INSA Protes Pembebanan Tarif Jasa Barang dan Progresif Kepada Pelayaran
Senin, 15 Oktober 2018, 12:54 WIBBisnisnews.id - Operator pelabuhan diduga melakukan praktek rente kepada perusahaan pelayaran. Yaitu, mewajibkan perusahaan pelayaran membayar tarif pelabuhan yang tidak sesuai dengan praktek internasional dan tidak memiliki dasar kesepakatan antara pelayaran dan operator pelabuhan.
Dimana tarif jasa barang dan tarif progresif yang harusnya dikenakan operator pelabuhan untuk consignee atau shipper, kini malah dikenakan kepada pelayaran
Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowner’s Association (INSA) Carmelita Hartoto mengakui adanya praktek itu. Dikatakan, cara seperti itu sangat memberatkan dan diluar kebiasaan serta tidak memiliki dasar kesepakatan antara pelayaran dan operator pelabuhan.
Alasannya, operator pelabuhan kerap memakan waktu yang lama untuk menerima pembayaran tarif jasa barang dari consignee atau shipper.
Pelayaran harus menanggung lebih dulu beban biaya tarif jasa barang, untuk selanjutnya pihak pelayaran yang menagih kepada consignee ataupun shipper.
"Pelayaran harus menanggu lebih dulu tarif jasa barang di pelabuhan, ini tentunya memberatkan pelayaran karena mengeluarkan cost lebih besar di awal, padahal hal ini tidak lazim dalam praktek bisnis di dunia pelayaran internasional,” kata Carmelita.
Sekretaris - 1 DPP INSA, Capt.Otto K.M Caloh menambahkan, tidak ada hubungannya pelayaran harus menanggung tarif pelabuhan pemilik barang.
Selain itu ungkapnya, pada tarif progresif penerapannya tanpa berdasarkan service level agreement (SLA) atau service level guarantee (SLG) antara pelayaran dan operator pelabuhan. Kesepakatan SLA atau SLG dibuat dengan menimbang perfomance pelabuhan dan pelayaran.
Jika lambatnya produksifitas pelabuhan disebabkan oleh performance operator pelabuhan maka tarif progresif tidak bisa dibebankan kepada pelayaran, namun jika keterlambatan disebabkan pihak pelayaran tentunya tarif progresif menjadi beban pelayaran.
Untuk itu, penerapan tarif progresif di pelabuhan tanpa adanya kesepakatan SLA atau SLG sulit diterapkan dan merugikan pelayaran. (Syam S)