Kenaikan Harga Gas Industri di Indonesia Masih Wajar
Senin, 30 September 2019, 14:13 WIBBisnisNews.id -- Pelaku industri yang tergabung dalam Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia menolak rencana kenaikan harga gas yang akan dilakukan PT Perusahaan Gas Negara (PGN), Tbk. Mereka menyampaikan jika sampai nanti harga gas naik, mereka hanya akan membayar sesuai dengan harga gas yang lama.
Pernyataan yang disampaikan oleh Achmad Widjaja, Wakil Ketua Komite Tetap Industri Hulu dan Petrokimia Kadin adalah sangat tendesius. Mengapa saya katakan begitu, karena harusnya sebagai gabungan pengusaha Kadin bisa memahami permasalahan yang dialami oleh PGN, Tbk, bukan sebaliknya.
Beban Harga Gas dan Pembangunan Infrastruktur Jaringan Gas, Harga gas bumi hilir, merupakan harga agregasi dari berbagai harga pasokan gas bumi dan biaya infrastruktur penyaluran gas bumi dari lokasi produsen sampai ke konsumen akhir, dan 71% dari harga gas hilir berasal dari harga gas hulu.
PGN saat ini melakukan Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) dengan banyak KKKS yang beroperasi di Indonesia. Berdasarkan PJBG tersebut, harga yang disepakati antara KKKS dan PGN sudah memperhitungkan faktor keekonomian yang dikeluarkan oleh KKKS sampai gas tersebut bisa disalurkan ke kepala sumur sebelum masuk ke jaringan pipa transmisi dan distribusi milik PGN. Belum lagi PGN, sebagai perusahaan agregator gas harus membangun infrastruktur jaringan gas di banyak daerah. Dan, saat ini sudah mencapai lebih dari 10.000 km.
Pembangungan infrastruktur jaringan gas di Indonesia tidak mudah, apalagi harus menjangkau ke banyak daerah yang sulit dan nilai investasi yang sangat besar termasuk juga biaya perawatan dan pemeliharaan fasilitas milik PGN.
Untuk semua investasi yang PGN lakukan, dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan biaya investasi tersebut. Ditambah lagi, resiko ketidakpastian pasokan gas dari KKKS yang harus PGN tanggung dimana akan menambah beban investasi dari PGN sendiri seperti pembangunan terminal LNG untuk dilakukan regasifikasi dari LNG tersebut.
PGN sebagai subholding migas, berkomitmen untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi para konsumen termasuk kepada anggota Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia. Perbaikan tata kelola harga gas bumi sendiri dengan memangkas trader bermodalkan kertas dan memberikan kepada badan usaha yang membangun dan mengembangan infrastruktur jariangan gas merupakan langkah positif bagi pengembangan industri hilir gas bumi. Pengurangan trader bermodal kertas, setidaknya bisa membantu PGN dalam mengurangi beban biaya yang harus mereka keluarkan.
Kenaikan Harga Gas PGN Masih Wajar. Dengan beban dan resiko yang dimiliki PGN sebagai agregator gas, rencana kenaikan harga gas industri saya kira masih wajar.
Sejak tahun 2013, PGN tidak pernah menaikan harga gas untuk konsumen industri, sedangkan disisi lain, biaya pengadaan gas, biaya operasional dan kurs dolar Amerika Serikat terus meningkat. Berdasarkan data, sejak tahun 2013 sampai saat ini kenaikan kurs dolar Amerika Serikat naik sampai 50%, sedangkan semua biaya yang dipakai menggunakan acuan dolar Amerika Serikat.
Harga jual gas PGN yang saat ini US$ 8 – US$ 12/ MMBTU. Dan, berdasarkan data dari Woodmack (2018) masih lebih murah dibandingkan harga gas untuk industri di Singapore sebesar US$ 12.5 – US $ 14.5/ MMBTU.
Kadin, jika ingin mendapatkan harga yang lebih murah, seharusnya mengajukan usulan kepada Pemerintah agar bisa mendapatkan subisidi. Hal ini berlaku di Malaysia, dimana Pemerintah Malaysia memberikan subsidi untuk harga gas industry mereka.
Bak Buah Simalakama
Memang kebijakan ini bagaikan buah simalakama. Pada satu sisi, akan memberatkan APBN kita, tetapi disini lain bisa membantu PGN agar keuangan mereka bisa terus stabil dan tidak mengalami kebangkrutan.
Patut dipahami juga bahwa peran gas bumi dalam komponen harga produk memberikan kontribusi sebesar 20%-30%.
Jika memang Pemerintah bisa memberikan subisidi, maka setidaknya bisa membantu mengurangi beban produksi. Harapannya, bisa mengurangi harga ke konsumen atau tidak ada kenaikan harga yang diterima oleh masyarakat.
Semua pihak harus duduk bersama untuk mencari solusi terkait dengan harga gas ini. Smoga!
*Mamit Setiawan, Pengamat energi dan Direktur Eksekutif Energy Watch