebagai salah satu barometer bagi kepentingan pembangunan dan perekonomian nasional.
Kemudian pemberian insentif berlebihan bagi over-eksploitasi sumber daya alam, yang cenderung tidak memperhatikan aspek kepentingan ekologis dan perlindungan lingkungan hidup. Selain itu juga tidak ada klausul khususnya bagi pengembangan energi terbarukan dan pembangunan ekonomi yang rendah karbon dan berkelanjutan dan RUU Minerba yang kini tengah dibahas DPR.
Perlindungan atas hak-hak dan keselamatan warga serta aspek sosial ekonomi lainnya juga lemah. Serta, ada berpotensi digunakan untuk melakukan kriminalisasi masyarakat yang dianggap menghalangi kegiatan pertambangan di Tanah Air.
Dalam waktu yang sangat singkat (kurang lebih satu bulan), menurut Ekponen Msyarakat Sipil itu, sangat dipaksakan untuk membahas RUU yang secara substansial sangat strategis, terutama berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam (SDA). "Khususnya pertambangan mineral dan batubara, dan dikhawatirkan akan mengurangi substansi dari Undang-Undang Minerba yang dihasilkan," kilah dia.
Oleh karenanya, diperlukan pembahasan secara komperehensif dan melibatkan berbagai sektor terkait seperti lingkungan hidup, tata ruang dan lahan, keuanganperekonomian, kelautan dan pesisir, BUMN, serta sektor-sektor strategis lainnya.
Marwan Batubara Direktur IRESS sebagai salah satu ekponen yang menyampaikan petisi ini mengaku, DIM tersebut sangat tidak layak untuk dibahas dan dijadikan RRU dan kelak menjadi UU Minerba yang baru.
"Masih perlu penyempurnaan DIM tersebut, dan harus ada keberpihakan yang lebih kuat pada bangsa dan negara ini," kata Marwan menjawab pers di Jakarta, Kamis (21/8/2019).
UU Minerba ke depan harus lebih baik, dan stop kerusakan lingkungan akibat penambangan yang tidak benar. "Jangan sampai kelak ada eksploitasi SDA yang besar-besaran sehingga merusak ekosistem dan lingkungan serta anak cucu di masa mendatang," tegas Marwan.(helmi)