Hasil Ujicoba, LRT Palembang Siap Dioperasikan Juli 2018
Rabu, 27 Juni 2018, 16:49 WIBBisnisnews.id - Kereta layang atau Light Rail Transit (LRT) siap melayani warga Palembang dan para atlet Asian Games 2018, setelah berhasil dilakukan ujcoba oleh Tim Terpadu Ditjen Perkeretaapian, PT.KAI, PT.Waskita Karya, PT.Len dan PT.INKA.
Kereta layang yang menelan investasi sekitar Rp 817 miliar per kilometer itu, dinyatakan siap operasi pada Juli 2018 mendatang untuk melayani pengguna jasa di Sumatera Selatan. Baik sarana maupun prasarana termasuk sistem operasional sesuai yang telah direncanakan.
LRT ini selain telah dikembangkan di Palembangn Sumatera selatan juga di kota-kota lain seperti Jakarta yag saat ini sedang dikebut penyelesaiannya.
Berdasarkan penjelasan pejabat pembuat komitmen (PPK) LRT Sumatera Selatan, Suranto, LRT Sumsel didesain menggunakan konstruksi jalur layang (elevated track) dengan lebar spoor 1067 mm, yang dilengkapi third rail sebagai power supply.
Konstruksi elevated track dipilih dengan pertimbangan untuk meminimalkan pembebasan lahan dan meminimalkan masalah sosial seperti halnya yang sering terjadi pada jalur at grade, mengingat banyaknya perlintasan sebidang yang dilewati, menghindari utilitas yang sudah ada. Seperti jalan tol, jembatan, pipa, kabel, drainase, dll serta dalam rangka efisiensi ruang bawah agar tetap dapat difungsikan setelah konstruksi selesai.
Sistem layang ini juga dimaksudkan untuk menjaga kelandaian maksimum jalur (maksimum 2%) untuk kenyamanan penumpang serta efisiensi biaya operasional dan biaya perawatan. Mengingat lintasan rel LRT mengandung listrik tegangan tinggi yang diambil dari bawah dengan menggunakan third rail pada sisi luar jalur kereta atau di tengah-tengah jalan rel, akan sangat berbahaya apabila tidak dibangun secara elevated.
Jika dibandingkan dengan konstruksi at grade, elevated track dapat meminimalisasi kebutuhan ruang bebas serta mengurangi biaya pemeliharaan yang harus selalu dilakukan pada konstruksi at grade antara lain seperti menjaga elevasi jalur yang cenderung berubah akibat karakteristik tanah yang terpengaruh oleh kondisi tanah setempat, penggantian dan penambahan ballast, dan pemeliharaan drainase.
Apalagi jika dibandingkan dengan konstruksi terowongan (tunnel), biaya konstruksi akan jauh lebih besar termasuk biaya perawatannya mengingat maintenance konstruksi bawah tanah memerlukan penanganan khusus terlebih lagi disebabkan jenis tanahnya cenderung labil.
Pembangunan LRT Sumatera Selatan sesuai dengan semangat RIPNas direncanakan dapat terhubung dengan simpul-simpul moda transportasi lain.
Taha awal dilaksanakan pekerjaan konstruksi yang bersifat major item dan manfaatnya langsung dapat dirasakan masyarakat, selanjutnya akan diteruskan sesuai dengan RIPNas dimaksud.
Dalam tahapan awal sudah mempertimbangkan kemudahan berpindah bagi penumpang untuk melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan. Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Selatan telah memfasilitasi dan berkoordinasi dengan pengusaha angkutan setempat melalui Dinas Perhubungan untuk terwujudnya integrasi antar moda.
LRT Sumatera Selatan dioperasikan menggunakan tenaga listrik yang diperoleh dari pasokan daya PLN. Sesuai dengan perhitungan, kebutuhan biaya listrik untuk mengoperasikan LRT dengan headway setiap tiga menit sebagaimana direncanakan adalah ± Rp 9,3 miliar per bulan. Namun terhadap biaya listrik ini masih akan diupayakan skema lain cara pembayarannya agar harga dapat lebih diturunkan.
Berdasarkan perbandingan atas beberapa alternatif, seperti penggunaan rangkaian kereta berpenggerak lokomotif diesel, kereta berpenggerak diesel dan kereta berpenggerak listrik. Dan dari hasil perbandingan, dalam jangka panjang biaya operasi kereta berpenggerak listrik dinilai jauh lebih efisien, mudah dalam perawatan, dan ramah lingkungan.
Pengoperasian LRT pada dua tahun pertama akan disubsidi Pemerintah, mengingat dua tahun adalah waktu yang cukup untuk memindahkan minat pengguna jasa beralih dari kendaraan pribadi ke kereta LRT. Palembang sebagai kota Metropolitan dengan jumlah penduduk 1,5 juta jiwa, saat ini masih memerlukan pengembangan sistem angkutan massal, mengingat angkutan moda transportasi yang ada belum mampu mengatasi kemacetan yang semakin merata beberapa tahun terakhir.
LRT diharapkan dapat mengurangi kemacetan lalu lintas karena akan terjadi perpindahan pengguna jalan raya yang beralih mempergunakan LRT sebesar 50 persen, disebabkan efisiensi waktu tempuh perjalanan dari Bandara sampai dengan Jakabaring Sport Center yang semula memerlukan waktu 1,5 – 2 jam menjadi 30 – 45 menit saja.
Sesuai Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNas) dan UU No. 23/2007 tentang Perkeretaapian,
jaringan perkeretaapian nasional direncanakan saling menghubungkan pusat-pusat kegiatan ekonomi dan terintegrasi antar moda. Seperti ke bandara, pelabuhan, terminal dan kawasan industri termasuk kawasan pariwisata.
Beberapa kota besar di Indonesia, telah direncanakan pembangunan KA perkotaan. Seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Palembang, Padang, Medan, Makassar, Batam. Sampai dengan saat ini, telah selesai dibangun moda KA yang menghubungkan bandara dengan pusat kota atau pusat kegiatan, antara lain KA Bandara Kualanamu di Sumatera Utara, KA Bandara Soekarno- Hatta di Metropolitan Jakarta, dan KA Bandara Internasional Minangkabau di Sumatera Barat.(Syam S)